bc

PRESMA : Terlanjur Mencinta

book_age16+
1.1K
FOLLOW
8.3K
READ
family
arranged marriage
manipulative
badboy
heir/heiress
drama
bxg
campus
enimies to lovers
tricky
like
intro-logo
Blurb

(parent story of Suami Bayaran)

...

Deket – Baper – Pacaran, biasanya hubungan masa muda itu tak pernah lepas dari hal-hal tersebut. Namun bagaimana jika perasaan yang tumbuh membawamu pada perasaan yang ternyata lebih dalam daripada sekedar cinta masa muda? Dan juga membawamu pada sebuah masalah yang membuatmu terjebak dalam hubungan yang tidak di duga?

Semua itu dirasakan Jihan. Bermula dari hubungan palsunya dengan Alvin, demi menghindari masalah. Namun ternyata tanpa sadar, hubungannya dengan sosok Presiden Mahasiswa yang memiliki kehidupan yang sangat misterius itu, membawanya pada masalah yang lebih besar.

Sampai di titik dimana Jihan harus memilih. Mundur tapi menyakiti perasaan mereka atau maju karena terlajur mencinta?

chap-preview
Free preview
PROLOG
“Alvin!”   “Erlangga!”   “Alvin!”   “Suara terakhir ... Kira-kira nama siapa yang ada di surat suara terakhir ini?” Seru pembawa acara seraya tersenyum lebar. “Calon PRESMA nomor urut satu atau nomor urut dua?”   “Alvin!!! Alvin!!! Alvin!!!”   “Erlangga!!! Erlangga!!! Erlangga!!!”   Seruan dari dua kubu pendukung terdengar menggema, memekakkan telinga. Dari kubu dengan pakaian dinas lapangan berwarna hitam-kuning dan dari kubu dengan pakaian dinas lapangan berwarna merah maroon. Seruan itu tak henti-hentinya terdengar, terlihat memberikan dukungan penuh pada kedua calon Presiden Mahasiswa yang akan segera di putuskan.   . . .   “Tanpa surat suara terakhir pun Alvin udah jelas menang. Bener gak bro?” tanya salah satu dari empat orang yang kini berkumpul di ruang sekretariat BEM Fakultas.   “Jelaslah kecuali suara terakhir itungannya jadi seratus.” Balas pemuda yang sedang memainkan gitar. “Siap-siap deh Ran, bentar lagi anak-anak pasti nyamperin si Alvin.”   Sementara itu seorang gadis yang tengah berada di samping pemuda lain tak menanggapi ucapan mereka. Dia hanya menatap dua orang itu secara bergantian seraya menggelengkan kepala, lalu mengalihkan pandangan pada si pemeran utama hari ini.   “Vin ... gimana perasaan lo?”   Alvin Arsyadinata Jayanegara, salah satu kandidat terkuat calon Presiden Mahasiswa yang kini sudah secara sah mendapatkan suara terbanyak dan sah untuk di lantik sebagai Presiden Mahasiswa. Pemuda itu tak memberi tanggapan apapun, dia hanya diam menatap total perhitungan suara dari layar dihadapannya. Iris matanya tampak begitu dingin, menatap ke arah layar seolah ingin membekukan benda yang menunjukkan hasil pemungutan suara tersebut.   Alvin menang, dengan perbedaan suara sebanyak seratus lima puluh suara dari nomor urut dua. Namun dari wajahnya pemuda itu tak menunjukkan kebahagiaan sama sekali. Alvin justru tampak seperti seseorang yang baru saja kalah, seperti pecundang yang tak siap menerima kekalahan.   “Bro ... elo menang loh! Kenapa gak keliatan bahagia sama sekali?” tanya pemuda berkaus putih.   Alvin tak menanggapi ucapan itu. Alvin hanya menghela nafas panjang kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, lalu memejamkan mata. Lengan kanannya terangkat menutupi matanya yang tertutup, sebuah kebiasaan Alvin untuk menenangkan dirinya sendiri.   “Bro ... .” sebuah rangkulan Alvin dapatkan kemudian diiringi tepukan di bahu beberapa saat.   Sebuah elusan lembut ia terima di bahu sebelum sebuah suara lembut terdengar, suara seorang gadis yang memang satu-satunya berada di tempat itu. “Vin ... anak-anak udah deket. Lo jangan gini. Jangan buat yang lain kecewa liat reaksi lo. Mereka ... udah berjuang bareng-bareng buat lo, mereka udah berusaha buat lo dapet posisi ini. Seenggaknya ... sekalipun lo gak suka. Hargain mereka yang susah payah berjuang.”   Bersamaan dengan itu pintu ruangan BEM terbuka. Segerombolan orang yang merupakan team sukses Alvin datang dengan senyuman penuh suka cita.   “Bang! Selamat! Akhirnya! Fakultas kita bisa menang!”   “Selamat Bro ... seneng banget gue akhirnya Fakultas kita bakalan nunjukkin masa kejayaannya lagi.”   Alvin menegakkan tubuhnya kemudian tersenyum lebar. “Thanks Bro buat bantuannya. Ini juga berkat kerja keras kalian. Tanpa kalian semua gue belum tentu bisa menang. Thanks banget buat semuanya.” Ujar Alvin saat menyalami satu persatu dari segerombolan itu.   “Elo terlalu low profile Vin. Padahal kita tahu, mereka milih lo ya karena kerja lo bagus pas di BEM.”   Alvin terkekeh kecil menanggapi ucapan itu. “Oh ya! Sesuai janji gue, abis dari sini langsung ke Bapers. Gue traktir kalian malam ini. Sepuas kalian.”   Sorakan di ruangan itu terdengar menggema, puas dengan sambutan baik yang ia berikan. “Ran lo siapin makanan enak buat mereka. Bas lo juga bantuin Gibran. Terus elo Laura ... .” Alvin menatap gadis itu kemudian terkekeh kecil. “Mendingan balik deh, entar Bapak lo nyari berabe.”   “k*****t!” Gadis bernama Laura itu melemparkan pakaian dinas lapangan di tangannya ke wajah Alvin. “Giliran seneng-seneng aja lo lupain gue.”   Ponsel Alvin yang tergeletak di meja berdering, pertanda sebuah panggilan masuk. Alvin meraih ponselnya kemudian bangkit. “Gue angkat telepon dulu.”   “Bokap?”   Alvin mengangguk kecil seraya menjauh dari keramaian.   “Hallo Pa.”   “Gimana hasilnya Vin? Kamu menangkan?”   Alvin bergumam kecil. “Iya ... .”   “Good job! Kamu emang gak pernah ngecewain Papa. Buatlah prestasi sebanyak mungkin Alvin. Jangan buat Papa malu.”   Alvin bergumam lagi seraya menghembuskan nafasnya perlahan. “Sudah dulu Pa, Alvin mau ngadain after party sama team sukses.”   “Papa transfer uangnya ya.”   “Gak perlu Pa. Uang Alvin masih banyak. Bye Pa.” ucap Alvin dengan cepat seraya mematikan panggilan tersebut. Panggilan dari ayahnya yang selalu membuat kepalanya hampir pecah.   “Vin ... selamat ya.”   Alvin mendongak menatap seseorang yang tiba-tiba datang dan mengulurkan tangan. Dia Erlangga. Lawannya saat berada di panggung pemilihan. Alvin membalas uluran tangan itu kemudian mengangguk kecil.   “Saya harap setelah ini kita bisa kerja sama.”   “Resmi banget? Santai aja lagi Vin. Thanks atas sambutannya. Gue harap kita benar-benar bisa kerja sama. Majuin BEM Universitas bareng-bareng. Kalo gitu gue pergi ya? Sekali lagi selamat.”   Alvin hanya mengangguk kecil sebelum kembali memasuki ruangan BEM Fakultas. “Ayo ... kita pergi sekarang.”   ***   Sementara di tempat lain seorang gadis tengah melantunkan lagu yang sangat indah di panggung kecil sebuah café. Gadis itu tampak menghayati setiap lirik lagu yang ia nyanyikan, hingga mengabaikan dua orang gadis yang tengah menatapnya dengan girang. Memintanya untuk cepat-cepat turun dari panggung. Sampailah ia pada bagian k*****s lagunya.   Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan Semua tak kan mampu mengubahku Hanyalah kau yang ada di relungku Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta Kau bukan hanya sekedar indah Kau tak akan terganti   (Marcel – Takkan Terganti)   Tepukan tangan dari para pengunjung café ia dapatkan. Setelah menyelesaikan lagu tersebut ia kemudian berpamitan turun dari panggung, yang kini di gantikan oleh penyanyi lain.   “Lama banget ih males!”   “Heh gue nyanyi di café calon pacar lo ya Markonah! Kalo gue kerja kagak bener malu-maluin lo entar.” Balas gadis yang baru saja duduk di hadapan dua gadis itu.   Gadis tersebut. Jihan Aryanda Irawan. Gadis bersuara indah dengan penampilan kasual yang tampak begitu santai.   “Udahlah ribet bener. Lagian Mas Gibran gak ada di sini.”   Jihan memutar bola matanya. “Yaudah ada apaan anjir? Ganggu banget sumpah. Gue lagi nyanyi juga.” Ujar gadis itu.   “Demi apa do’a lo bener-bener terkabul Jihan. Lo bakalan bebas dari Erlangga yang ngeselin itu. Dia kalah! Telak dong. Bedanya lebih dari seratus lima puluh! Gila aja kalo dia ngingkarin janjinya.”   “Serius lo?”   “Seriuslah gila aja! Liat nih!” gadis yang mengenakan hoodie memberikan ponsel yang memperlihatkan hasil pemungutan suara. “Kak Alvin menang telak. Gak bisa di ganggu gugat lagi.”   “AAA ... Yes!!!” Jihan berseru tertahan. Tangan kanannya terkepal ke atas senyumannya merekah sempurna. “Yes yes yes!!! Emang harusnya gini. Kak Alvin yang menang!”   Tanpa mereka sadari tiga pemuda datang, dua diantaranya menatap ke arah Jihan dengan kening mengerut.   “Vin. Kayaknya ada yang lebih seneng elu menang.”    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook