bc

Suami Terbaik

book_age4+
4.1K
FOLLOW
28.7K
READ
drama
sweet
bisexual
genius
female lead
realistic earth
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Pernikahannya Ayla dengan Ergi tanpa dilandaskan cinta pada akhirnya membuat Ayla sangat mencintai Ergi. Namun, di saat cinta itu sedang bersemi, ayahnya yang memaksa Ayla untuk menikah, justru meminta Ergi untuk menceraikan Ayla demi menikahi Sayla, saudara kembar Ayla karena Sayla hamil di luar pernikahan.

Ayah dan ibu Ayla sama sekali tidak marah kepada Sayla yang telah mencoreng nama baik keluarga mereka. Seperti itulah perlakuan kedua orang tua si kembar ini kepada Ayla sejak kecil. Bahwa apa pun yang dilakukan Sayla selalu benar di mata mereka dan apa pun yang dilakukan Ayla selalu buruk bagi penilaian mereka. Hanya Ergi di sebelah Ayla yang sangat mencintai dan menyayanginya. Namun lelaki itu pun harus dimiliki oleh Sayla.

Bisakah Ayla mendapatkan cinta? Akankah Ergi mempertahankan pernikahan mereka atau justru mengikuti perintah bosnya sebagaimana yang biasa ia lakukan?

chap-preview
Free preview
1 | Jodoh di Tangan Tuan Hadi
Terlahir menjadi anak kembar bagiku adalah sebuah musibah. Induk manusia di luaran sana mungkin akan melihat kami sebagai anugerah. Dua gadis identik dibelikan kostum serupa, didandani sama, disekolahkan di satu tempat, dan ke mana-mana selalu berdua. Halah. Semua itu tidak menarik dan aku tak menyukai ide itu sama sekali. Karena punya bokap yang tukang atur, hidupku bagai di neraka. Untung ada Mama yang penyayang walaupun nyokap enggak bisa melawan titah bokap. Mama pun dibilang adil tidak juga. Kadang ada di sisiku, kadang di sisi Sayla. Tapi nyokap tidak sepemaksa bokap. Waktu aku memutuskan keluar dari rumah,  Mama dan Sayla menolak keras. Papa? Lelaki itu tidak peduli. Dan saudara kembarku yang menjadi pusat perhatian bokap akan selalu jadi musuh terbesarku. "Kenapa bukan lo aja yang menikah duluan,  Sayla?" Jariku menunjuk d**a Sayla, saudaraku yang terlahir lima menit setelahku.  "Lo udah selesai kuliah,  udah kerja, sedangkan gue?" Ini tahun terakhirku di universitas. Masih banyak yang ingin kulakukan selepas wisuda. Saat ini jangankan wisuda, aku masih berkutat dengan skripsi yang tak kunjung selesai direvisi. "Pa,  aku enggak mau menikah! Aku ingin kuliah." Walaupun tahu bokap tidak akan mendengar alasanku, aku tetap mengucapkannya. "Sayla aja, Pa. Aku belum siap." Mama menyentuh tangan suaminya. "Mama juga bilang begitu, Pa. Ayla pasti belum bersedia menikah. Tidak ada salahnya menikahkan yang lebih muda terlebih dahulu. Usia mereka pun sama hanya berjarak menit. Bukan hal besar adik mendahului kakak." Mama benar. Enggak ada untungnya menikahkanku sekarang.  Apa yang bisa kulakukan sebagai seorang istri?  Memasak,  mencuci, menyetrika,  membersihkan rumah, mengurus laki-laki,  dan membesarkan anak? Tidak,  aku belum mau. Aku akan mencari orang yang pasti sayang kepadaku dan pandai mengasihi anak. Itu didapatkan bukan dari perjodohan. Memangnya aku ini ayam petelur yang dikawinkan tanpa tanya apa aku suka atau tidak dengan calon suami. "Semua hal yang patut dipersembahkan untuk calon menantu Papa itu ada pada Sayla.  Dia 'kan anak kebanggaan Papa?" Bokap tak mereaksiku. "Apa tujuan Papa menjodohkan aku secepat ini? Papa ingin segera lepas tanggung jawab atasku?" Berat menanyakan ini. Tiba-tiba di dalam mataku ada yang mencoloknya saat menyadari hal itu. Bagaimana kalau betul? Dia capek mengurusku yang seperti ini?  Siapa yang membuatku jadi begini? Sekarang dia akan menyerahkan kewajibannya, yang mana jika aku berbuat salah maka teguran itu bukan lagi tanggung jawabnya,  melainkan pria lain? "Ayla! Ngomong yang benar. Enggak mungkin Papa seperti itu!" tegur Mama. Lihat, mana orang yang tadi membelaku? Sebenarnya aku tahu hasil obrolan sore ini. Keputusannya Papa tetap dengan rencananya. Upaya apa pun yang kulakukan untuk menentangnya sia-sia. Hanya tenaga,  suara, dan emosi yang kukorbankan untuk hal ini. Papa tetap pada pendiriannya. "Kalau Papa menyesal membiarkanku lahir, kenapa Papa enggak buang saja aku ke panti? Demi nama baik Papa? Papa malu punya anak seperti aku?" Orang tua itu berdiri. "Terserah kamu berpikir seperti apa. Kamu tidak bisa membantah perintah Papa." Ternyata sebuah perintah, ya?  Nasibku jauh lebih jelek dari Sitti Nurbaya. "Kamu bisa pilih, menikah atau cari orang tua yang mau menerima semua sifatmu." Jelas, pernikahan ini untuk membuangku. Bokap pergi diikuti istrinya yang sangat setia. Tinggallah anak kesayangan mereka yang beringsut ke sebelahku. Sayla beda sekali denganku. Secara fisik, garis wajah kami sama. Hanya saja Sayla berpakaian tertutup. Rambutnya dia sekap dengan jilbab. Pakaiannya berwarna pucat dan membosankan. Cara bicaranya seperti keong, beraksen lambat sehingga menunggu dia selesai bicara sama saja menunggu datangnya hilal jodoh. Jodoh dia sih,  kalau jodohku kehadirannya sudah dipatok Pak Hadi dengan cepat. "Papa menjodohkan Ayla dengan laki-laki yang baik. Kamu enggak boleh semarah ini,  Ayla. Mana mungkin Papa menikahkan kita untuk melepaskan tanggung jawabnya. Tidak baik berpikiran jelek kepada orang tua sendiri." Sayla yang maha benar pun bicara. Kalau aku mau, aku bisa membekap mulutnya yang bijak itu. Aku tidak butuh nasihat darinya. Yang akan dijodohkan itu aku, bukan dia. Jelas saja dia tidak mengerti bagaimana rasanya kebebasanku dicabut. Menikah aku tidak tahu kenapa satu kata itu terlalu menakutkan untuk dipikirkan. Barangkali aku memang belum siaga menghadapinya. Karena wallahi, aku belum berpikir akan menikah dalam waktu dekat. Aku ini mahasiswa, masih ingin bersenang-senang dengan teman-teman. Aku baru punya rencana untuk menerima Arya setelah wisuda, belajar membuka hati dan melihat apakah dia sesuai kriteriaku menjadi pasangan. "Ergi itu laki-laki baik, penyayang, dan rajin. Dia laki-laki bertanggung jawab." "Kenapa bukan lo aja kalau gitu?" Ah iya,  tentu saja Sayla panik dengan pertanyaanku. Aku telah melupakan satu hal. "Gue akan senang sekali jika lo yang menerima lelaki baik itu,  Sayla. Apalagi lo pernah jadi pacarnya. Lo sudah kenal dia. Atau ... jangan-jangan lo masih cinta dia lagi." "Ayla,  kamu ngaco deh omonganya. Yang pasti Ergi adalah laki-laki yang baik. Kamu akan bahagia karena restu Papa bersama kalian." *** Aku gamang nih. Satu sisi, si iblis bilang aku harus menikah agar Sayla yang mencintai Ergi sakit hati. Sisi lainnya, si malaikat hatiku melarang. Katanya aku akan menderita kalau menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai. Aku harus pilih yang mana? Mengikuti si malaikat, itu artinya aku harus menentang bokap. Apa aku sanggup? Pak Hadi dan segala kuasanya. Mana bisa aku menggagalkan rencana yang sudah dipatenkan itu. Menerima pernikahan, artinya aku akan melihat muka murung Sayla. Tidak ada lagi Sayla dengan wajah ayu nan damainya. Ya iyalah, lo bayangin aja laki-laki yang lo harapkan jadi suami malah nikah sama kakak lo sendiri. Kalau itu aku, mungkin aku enggak akan balik-balik lagi ke rumah. Enggak hadir di acara keluarga. Terkucil atau mengasingkan diri. Aku sudah memutuskan. Aku mengetuk pintu rumah Ergi tengah malam. Sedari turun mobil tadi, rumahnya yang terang benderang terdengar ramai. Kalau tidak salah,  itu pasti Yogi yang sedang meronda. Dia jaga malam saat keluarganya tidur. Kuping Ergi dan Bu Mala sudah kebal sama suara berisik. Beda denganku yang enggak akan bisa nyenyak oleh suara bising seperti itu. Aku cukup sering mampir ke sini sewaktu SMA. Makanya aku bisa tahu. Sebenarnya, Ergi ini teman SMA-ku. Kami dulu mengerjakan tugas kelompok hingga malam di rumah ini. Setelah UN, aku kuliah dan mengekos dekat kampus. Ergi bekerja di perusahaan Papa. Dan sialnya, setiap dua minggu sekali lelaki ini diutus Papa nyupirin aku pulang. Kalau tidak dijemput oleh Ergi, aku tidak akan pernah balik ke rumah. "Ayla." Ergi yang membuka pintu. Matanya merah. Rambutnya berantakan. Adab menerima tamu nol besar. Apalagi yang berkunjung adalah wanita cantik. Masak iya dia hanya pakai kaus dalam saja. Celana pendek tipis pula. Walaupun yang salah bertamu aku di tengah malam. "Masuklah, Ay." Dia mempersilakan aku. Kami melewati ruang tamu tempat Yogi berputar-putar karena acara yang menurutnya asyik. Aku tahu dari Ergi kalau senang, Yogi biasanya  menari, melompat dan berputar sambil bertepuk tangan. "Ada perlu apa malam-malam, Ay?" Ergi menarikkan kursi meja makan untukku. Dia membuka lemari es,  menuang isi botol ke gelas, memberikannya untukku, dan meneguk air dari gelas lainnya. "Memangnya lo enggak bisa nyari pacar sampai terima aja dijodoh-jodohin?" Laki-laki itu meletakkan gelas lalu duduk di hadapanku. "Kalau bisa menolaknya, kabar ini enggak akan sampai ke kamu." Betul sekali. Ergi bisa apa? Aku saja yang sedarah dengan Pak Hadi tidak kuasa menolak 'perintahnya', apalagi Ergi. "Ya kali aja lo nawar Sayla gitu. Bukannya lebih baik lo nikah sama Sayla, mantan lo. Lebih segalanya dari gue. Lo yakin masih mau lanjut, Gi? Sayla itu istri potensial loh. Semua yang laki-laki cari ada di diri Sayla. Walaupun gue punya kelebihan lain sih,  tapi gue enggak cocok sama lo." "Menikah bukan mencari kelebihan lalu mengawinkannya dengan diri kita yang dirasa sudah sempurna. Menikah itu menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya. Menyatukan visi dan misi lalu membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rohmah. Aku tidak mencari istri yang sempurna, Ay. Aku tidak tahu kita bisa berhasil atau tidak,  tapi semua yang kita lakukan dalam hidup ini butuh usaha, Ay. Perjuangan. Aku tidak menolak permintaan--" "Perintah," ralatku. "--karena dia orang tua kalian. Pak Hadi pasti tidak asal memberikan 'perintah'. Tapi aku tidak menganggapnya sebagai perintah, seperti pendapatmu. Pak Hadi itu menyayangimu,  Ay. Dia percaya padaku dan aku tidak akan mengecewakan Papa kamu." Ergi cocok sekali dengan Sayla sebenarnya. Kenapa Pak Hadi malah memberikan lelaki penurut ini kepadaku? Kalau Sayla, dia pasti akan senang sekali. Ergi dan Sayla akan melahirkan generasi lurus yang taat perintah dan mau saja disuruh-suruh tanpa perlawanan. "Gue ada syarat sebelum mengiakan pernikahan ini. Gue mau lo turuti aturan yang akan kita, lo dan gue, rancang." Simpel. Aku hanya akan memberikan tiga batasan, salah duanya adalah dia tidak boleh meminta atau mengajakku berhubungan badan. Amit-amit. Aku tidak bisa membayangkan akan 'begituan' dengan Ergi. Satu lagi, aku tinggal di kos sampai wisuda. Keputusan mutlak. Tidak bisa ditawar apalagi ditolak. Poin ketiga, aku menunggu reaksi Ergi karena dia pasti akan menolak dan membatalkan pernikahan ini. "Setuju." Dia setuju dengan aturanku yang ketiga? Ini Ergi cinta sama aku apa, ya? "Belum." Lelaki itu mengagetkan sekali. Apa dia baru saja menjawab pertanyaanku? "Apa?" "Sekarang sudah. Aku sudah memikirkan tambahannya. Aku hanya akan memberikan dua aturan sebelum aku menikahimu." Kenapa kedengarannya mengerikan? Dia menyerahkan kertas yang telah dia tulis. Empat:  Ergi berhak tahu apa yang sedang dan akan dilakukan dan dirasakan Ayla. Lima:  Pernikahan ini selamanya, sampai mati salah satu dari Ergi atau Ayla. Aku akan menolak. Gila saja apa dia akan menjadi suamiku selamanya? Aku akan menjadi perawan sampai mati gitu? "Ini aturan dariku. Kalau kamu nggak setuju, maka aturan darimu gugur. Kita nggak akan punya kertas ini dan kita akan menjalani pernikahan yang normal. Kamu pilih yang mana?" Kenapa dia mulai menyebalkan? Tapi tenang saja. Gue akan bikin lo menggugurkan sendiri aturan nomor lima. Setahan apa sih lo jadi suami gue? "Kunci mobil kamu mana?" Dia menadahkan tangan. "Tumben?" Dia lekaki terpelit yang kukenal. Masak iya dia akan mengantarkan aku pulang? Aku menyerahkan kunci kepalanya lalu berdiri. Lumayanlah ada yang nyupirin, ngeri juga pulang sendiri malam-malam begini. Dia membuka sebuah pintu kamar ketika tanpa sadar aku mengikuti langkahnya. "Sudah malam banget. Kamu tidur di sini aja. Aku akan mengabari Pak Hadi. Masuklah." Dia ke depan. Sebelum berbaring di sofa sebelah Yogi yang sedang anteng, dia memegang ponselnya. Bicara sebentar lalu merebahkan punggungnya. Tangannya digunakan menutup mata. Aku menyesal sudah positif thinking. Apa boleh buat. Malam ini aku menginap di rumah ini. Di sebelah kamar ini ada bilik satu lagi milik Bu Mala. Dia pasti sedang tidur sekarang. Kututup pintu lalu menguncinya. Berjaga-jaga dari dua laki-laki di rumah ini. s****n, Ergi. Kamar ini terlalu intim dan aku tidak akan bisa tidur. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.4K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.8K
bc

Mas DokterKu

read
238.6K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Pengganti

read
301.7K
bc

Hate You But Miss You

read
1.5M
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook