bc

Stasia Sassy Girl

book_age18+
13
FOLLOW
1K
READ
BE
love after marriage
playboy
arrogant
drama
bxg
genius
campus
tricky
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Setiap sabtu menjadi kegiatan rutin bagi stasia, untuk berpesta bersama dengan teman-temannya, beberapa klub dikota New york sudah pernah ia kunjungi, berpindah dari tempat satu ke tempat yang lainnya, meminum- minuman keras dengan berbagai jenis merk, merokok, dan berjoget selama semalam suntuk.

Hal ini semata-mata ia lakukan sebagai bentuk hiburan dan pelarian, untuk melepaskan kepenatan dalam dirinya, ditengah hiruk pikuk kota New York yang padat, dan membosankan. Semenjak dirinya sudah dinyatakan legal untuk memasuki club, merokok dan meminum-minuman keras, sudah menjadi makanan sehari-hari, bagi gadis berusia 19 tahun itu.

"Hei bisu sini lo! Bawain nih tas sama sepatu gue!" Seru stasia kepada seorang anak laki-laki, bernama finn.

Finn adalah anak laki-laki dari joyce, yang bekerja sebagai pembantu di rumah mewah milik keluarga stasia, finn bisa dikategorikan sebagai laki-laki tampan. Tubuhnya yang atletis, memiliki tinggi 185 cm, dengan berat badan yang proposional, serta hidung mancung, dan matanya yang berwarna hijau tosca, sangat cocok untuk dijadikan bintang film ataupun model. Namun sayangnya ia memiliki keterbatasan fisik, finn adalah seorang tuna wicara.

chap-preview
Free preview
Totally Ruined
Setiap sabtu, menjadi kegiatan rutin bagi stasia untuk berpesta bersama dengan teman-temannya, beberapa klub dikota New york sudah pernah dia kunjungi, berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat yang lainnya, meminum- minuman keras dengan berbagai jenis merek, merokok, dan berjoget selama semalam suntuk. Hal ini semata-mata dia lakukan sebagai bentuk hiburan, dan pelarian untuk melepaskan kepenatan dalam dirinya ditengah hiruk pikuk kota New York, yang padat dan membosankan ini. Semenjak dirinya sudah dinyatakan legal untuk memasuki klub, merokok, dan meminum-minuman keras, keluar masuk dunia malam sudah menjadi makanan sehari-hari, bagi gadis berusia 19 tahun itu. Stasia bisa merasakan kebebasan sesungguhnya, momen yang dia tunggu-tunggu semenjak dirinya masih duduk dibangku SMA, akhirnya dia pun bisa menghambur-menghamburkan uang kedua orang tuanya, kapan saja, dan di mana pun dia mau. Shopping, ke salon, jalan-jalan keluar negeri, apapun bisa dia lakukan, karena ayahnya adalah seorang CEO ternama yang memiliki perusahaan, bergerak di bidang E-Commerce, dan ibunya adalah seorang dokter kulit terkenal, langganan beberapa selebritis hollywood, sekaligus sosialita ternama di kota New York. Matahari pagi mulai terbit, setelah puas berpesta, selama semalam suntuk, stasia melihat finn sedang menggunting dedaunan, di perkarangan depan rumah mewahnya. "Hei bisu sini lo! Bawain nih tas sama sepatu gue!" Seru stasia, kepada seorang laki-laki yang dia lihat, tengah sibuk menjalankan tugasnya. Finn seusia dengan stasia, dia adalah seorang laki-laki berkepribadian tekun, cerdas, berprestasi, baik secara akademik maupun dalam bidang olahraga taekwondo, dia juga sangat gigih dalam bekerja, hal ini dia lakukan semata-mata untuk membantu ibunya. Dia adalah anak laki-laki dari joyce, joyce bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah mewah milik keluarga stasia, finn bisa dikategorikan sebagai laki-laki yang tampan. Tubuhnya yang atletis, memiliki tinggi badan 185 cm, dengan berat badan yang proposional, serta hidung mancung, dan matanya yang berwarna hijau tosca, sangat cocok untuk dijadikan bintang film ataupun model. Namun sayangnya, dia memiliki keterbatasan fisik yaitu tuna wicara. Terlihat wanita paruh baya datang dari arah dalam rumah, dia mengenakan pakaian kemeja hitam bermotif bunga-bunga, berlarian menghampiri stasia yang sedang berada di teras rumah, dia melihat gadis itu dalam keadaan setengah sadar. "Ada apa nona? Biar saya saja yang membantu anda." Tanya joyce, asisten rumah tangga di rumah stasia, bertanya kepada majikan mudanya itu. "Bilang ke si bisu, bawain nih tas sama sepatu gue!" Ucap stasia kepada joyce, dengan nada kesal dan menunjuk barang-barang tersebut menggunakan kaki. Stasia pun masuk kedalam rumah, menyusuri setiap anak tangga lantai dua rumahnya, untuk menuju ke kamarnya. "Baru kerja udah nyusahin aja!" "Lagian ngapain sih, papah sama mamah pake terima mereka kerja di sini?!" Sesampai dikamar, stasia merebahkan diri di atas kasur miliknya, yang berukuran king size, dengan seprai berwarna putih, dan terdapat kelambu. dia meletakkan bantal kesayangannya pada kepala dan juga kakinya, tak lupa dia menarik selimutnya hingga menutupi area perutnya. Sesaat ingin beristirahat, terdengar suara ketukan dari arah luar pintu kamarnya. "Ah, siapa sih? baru juga mau tidur!!!" "Masuk." Ucap stasia dengan jengkel, dia mengusak-ngusak kedua kakinya, merasa sebal karena jam istirahatnya menjadi terganggu. "Hei, mau ngapain kamu?!" Seru stasia, matanya pun melebar, dia dengan cepat-cepat menarik selimutnya, agar bisa menutupi seluruh badannya, karena pakaian yang dia kenakan sewaktu pesta semalam terlalu terbuka, hingga siapa pun bisa melihat area paha dan juga dadanya. "maaf, tadi kamu yang menyuruhku untuk masuk." Dengan menggunakan bahasa isyarat, finn mencoba meminta maaf kepada stasia, sembari mengalihkan pandangannya. "Mamah!" Stasia berteriak kesal, teriakan gadis itu pun sungguh memekakan telinga, hingga membuat finn menutup kedua telinganya menggunakan kedua tangan, dia tidak tahan saat mendengar suara stasia, yang terdengar begitu melengking saat berteriak-teriak memanggil ibunya. Lorene menghampiri stasia, dia pun menjadi panik, ketika mendengar suara teriakan anak gadisnya tersebut, berteriak-teriak memanggil-manggil namanya. "Duh! Ada apa sih Stas?" "Pagi-pagi, udah teriak-teriak aja?!" Ucap Lorene, sembari memakai anting yang akan dia pasang di kedua kupingnya. Finn langsung membungkuk, ketika melihat Lorene mendatangi kamar anaknya. "Ada apa dengan stasia?" Tanya nyonya Lorene kepada Finn, yang terlihat berdiri, dan hanya terdiam mematung. Lorene melihat raut wajah anaknya dari balik pintu, terlihat begitu kesal. "Tuan Hudson menyuruh saya untuk mengantarkan teh ini." Ucap finn, sambil menggunakan bahasa isyarat dengan gerakan kedua tangan-nya. "Biar saya saja, yang meletakkan teh ini." Nyonya Lorene mengambil alih nampan yang dibawa oleh Finn, untuk dia letakkan di atas meja nakas, dekat dengan kasur Stasia. "Maafkan anak itu, mungkin dia belum terbiasa dengan kehadiran kamu di sini." Nyonya Lorene tersenyum, meminta maaf atas perlakuan anak gadisnya kepada Finn. "Tidak apa-apa..." Finn tersenyum sambil memberikan tanda gerakan tangan, dan gelengan kepala, bawasannya tidak menjadi masalah untuknya. "Baiklah, saya akan mengerjakan tugas yang lain dahulu, dan kalau anda membutuhkan sesuatu lagi, katakan kepada saya, karena saya masih bisa mendengar anda." "Oke, terima kasih Finn." Nyonya lorene meletakan teh hangat, yang sudah dibuatkan oleh Finn untuk stasia, di atas meja nakas. "Hei sayang, kamu gak boleh gitu dong nak." Lorene mengelus-ngelus lembut, surai rambut Stasia. "Lagian ngapain sih, mamah sama papah memperkerjakan mereka? Bukannya membantu malah nyusahin." Ucap stasia yang sedang terduduk di atas kasurnya, sembari memasang raut wajah yang cemberut. Lorene pun menggengam tangan anaknya, dan memberikan nasihat kepada stasia. Meski Tuan Hudson, dan Nyonya Lorene adalah orang yang kaya raya, dan memiliki harta yang melimpah, tak serta merta membuat mereka menjadi pribadi yang sombong, baik Hudson maupun Lorene, sering kali menjadi donator tetap di beberapa yayasan, untuk memberikan donasi berupa sejumlah uang kepada setiap orang-orang yang membutuhkan. Tetapi tidak dengan Stasia, kedua orang tuanya pun keheranan, dan tidak mengerti, mengapa anak gadisnya itu tumbuh menjadi pribadi yang sangat angkuh, dan juga sombong. "Iya aku tau." "tetapi kita seharusnya memperkerjakan orang-orang yang bener-bener bisa membantu kita dong mah." Ucap Stasia sembari meneguk teh hangatnya. "Lama-lama, kamu juga akan terbiasa kok." "Mamah sama papah punya alasan tersendiri, mengapa bisa memperkerjakan Finn di sini." Lorene beranjak dari atas kasur stasia, karena dia akan bersiap-bersiap, untuk menjalankan rutinitas sehari-harinya sebagai dokter kulit, di rumah sakit miliknya, yang terletak di wilayah Westmount. "Apa alasannnya?" Tanya Stasia penasaran, kali ini stasia menatap ibunya. "Nanti kamu akan tau sendiri." Lorene pun pamit, dia mengelus-ngelus lembut kedua pipi anaknya. Tidak mendapat jawaban apapun dari ibunya, Stasia memilih tidak peduli, dia pun memilih untuk kembali tidur, karena dia merasakan kepalanya sudah pening, akibat efek minuman alkohol yang dia tenggak semalam. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, alarm yang dipasang oleh stasia pun sudah berbunyi. 8 jam sudah dia tertidur dengan pulas dan nyenyak. "Hoam, duh pusing." Keluh Stasia, dia mengurut-urut kepalanya, lalu membuka laci nakas disamping kasurnya, untuk mengambil kotak yang berisi obat-obatan, dia pun menegak 1 pil obat pereda nyeri sakit kepala. Stasia beranjak dari atas kasurnya, menuju ke kamar mandi untuk cuci muka, dan menggosok gigi di wastafel, dia membuka lemari pakaian besarnya, hari ini dia mengenakan baju croptop, celana legging, dan menguncir rambut panjangnya dengan style ponnytail, tak lupa dia mengenakan topi hitam. "Oke, saatnya olahraga!" Seru Stasia membuka pintu kamarnya, dan bergegas untuk turun ke lantai satu rumahnya. "Heh! Ambilin gue botol minum dan isiin air dingin, gue mau jalan-jalan sore." Perintahnya kepada Finn yang terlihat berada di pantry, laki-laki itu terlihat sedang mengelap-ngelap piring basah, menggunakan kain lap. Finn pun mengangguk, dan mengambil botol yang terbuat dari plastik, untuk dia tuangkan air putih dingin, sesuai yang diperintahkan oleh Stasia. "Ini nona." Ucap Finn. Stasia beranjak pergi begitu saja, tanpa mengucapkan kata-kata terima kasih kepada Finn. Hari ini tampak langit cerah, hawanya tidak begitu panas, tetapi juga tidak begitu dingin, taman kota sangat cocok bagi orang-orang yang ingin menikmati waktu sore, dan pada hari weekend taman kota biasanya selalu ramai, dengan orang-orang yang terlihat hanya sekadar untuk berjalan-jalan di area taman, sambil membawa hewan peliharaan, berolahraga, ataupun hanya sekadar untuk duduk-duduk santai di area taman. Berbagai kegiatan itu pun, tak luput juga dilakukan oleh stasia, entah setiap sabtu atau minggu, Stasia rutin berolahraga ataupun hanya sekadar melakukan jalan-jalan sore, sambil menghirup udara bersih kota New York. Memasangkan Airpods di kedua telinganya, dia menyetel musik dari penyanyi The Weeknd berjudul Blinding Lights, untuk menambah semangatnya dalam berolahraga, dengan membawa sebotol air yang berada di tangan kirinya, stasia berlari mengelilingi area taman kota. Setelah berlari mengitari taman selama 30 menit, stasia duduk untuk beristirahat, dibangku taman, sembari meminum air putih yang tadi dia bawa dari rumah. Mengetuk-ngetukkan kakinya sesuai nada lagu yang dia dengar melalui airpodsnya, dia menutup kedua mata, dan menjemurkan badannya, di bawah sinar matahari. Stasia tidak menyadari bahwa Finn sedang mencari-cari keberadaanya, setelah beberapa kali mengelilingi taman kota, akhirnya Finn bisa menemukan stasia yang tengah duduk dibangku taman, dekat dengan air mancur, dia melihat gadis itu sedang memejamkan kedua matanya, sembari menikmati semilir angin pada sore hari. Setelah mengetahui keberadaan Stasia, Finn pun berlari menghampiri Stasia, dia menarik tangan kanan stasia, sehingga membuat gadis itu pun terperanjat. "Apa-apaan sih lo?!" Mata stasia terbelalak, dan pupil matanya pun melebar, dia merasa kesal karena secara tiba-tiba, Finn menarik tangannya. "Nona harus segera pulang!" Perintah Finn, dia memberitahu Stasia, menggunakan bahasa isyarat dengan kedua tangannya, bulir keringat mulai bercucuran, membasahi kening, dan juga tubuhnya, Finn merasakan kelelahan, entah sudah beberapa kali, dirinya mengitari area taman kota untuk mencari-cari keberadaan stasia, yang sedari tadi sangat sulit dia temui. "Anda harus segera pulang." Finn mencoba menjelaskan kata demi kata, dengan bersusah payah, menampilakan berbagai gerakan tangan, dan bahasa tubuh, agar stasia dapat mengerti perkataan, serta maksudnya, namun Stasia tetap tidak mengerti maksud dan perkataan Finn. Finn berusaha mencari-cari akal, dia pun merogoh kantung celananya, untuk mengambil handphone miliknya, namun sayangnya ponselnya tertinggal di rumah, dia menggaruk-garuk kepalanya, sembari menyeka bulir keringat yang menetes di dahinya, dia pun kehabisan akal, dengan cara apalagi dirinya menyampaikan maksud, dan tujuannya kepada stasia. Stasia hanya terdiam, menampilkan wajah yang sinis, dia pun bingung dan tidak mengerti maksud dan tujuan Finn, mengapa laki-laki itu tiba-tiba datang menghampirinya, dan menunjukkan gelagat yang sangat aneh. "Ngapain sih lo? Pulang angsana!" "Gak jelas." Ucap stasia, kembali memasang airpods ke kedua kupingnya. Tidak mau kehabisan akal, akhirnya finn memilih cara lain, dia pun menggendong tubuh mungil stasia, dan segera membawa gadis itu untuk pulang. "Hei?! lepasin!!!" Stasia berteriak histeris, memukul-mukul tubuh Finn, agar laki-laki itu mau melepaskannya. Teriakan histeris stasia mengundang perhatian orang-orang disekitar taman kota, terutama 2 orang polisi, yang biasa berkeliling untuk berjaga-jaga di taman kota. "Hei... Hei... Ada apa?" "Lepaskan gadis itu!" Seru dua orang polisi kepada Finn, kedua orang polisi itu melihat Finn, terlihat seperti seseorang yang akan menculik seorang gadis. Langkah finn terhenti, saat dua orang polisi menghadang jalannya, dia menurunkan stasia dari gendongannya. Dengan sigapnya, salah satu polisi mencoba melindungi stasia, dia pun menarik tangan gadis itu, untuk memberikan perlindungan, stasia yang sedang berdiri di belakang punggung salah satu polisi itu pun terlihat ketakutan, dan polisi lain pun mulai menginterogasi Finn. Finn mengangkat kedua tangannya, mengisyaratkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena dirinya tidak akan mencelakai Stasia. dia berusaha berbicara kepada kedua polisi tersebut, dia mengatakan kepada kedua orang kepolisian itu, bahwa dirinya memiliki keterbatasan dalam berbicara dengan orang lain. Kedua polisi itu pun bingung, karena tidak bisa mengerti perkataan yang keluar dari mulut finn. "Apakah kamu tidak bisa berbicara?" "Kemungkinan dia tunawicara jack..." Ucap salah satu polisi kepada temannya. Finn mengangguk, membenarkan bahwa dia tidak bisa berbicara, dan dia mecoba menjelaskan kepada polisi itu dengan isyarat pulpen. "Apakah kamu mempunyai pulpen?" Finn menggerakan tangannya, sebagai isyarat menulis. Kali ini polisi pun mengerti maskud Finn, polisi berambut pirang bernama Jack pun menyerahkan pulpen, yang berada disakunya kepada pria bertubuh tinggi itu. Finn segera menuliskan maksud, dan tujuannya di tangan menggunakan pulpen dengan terburu-buru. "Aku harus segera membawa gadis ini pulang." "Karena ibunya mengalami kecelakaan, dan aku adalah seorang pekerja, dirumah milik keluarga gadis ini." Tulis Finn. Jack yang sedang menginterogasi Finn pun bergegas, memberitahukannya kepada stasia. "Sebaiknya kamu pulang, laki-laki itu mengatakan bahwa ibumu mengalami kecelakaan." "Apa? Mamah kecelakaan?!" Stasia terbelalak, dan sekujur tubuhnya pun terasa kaku, setelah mendengar perkataan polisi tersebut. Polisi mengantarkan stasia dan finn untuk ke rumah sakit, di mana tempat ibunya stasia dirawat. 5 menit perjalan stasia berlari memasuki lorong rumah sakit, menuju ke meja informasi, untuk bertanya kepada perawat yang ada di angsana, mengenai keberadaan dan kondisi ibunya saat ini, diikuti oleh finn yang setia mengikuti Stasia dari belakang. "Stasia?" Hudson memanggil anak gadis kesayangannya, dengan deraian air mata yang membasahi kedua pipi pria paruh baya itu, dia memeluk anak gadis satu-satunya itu kedalam dekapannya. "Ada apa pah? Mana mamah?" Ucap stasia mencari-cari di mana ibunya. Dengan nada yang terbata-bata, Hudson memberitahukan kondisi istrinya, yang sudah tiada kepada anak gadis satu-satunya itu. "tidak mungkin pah! tidak mungkin!" Tangis stasia pun pecah, setelah mendengar perkataan ayahnya, dia berteriak sekencang-kencangnya, hingga suaranya pun bisa terdengar keluar rumah sakit. Gadis itu terduduk, karena dia merasakan lutut dan tubuhnya terasa lemas, dia masih tidak percaya dengan kematian ibunya secara mendadak, padahal baru tadi pagi ibunya menemuinya dikamar, dan memberikan nasihat kepadanya. Finn dan Joyce yang berada dibelakang Stasia tidak bisa berbuat apa-apa, dia turut perihatian dan hanya bisa ikut merasakan bagaimana sedihnya, ditinggal orang yang mereka sayang. "Mamah! Please stasia mohon jangan pergi mah!" Rintih stasia, memukul-mukul kepalanya dengan kencang, menggunakan kedua tangannya. Tuan hudson meraih tubuh mungil anak gadisnya yang terlihat lemas, dan tidak berdaya itu kedalam dekapannya, dia menahan tangan stasia agar tidak menyakiti dirinya sendiri. Stasia mengantarkan ibunya ke peristirahatannya yang terakhir, keluarganya memutuskan untuk membawa jenazah ibunda Stasia, untuk dimakamkan bersebelahan dengan makam neneknya. "Selamat jalan mah... Doakan stasia, akan segera menyusul mamah ke surga." Ucap stasia, dengan wajahnya yang tampak membengkak, entah sudah berapa lama, kemarin dan hari ini dia menangis. Gadis itu meletakan bunga mawar putih, dan bunga anyelir didekat batu nisan milik ibunya. Hudson yang menunggu putrinya di dalam mobil hanya bisa tertunduk, dia melihat mata anaknya yang begitu sembap, berjalan masuk kedalam mobilnya. Selama perjalanan stasia hanya terdiam, tanpa mengeluarkan satu kata pun, dia menggigit jari jempolnya memandangi pepohonan, dan gedung tinggi kota New York. Melewati gedung Horizon, dia kembali meneteskan air matanya, dia kembali teringat, jika di gedung itulah, biasanya Lorene menjalankan aktivitas pekerjaannya, sebagai seorang dokter kulit. "Mah, dunia stasia sudah hancur mah..." Gumam stasia pelan, dengan memejamkan kedua matanya, dia menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Sedari kecil dia tidak pernah bisa membayangkan, bagaimana jadinya, kalau jika salah satu dari kedua orang yang paling dia sayangi, pergi mendahalui, dan meninggalkannya untuk selama-lamanya. Hari ini, dia pun bisa merasakannya, bagaimana dunianya terasa seperti mau runtuh. Hudson tidak pernah berhenti memeluk Stasia, laki-laki paruh baya itu mengetahui betul, bagaimana sang putri sangat mencintai kedua orang tuannya, terutama ibunya. Sahabat stasia bernama Joy dan Ariana, mereka berteman sejak lama, saat mereka sama-sama masih duduk dibangku sekolah dasar, selalu setia menemani stasia kapan pun, dan di mana pun, Joy dan Ariana selalu ada, baik suka maupun duka. Mereka selalu ada untuk Stasia, dan Stasia selalu ada untuk sahabat-sahabatnya. "Sebaiknya kalian pulang saja, karena ini sudah larut malam." "Pasti orang tua kalian akan khawatir." Ucap Hudson kepada semua teman-teman stasia. "Dan terima kasih banyak karena kalian sudah datang." Ujar Hudson, kepada rekan-rekan kerja istrinya, dan rekan kerjanya dari kantor Succeso. Teman-teman dan juga rekan-rekan Hudson dan Lorene pun silih berganti, pergi meninggalkan rumah milik Hudson, terkecuali sahabat Stasia, yaitu Joy dan Ariana. Stasia mengurung diri di dalam kamar, dia berbaring dan terus melamun, sembari memeluk foto ukuran 20 x 30, yang menampilkan gambar wajah ibunya, yang tengah menggendongnya saat Stasia masih kecil. Joy dan Ariana ikut berbaring disamping stasia, mengelus-ngelus surai rambut panjang temannya itu, serta menepuk-nepuk halus punggung stasia, mencoba menenangkan, serta memberi kekuatan untuk Stasia. "Kalian lebih baik pulang, biar om yang menjaga stasia, kasian kalian terlihat lelah, dan besok kalian sudah mulai kuliah kan?" "Iya om, tetapi tidak mengapa-mengapa kok." Ucap Joy. "Iya, kita bisa tidur di sini bertiga sampai besok pagi, om tidak perlu khawatir ya." Sahut Ariana yang menggengam erat tangan Stasia. Joy dan Ariana meminta izin satu hari lagi, untuk menginap, mereka ingin menemani Stasia sampai besok malam, kedua gadis itu tidak tega, jika harus meninggalkan Stasia seorang diri, mereka makin khawatir, karena Stasia tak kunjung mau makan ataupun minum. "tidak usah kalian pulang aja, gue bisa sendiri." Ucap Stasia singkat, dengan menampilkan wajah yang datar, tanpa ekspresi. "Tetapi Stas..." Joy dan Ariana sedikit kaget mendengar perkataan temannya itu, karena tidak biasanya stasia sejutek ini kepada mereka. Tetapi kedua gadis itu memakluminya, karena kemungkinan Stasia sedang terbawa oleh suasana. "Pergi!!!" Teriak Stasia, suaranya pun terdengar parau, akibat tangisannya sejak kemarin tidak kunjung berhenti. "Cepet! Pergi kalian, pergi!!!" Stasia memukul-mukul kepalanya. Hudson merangkul pundak Joy dan Ariana, untuk menggiring kedua sahabat Stasia itu pergi keluar kamar. "Maafkan Stasia ya, om minta maaf." Ucap Hudson, merasa tidak enak hati dengan kedua sahabat putrinya itu. "Iya gak apa-apa kok om, kita bisa maklumi." "Kita pamit pulang ya om." "Iya... Iya... Sekali lagi terima kasih, sudah mau menemani Stasia malam ini, maaf om langsung tinggal ya." Senyum Hudson, dan langsung menghampiri Stasia, agar anak gadisnya itu tidak memukul-mukul kepalanya lagi. "Biar saya antar non." Seru Joyce kepada Joy dan Ariana. Finn yang berada dibelakang Joyce turut mengantarkan kedua teman Stasia. Ariana dan Joy pun dibuat terpesona, ketika melihat ketampanan Finn. Finn hanya bisa menunduk, karena dia merasa, kalau saja kedua gadis ini mengetahui jika dirinya memiliki keterbatasan fisik, kedua gadis itu kemungkinan akan menjadi ilfeel, setelah mengetahui kekurangan yang dimilikinya. Reaksi yang sama, sewaktu pertama kali Stasia melihat dirinya. Sebenaranya dia tidak masalah dengan keterbatasan fisik, yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. dia pun sudah bisa berdamai dengan dirinya, namun ketika melihat wajah ibunya, yang masih suka merasa sedih ketika anaknya dihina, membuat Finn jauh merasa lebih tersakiti. Ibu mana yang mau anaknya disakiti, apalagi dihina mengenai kekurangan fisik yang dimiliki anaknya, tetapi dengan sifat tegar, dan sifat Finn yang selalu positif thingking, dia selalu berusaha meyakinkan ibunya, bahwa tidak menjadi masalah jika dirinya dihina, tetapi dia paling tidak suka jika sampai, ibunya yang dihina oleh orang lain. Finnn menganggap, kekurangan fisiknya tidak menjadi halangan untuknya dalam meraih cita-cita, semua orang pantas untuk hidup, dan meraih kesuksesan di kehidupannya masing-masing, karena di dalam diri seseorang, pasti memiliki kekurangan dan juga kelebihan, Finn tidak pernah menganggap sebuah kekurangan yang dimilikinya, akan menghalaginya menuju kesuksesan. "Bye..." Seru Joy, melambaikan tangannya dengan centil ke arah Finn. Finn menutup pintu mobil yang ditumpangi oleh kedua teman Stasia, dia pun membungkuk dan tersenyum ramah, saat mobil itu pergi berlalu meninggalkan rumah milik tuannya. Joyce yang berada disampingnya pun tersenyum, ketika melihat Finn digoda oleh teman-teman Stasia, dia mengelus-ngelus lengan Finn. "Sudah saatnya kamu mempunyai kekasih lagi." Ucap Joyce, dengan menggunakan bahasa isyarat tangan kepada anak laki-lakinya itu. Finn pun menunduk malu-malu, dengan menampilkan seutas senyuman di garis bibirnya, sembari menggaruk-garuk leher kepala belakangannya, karena selama ini Finn belum pernah merasakan jatuh cinta lagi, semenjak dia memutuskan hubungannya dengan kekasihnya terdahulu di desa Orhill, daerah di mana tempat dirinya dan Joyce tinggal, sebelum akhirnya mereka pindah ke kota. Gadis tersebut mantan pacar Finn, cinta pertamanya yang juga memiliki keterbatasan fisik. Namanya Ayana, gadis itu terlahir dalam keadaan tidak bisa melihat. "Stas... Papah mohon, kamu berhenti menyakiti diri kamu sendiri nak!" Hudson kebingungan, kali ini dia pun putus asa dalam menghadapi Stasia, yang terus-terusan berteriak histeris, dan terlihat makin menyakiti dirinya sendiri. Joyce dan Finn menghampiri Hudson dan anak gadisnya itu di kamar, mereka makin khawatir ketika mendengar teriakan Stasia yang makin lama makin terdengar histeris, gadis itu tidak pernah henti-hentinya berteriak, dan memecahkan barang-barang yang ada di dalam kamarnya. Begitu menuju kamar Stasia, Finn dan Joyce pun dibuat terkejut, saat stasia memegang sebilah pisau, mencoba untuk menyakiti dirinya sendiri, dan Hudson terlihat berusaha, dan bersusah payah untuk mengambil pisau tersebut dari tangan Stasia. "Papah mohon jangan lakukan itu nak, papah sayang Stasia..." Ucap hudson, dengan nada yang terdengar frustrasi, saat menghadapi anaknya. "Pergi kalian! Pergi." "Stasia mau nyusul mamah!!!" Ucap stasia, sembari memegang pisau. Joyce terlihat panik dan bingung, harus melakukan apa, dia menutup mulut dengan kedua tangannya, karena merasa iba dengan anak gadis yang sedang ada dihadapannya itu, dia tidak menyangka, kalau Stasia akan melakukan hal yang tergolong nekat seperti ini. Finn pun tidak tinggal diam, dan ikut membantu Hudson, dengan perlahan dia mencoba mengambil pisau yang berada di tangan stasia, jika sudah dilihatnya tangan stasia melemah dalam mencengkram pisau, maka Finn akan dengan sigap mengambil pisau tersebut dari tangan stasia.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
13.7K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.3K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.2K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.0K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.4K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.2K
bc

Pengganti

read
301.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook