bc

Jerat Cinta Jaksa Muda

book_age18+
1.8K
FOLLOW
16.1K
READ
possessive
one-night stand
scandal
drama
sweet
betrayal
affair
like
intro-logo
Blurb

Tak ada satupun orang di dunia ini yang ingin rumah tangganya hancur berakhir di pengadilan, begitupun dengan Shafa Kamila Zayn wanita muda yang berprofesi sebagai staf pidana umum di kejaksaan negeri yang ada di Jakarta. Wanita itu terpaksa menggugat cerai sang suami lantaran pria itu kedapatan berselingkuh hingga menghamili wanita lain selama dua tahun pernikahan mereka. Gugatan cerai yang dilayangkan oleh Shafa sempat dipersulit oleh sang mantan suami, bahkan pria itu pun enggan membagi harta gono gini hasil jerih payah mereka berdua.

Hingga akhirnya Shafa bertemu dengan seorang pria tampan yang berprofesi sebagai Jaksa bernama Shaquille Attharazka. Pria itu dengan sukarela membantu  Shafa memenangkan gugatan cerainya di pengadilan. Kebaikan dan ketulusan Shaquille membuat hati Shafa bergetar, akankah benih-benih cinta muncul di hati keduanya? Mungkinkah kali ini kisah cinta Shafa akan berakhir bahagia? Atau malah sebaliknya?

chap-preview
Free preview
Hancur Berkeping-keping
Tak pernah Shafa sangka akan seperti ini akhir kisah rumah tangganya dengan Dion. Pria tampan yang begitu ia sayangi tega mengkhianati cintanya. Ya, dua tahun sudah keduanya menjalani biduk rumah tangga namun apa yang Shafa dapatkan? Suaminya berselingkuh dengan seorang wanita dan naasnya kini wanita itu tengah mengandung, darah daging suaminya sendiri. Masih dengan isak tangis yang pilu Shafa pun kembali memejamkan matanya berharap semua ini hanyalah mimpi belaka. Hingga saat suara ketukan di pintu kamar mandi membuat Shafa tersadar bahwa ini nyata adanya. Memaksakan untuk membuka mata Shafa pun perlahan beranjak dari duduknya dan membuka pintu tersebut. "Sayang, hey kenapa?" tanya Dion penuh kekhawatiran, saat melihat wajah sang istri yang terlihat pucat dan tunggu sepertinya Shafa baru saja menangis. Hal itu terlihat jelas dari mata sembab sang istri dan hidungnya yang memerah. Dion hendak mendekap tubuh sang istri namun sayang wanita itu langsung menepis kasar tangan sang suami. Jijik, Shafa benar-benar jijik melihat kelakuan sang suami. Dengan gerakan kasar wanita berusia dua puluh lima tahun itu memilih mengabaikan Dion, berjalan begitu saja menuju kamar. Kelakuan Shafa barusan sukses membuat Dion penasaran. Pria itu lalu menyusul cepat langkah kaki istrinya dari belakang. "Sayang, kamu mau apa?" Dion begitu tercengang saat melihat Shafa membuka walk in closet, mengambil sebuah koper ukuran besar dan memasukan baju-bajunya di sana. Shafa masih diam seribu bahasa, wanita itu terus melakukan kegiatannya. Rasanya sudah muak dengan keberadaan pria di depannya ini. Langkah Shafa terhenti saat Dion memeluk erat tubuhnya dari belakang. "Ada apa, Sayang? Kamu kenapa?" bisik Dion tepat di telinga sang istri, pria itu pun penasaran apa yang membuat istrinya berubah padahal satu jam yang lalu mereka baru saja selesai memadu kasih. Tak tahan melihat tingkah sang suami yang dinilai menjijikan Shafa pun kembali menumpahkan tangisnya, wanita itu mencoba memberontak sekuat tenaga. "Lepaskan aku b******k," sentaknya kasar, Shafa sudah tak perduli lagi pada siapa iya berbicara. Rasa hormat dan patuhnya pada Dion hilang seketika. "Kenapa?" Dion benar-benar terkejut mendengar ucapan Shafa, selama menikah bahkan Dion ingat tak pernah sekalipun Salma berbicara dengan nada yang lebih tinggi apalagi berbicara kasar seperti ini. Setelah merasa Dion mulai mengurai pelukannya, Shafa pun menghindar wanita itu lalu mengambil gawai di dalam kantong pakaian dinasnya. membukanya dengan tangan bergetar. "INI APA MAS? KAMU TEGA MAS, TEGA SAMA AKU," teriak Shafa cukup kencang, dengan nafas yang memburu marah ia pun kembali menumpahkan tangisnya, kini kaki nya seolah lemas tak bertulang tubuhnya merosot seketika. "Kamu jahat," ucap Shafa lirih dengan suara yang bergetar hebat, ia tidak menyangka suami yang begitu ia hormat dan ia sayangi tega bermain api di belakangnya. Sementara Dion, tubuhnya kaku seketika saat membaca sebuah pesan yang lupa ia hapus, dan sialnya kenapa harus Shafa yang mengetahuinya. "Sayang, aku bisa jelaskan, ini." Ucapan Dion terputus saat merasakan sesuatu menempel tepat di pipi kirinya. Sebuah tamparan Shafa layangkan di pipi kiri sang suami, geram marah bercampur kesal itu yang Shafa rasakan saat ini. "Kamu b******k Mas, b******n. Apa kurangnya aku?" Shafa menunjuk kasar pada dadanya sendiri. Masih terus menangis Shafa pun menggelengkan kepalanya heran, apa salah dan dosanya hingga Dion tega berbuat ini padanya. Pupus sudah harapan dan cita-cita yang telah mereka bangun berdua. Kini yang tersisa hanyalah puing-puing kehancuran. Menguyar rambutnya kasar, Dion pun kini mendesah frustasi. Bodoh! Ia merutuki kebodohannya sendiri yang tak hati-hati hingga kebohongan yang ia perbuat akhirnya terbongkar begitu saja. Di satu sisi ia tak mau kehilangan Shafa tapi disisi lain ia tak mungkin memutuskan hubungannya dengan wanita yang tengah mengandung darah dagingnya saat ini. Tak ingin berputus asa Dion pun kembali mendekat, pria itu berniat menyentuh pundak sang istri namun sayang seribu sayang Shafa langsung menepisnya secara kasar. "Sayang, dengarkan semua penjelasan aku dulu, aku." Dion terpaksa menghentikan ucapannya saat Salma mendorong tubuhnya dengan kasar. "CERAI! AKU MAU KITA CERAI," teriak Shafa dengan kencang, butiran air mata itu masih terus mengalir deras di pelupuk matanya. Dion pun terlihat menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak Sayang, sampai kapanpun aku nggak akan menceraikanmu." Pilu dan sedih hati Dion mendengarkan kata-kata keramat itu keluar begitu saja dari bibir wanita yang begitu sangat ia cintai. Tidak! Dion tidak akan sanggup jika harus berpisah dengan Shafa, dan melepaskan wanita itu untuk saat ini tak mungkin bisa ia lakukan mengingat wanita itu tengah mengandung anaknya saat ini. "b******k, b******n KAMU MAS. AKU BENCI KAMU." Shafa kembali berteriak saat mendengar ucapan Dion yang tak juga mau menceraikannya. Ia menggelengkan kepalanya heran, kini wanita itu terlihat tengah mengusap butiran air mata yang mengalir deras di pipinya dengan kasar. Tak ingin mendengarkan penjelasan Dion akhirnya Shafa pun meninggalkan pria itu. Wanita itu memilih pergi dari rumah dan tujuan nya kali ini adalah kantor kejaksaan dan tetap bekerja. Apapun yang terjadi saat ini Shafa harus tetap menjalankan kewajibanya. *** Tiba di kantor Kejaksaan Shafa tak langsung masuk ke ruangan nya. Wanita itu memilih ke toilet untuk membenarkan penampilanya yang terlihat berantakan setelah menangis sepagian tadi. Tanpa sengaja tubuhnya bertabrakan dengan dengan seorang pria, tepat di ruang pemisah antara toilet pria dan wanita. "Pak El," pekik Shafa begitu terkejut, ia buru-buru mengusap kedua pipinya yang basah. El pun mengerutkan keningnya. Ia begitu melihat tampilan wanita itu yang berantakan dengan mata yang sembab dan hidung yang memerah. "Shafa, kamu nangis? Kenapa?" tanya El penasaran. Pria itu lalu mengajak Shafa pergi keruangannya, menghindari berbagai pertanyaan dari rekan kerjanya yang lain terkait kondisi Shafa saat ini. Shafa pun menurut, tiba di ruangan El ia lalu mendudukkan dirinya di atas kursi tepat di hadapan pria itu. Wanita itu menundukkan wajahnya tidak berani menatap El, untuk saat ini Shafa tak ingin orang lain mengetahui masalah rumah tangganya. Melihat tak ada reaksi apapun pada Shafa membuat El semakin penasaran. Hingga akhirnya pria itu kembali berucap. "Apa yang sebenarnya terjadi, Fa?" tanya El terus mendesak wanita di depannya ini untuk berbicara. Pria itu lalu melipat kedua tangannya dan menaruhnya tepat di atas meja. Masih terus menatap Shafa dengan seribu pertanyaan yang bersarang di kepalanya. "Kenapa tidak langsung masuk dan absen? Kamu sudah telat tiga puluh menit." Sambung pria itu kemudian melihat jarum jam di pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul delapan lewat tiga puluh menita saat ini. Shafa memejamkan matanya sebentar. Haruskah ia berkata jujur pada atasannya itu? tapi jika tidak El pasti akan terus berpikiran negatif tentangnya. Di menit berikutnya Shafa pun kembali membuka matanya seraya berkata. "Jujur Pak, saya ingin menenangkan diri dulu di toilet," ucap wanita itu lirih lalu kembali menundukkan kepalanya. "Menenangkan diri?" tanya El begitu penasaran, ia lalu memajukan kursi duduknya mendekat ke arah Shafa. Shafa mengangguk lemah. "Iya Pak," ucapnya lirih. "Suami saya selingkuh hingga membuat wanita itu hamil," ujar Shafa dengan suara bergetar, tak tertahan wanita itu pun kembali menangis. Apalagi saat mengingat Dion, suaminya lebih memilih pergi menemui wanita itu daripada menjelaskan semuanya pada Shafa. "Apa kamu sedang membuat sebuah drama?" El tak mungkin tertipu, ia harus memastikan semua yang diucapkan Shafa benar adanya. Shafa menggeleng lemah. "Apa saya terlihat sedang berbohong, Pak?" wanita itu memberanikan diri menatap pria di depannya dengan suara yang begitu lirih. "Tak ada satupun orang di dunia ini yang ingin rumah tangganya hancur, apalagi sampai membuat drama seperti ini." Tak tertahan Shafa pun kembali menangis. Terserah lah Shafa tak perduli El mau percaya atau tidak pada ucapannya. Toh tidak penting juga buat Shafa, yang jelas wanita itu sudah berusaha untuk berkata jujur pada pria itu. "Maaf," ujar El saat melihat tak ada kebohongan di mata Shafa. Ada sedikit rasa iba saat tahu apa yang sedang dialami Shafa saat ini. Wanita itu bahkan terlihat begitu rapuh. "Tidak apa-apa Pak," ujar Shafa lalu mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya. "Kalau begitu saya permisi Pak," pamit Shafa lalu beringsut dari duduknya. Merasa lebih baik Shafa pun hendak pergi menuju ruangannya. "Tunggu," cegah El cepat, pria itu ikut beringsut dari duduknya. Shafa pun menoleh. "Iya Pak ada apa?" tanya lalu menunduk sopan. "Ikut saya sidang tilang di pengadilan sekarang," ajak pria itu lalu mengambil tas berwarna hitam miliknya lalu memakainya. El paham wanita itu sedang sedih dan mengajak nya pergi keluar sepertinya akan membuat hati wanita itu sedikit terhibur. Ya, El sengaja melakukan hal ini agar rekan kerjanya yang lain tidak penasaran dan bertanya-tanya tentang kondisi Shafa saat ini. Shafa tampak menggelengkan kepalanya pelan. "Saya ada tugas dari Bu Ester. Beliau menyuruh saya." Ucapan Shafa terputus saat melihat El mulai menggenggam pergelangan tangannya dan menariknya pelan lalu mengajaknya untuk keluar ruangan itu. "Nanti saya telpon Bu Ester. Tugasmu biar dikerjakan pegawai yang lain." ucap El lalu melepaskan tautan tangan itu saat keduanya sudah sampai di halaman parkir gedung Kejaksaan. Shafa pun menuruti ucapan El karena perintah pria itu juga termasuk ke dalam tanggung jawab pekerjaannya. Menemani El melakukan sidang tilang di pengadilan. Pekerjaan Shafa pun berjalan dengan lancar hingga pukul empat sore. Saat wanita itu hendak memesan ojek online tiba-tiba saja El menawarkan tumpangan dan meminta Shafa segera masuk ke dalam mobilnya. Hening, tidak ada percakapan lagi di antara mereka berdua. Shafa terlihat melamun menatap ke arah luar jendela, sementara El fokus pada kegiatan menyetirnya. Hingga di lampu merah pertama El pun kembali bersuara. "Shafa," panggil El lalu menoleh ke arah wanita itu. "Kita mampir ke restoran cepat saji sebentar ya. Saya lapar," ucap El lalu membuka sebentar benda berbentuk pipih itu, membaca pesan yang dikirimkan oleh sang kakak. Shafa pun mengangguk. "Iya Pak," ujar wanita itu singkat, lalu kembali menatap ke arah luar jendela. Saat ini yang ada di pikirannya adalah Dion. Apa salahnya hingga pria itu tega mengkhianati cintanya? Dan saat semuanya terbongkar bahkan Dion lebih memilih diam dibanding menjelaskan semuanya padanya. Mengingat hal itu membuat Shafa menjadi sedih. Lagi-lagi wanita itu kembali meneteskan air matanya. Mengapa takdir setega ini padanya? Apakah ia tak berhak hidup bahagia? Oh Tuhan ingin rasanya Shafa menyusul kedua orangtuanya yang sudah tenang di surga. El sendiri sempat melirik sekilas. Bukan ia tidak tahu jika Shafa menangis, hanya saja El tidak mau ikut campur terlalu jauh dengan masalah yang tengah dihadapi Shafa saat ini. "Temani saya ke dalam sebentar Fa," titah El lalu melepaskan seat belt yang melingkar di tubuhnya. "Maaf Pak, saya di sini saja," tolak Shafa halus. Ia tak mempunyai tenaga saat ini bahkan hanya untuk berjalan sekalipun. Tubuhnya terlalu lemas saat harus menerima kenyataan pahit ini. El menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju. "Saya mau makan dulu Fa, kamu nggak mungkin saya tinggal di mobil sendiri." Pria itu lalu membuka pintu mobilnya. "Ayo ikut saya," ajak El lalu menutup pintu mobilnya pelan. Shafa menghembuskan nafasnya berat, mau tak mau ia pun harus menuruti ucapan El lagi. "Baik Pak," ucap Shafa lalu mengikuti langkah kaki El dari belakang. Tiba di restoran cepat saji. El meminta Shafa untuk mencari tempat duduk lebih dulu, sementara pria itu tampak mengantri hendak memesan makanan. Tak butuh waktu lama El pun sudah datang dengan membawa beberapa makanan cepat saji yang ia pesan tadi. "Minum dulu Fa," ucap El lalu menaruh ice cream tepat di hadapan Shafa. "Orang bilang makan ice cream bisa bikin hati sedikit tenang. Cobalah Fa." El tampak tersenyum tipis saat mengucapkan hal itu. Pria itu lalu mengambil setangkup burger dan memakannya perlahan. Shafa pun mengangguk. "Makasih Pak," ucapnya lalu menyendok ice cream tersebut dan memakannya. Sejujurnya ia pun tidak bernafsu makan apapun saat ini, semuanya Shafa lakukan demi menghargai El yang sudah berbaik hati padanya. Hening, keduanya sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Hingga di menit berikutnya Shafa pun mendengar suara seorang pria yang ia yakini mirip sekali dengan suara suaminya, Dion. Secepat kilat netra Shafa pun menoleh ke arah dua orang yang berada tepat di belakangnya. "Mas Dion," gumam Shafa lirih dengan suara yang kembali bergetar menahan tangis. Ia melihat dengan jelas bagaimana Dion memperlakukan wanita itu dengan lemah lembut. Hatinya hancur berkeping-keping saat melihat Dion mengecup dan mengusap perut buncit wanita itu dengan sayang. Shafa kembali menggelengkan kepalanya samar, berharap penglihatan salah. Masih dengan terisak Shafa pun berharap pria itu bukan suaminya melainkan seseorang yang memang mirip dengan Dion. "Astagfirullah Mas Dion, apa yang kamu lakukan Mas? Aku kira kamu akan sadar dan merenungi kesalahan mu ternyata perbuatanmu semakin menjadi," gumam Shafa bersedih dalam hati. Tenggorokannya mendadak tercekat, seperti tercekik seutas tali saat dengan mata kepalanya sendiri melihat tingkah sepasang kekasih yang berada tepat di belakangnya. dimana Dion yang tengah menyuapkan makanan pada wanita itu. Sungguh hati Shafa pun terasa perih menyaksikan hal itu, tubuhnya lemas seketika ingin menghampiri keduanya namun apa daya Shafa tak mempunyai kekuatan apapun. Yang bisa Shafa lakukan saat ini hanyalah menangis meratapi nasib hidupnya yang terlihat mengenaskan ini. Sementara El yang penasaran pun langsung mengikuti arah pandang Shafa dan betapa terkejutnya El saat melihat suami dari rekan kerjanya ini tengah bermesraan dengan wanita lain di tempat umum. El yang geram pun langsung beranjak dari duduknya hendak menghampiri pria itu yang diyakini sebagai suami dari Shafa, rekan kerjanya. "Jangan Pak," ucap Shafa lalu memegang erat pergelangan tangan El, wanita tampak menggelengkan kepalanya pelan. Meminta El untuk tidak menemui apalagi menegur suaminya itu. Jujur saja Shafa tidak ingin membuat masalah di tempat ini. El terlihat menghela nafasnya kasar. "Baiklah, kalau gitu kita pergi sekarang," ajak El lalu menarik pelan jemari Shafa agar bangkit dari duduknya. Tanpa menunggu lama El pun menggenggam erat jemari wanita itu dan mengajaknya keluar dari restoran.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook