bc

Life for Marriage

book_age18+
3.4K
FOLLOW
18.3K
READ
CEO
drama
comedy
sweet
city
like
intro-logo
Blurb

Dua orang yang memiliki karakter yang berbeda harus menikah karena suatu hal yang tak terduga. Tanpa cinta, dan hanya sebatas keterpaksaan.

Bagi Alana, kehidupan pernikahan memang tidak mudah, apalagi harus menikah dengan pria yang tidak dicintai tanpa rencana sebelumnya.

Raffi Soeteja, menikah itu bagian dari hidup. Jadi, walaupun terpaksa ia harus lakukan walaupun itu mencintai wanita cantik namun keras kepala yang membuatnya harus menikahinya.

https://www.wattpad.com/315253251-life-for-marriage-e-book-playbook-prolog

chap-preview
Free preview
One
''Nat, baju gue mana?'' Tanya seorang wanita cantik pada asisten pribadinya yang bernama Natya. Dia adalah Alana Atmaja, wanita cantik di usianya yang menjelang tiga puluhan. Memiliki karir sebagai seorang model ternama di Indonesia, mengantarkan mantan putri Indonesia itu menjadi selebriti papan atas dalam negeri. ''Ini.'' Natya menyerahkan gaun bewarna navy. Alana mengambilnya dengan ucapan terimakasih. Walaupun Alana termasuk orang kaya dan terkenal, ia tidak pernah lupa mengucapkan terimaksih pada asistennya yang merangkap menjadi sahabatnya sekaligus. ''Iye, udah cepat sana ganti baju!'' seru Natya tak sabar. Membuat Alana memutar matanya malas, dan bergegas memasuki kamar mandi. Alana menutup pintu kamar mandi, lalu mulai membuka bathrobe, dan menggantinya dengan gaun yang menjuntai indah di tubuh tinggi modelnya. ''Perfect.'' Ucapnya percaya diri di depan cermin ketika gaun yang ia gunakan terlihat menakjubkan di tubuhnya. Tidak menunggu lama, Alana kembali keluar dan mendapati Natya yang sudah menunggunya. ''Cantik, tinggal dipoles dikit pasti tambah luar biasa.'' Suara Natya ketika melihat tampilan yang terlihat berubah karena gaun yang Alana gunakan. Alana hanya tersenyum sebagai tanggapan, dan mulai berjalan lalu kembali merias sendiri wajahnya yang belum sempurna riasannya. Bagi Alana, merias wajahnya sendiri lebih membuatnya percaya diri, dari pada dirias oleh orang lain. ''Lipstick Dior  gue, mana?'' Natya yang mendengar itu, seolah tahu dan pergi entah kemana dan kembali lagi dengan apa yang Alana butuhkan. Dan sebagai pelengkapnya Alana memoleskan lipstick pada bibirnya. Sedangkan Natya, kembali melakukan pekerjaan tertundanya pada rambut panjang Alana yang sedang ia gelung hingga menampilkan leher jenjang putih milik Alana. ''Perfecto, pasti lo akan jadi the most wanted actress malam ini.'' Ujar Natya yang hanya dijawab  deheman dari Alana. Dan yah Alana akui dirinya tampil cantik malam ini. ''Thanks, pujiannya Nat. Oh iya, lo ikut gue masuk atau langsung balik kesini lagi?'' Tanya Alana dengan memasang stiletto hitam setinggi 12 cm, yang membuat penampilannya semakin sempurna. ''Ikut lo masuk, terus balik lagi kesini. Gakpapa kan, gue tinggal lo.'' ''Okey, gak masalah. Yang terpenting ponsel lo harus aktif.'' Kata Alana dengan kembali bercemin, sebelum keluar dari kamar hotel yang ia sewa malam ini. * * * Alana dan Natya keluar dari hotel, dan menuju tempat diadakannya pesta malam ini. Tepatnya acara penghargaan untuk festival film terbesar di negeri ini. Alana menaiki mobil yang disediakan pihak panitia, untuk mengantarkannya di tempat acara berlangsung. Hanya lima menit, dan Alana sudah sampai di tempat acara. Alana turun dibantu oleh Natya, dan berjalan di atas karpet merah dengan anggun.  ''Alana, pose dulu dong!!'' teriak salah satu wartawan wanita pada Alana. Alana mengangguk, dan berdiri di depan beberapa wartawan yang siap membidik penampilannya malam ini. ''Bagus, awesome Alana." Puji  wartawan itu, yang hanya Alana jawab dengan senyum manis. Setelah beberapa pose Alana tampilkan, Alana kembali berjalan. "Alana, wawancara dulu boleh?" Tanya tiga orang wartawan yang sudah mencegatnya begitu saja. alana berhenti, lalu menatap Natya yang mengangguk kecil padanya. "Lima menit saja, okey." Suara dari Natya mengambil alih. Dan wartawan tersebut mengangguk menyetujui. ''Alana, apakah benar tentang gosip itu? Gosip bahwa kamu sedang berkencan dengan salah satu pengusaha?'' tanya salah satu wartawan wanita, membuat senyum Alana sedikit pudar dari wajah cantiknya. Alana berdeham sebentar, sebalum menjawab. "Untuk masalah pribadi, biarkan saya saja yang tahu. Terimakasih, permisi." Jawab Alana sesopan mungkin, dan akan kembali berjalan tetapi lagi-lagi wartawan itu kembali memberikan pertanyaan yang menyentil hati Alana. "Jadi di usia yang akan memasuki 30 tahun ini, tidak ada keinginan untuk menikah, Alana?" Alana tak menanggapi, ia tetap melangkah anggun dengan senyum palsu yang menggiring kepergiannya. Natya yang tahu jika artisnya mulai jengah dengan pertanyaan itu, sedikit menarik lengan Alana untuk mengikuti langkahnya. Apa salahnya ia berkencan dan belum menikah di usianya yang tiga puluh tahun!!, jerit Alana dalam hati. Kadang orang-orang ini terlalu sibuk mencampuri urusan pribadi orang lain, tanpa tahu jika keingintahuan mereka membuat orang lain menjadi tidak nyaman. Apalagi dengan segala berita bohong yang membuat sesuatu yang tidak benar menjadi benar di mata mereka. Alana memasuki backstage, dan berjalan menuju tempat yang menyediakan berbagai minuman yang memang disediakan pihak acara. Alana mengambil air putih dalam botol kemasan dan meminumnyatanpa peduli jika riasan atau lipstiknya akan rusak. Dadanya sedikit sesak karena pertanyaan yang membuat moodnya  berantakan. ''Alana Atmaja?'' Alana berbalik ketika ada seseroang yang memanggil namanya. Alana menemukan seorang pria bertubuh tegap dengan lesung pipi yang menambah ketampanannya. Alana mengernyit, seolah berpikir apakah ia pernah mengenal orang di depannya ini. ''Iya, tetapi apakah kita pernah bertemu sebelumnya?'' Tanya Alana. Pria itu hanya tersenyum manis dan mengangsurkan tangannya pada Alana. ''Handata Wiratama, senang melihatmu lagi Alana.'' Katanya pada Alana yang masih menggali ingatannya tentang pria bertuxedo hitam ini. ''Di Bali, dua minggu lalu. Kau menabrak ku, dan yah kau tau aku basah karena minumanmu.'' Jelas Handata ketika melihat Alana masih diam berpikir tentang siapa dia. Alana menepuk jidatnya seolah mengingat. ''Oh maafkan saya, kau diundang juga?'' kata Alana penuh permohonanan maaf. Dan membalas uluran tangan pria bernama Handata dengan hangat. ''Ya, kau bisa lihat sendiri.'' Jawab Handata. ''Kamu juga sendirian?'' Tanya Handata lagi. ''Dengan asisten saya tepatnya.'' ''Lan, yuk.'' Natya datang tiba-tiba setelah menghilang begitu saja dari sisinya. Alana mengangguk pada Natya, lalu kembali menatap Handata. ''Saya duluan, senang berjumpa dengan mu lagi, Handata.'' ''Nice to meet you too, Alana.'' Alana tersenyum lalu mengikuti langkah Natya yang kembali membimbingnya. "Siapa, dia? Cakep kalau jadi calon suami lo." Bisik Natya ketika langkahnya mengimbangi langkah Alana. Alana memutar matanya malas, "Kalau dia jadi suami gue, yang ada dia kalah tegas dengan gue." Natya mendengus mendengarnya, "Sok tahu!" "Memang tahu," jawab Alana percaya diri lalu kembali melangkah meninggalkan Natya yang mendengus di belakangnya. Acara dimulai lima belas menit kemudian dengan Natya yang sudah menghilang dari sisi Alana. Alana mulai mengamati acara pembuka yang diisi oleh beberapa penyanyi papan atas yang dilanjutkan oleh pembawa acara. Riuh tepuk tangan dari beberapa artis dan penonton menyambut pemenang yang satu demi satu mulai meraih penghargaan. Alana mendapatkan dua nominasi dalam penghargaan malam ini. Yang pertama pemeran pembantu wanita terbaik, dan yang kedua pemeran wanita terbaik dalam film terbarunya yang baru tayang satu bulan yang lalu. Dan saat inilah yang ditunggu-tunggu. "Dan peraih pemeran wanita terbaik, jatuh kepada…" suara aktor pembaca nominasi membuat jantung Alana sedikit berdebar menunggunya. "Alana Atmaja!!!" Mata Alana terpejam tak percaya ketika namanya keluar sebagai pemenang. Sungguh ia tak menyangka jika tahun ini dirinya kembali mendapatkan penghargaan terbesar dalam karir hidupnya. Matanya kembali terbuka, senyum kembali terukir di wajah cantik. "Untuk pemenang silahkan naik ke atas pentas." Alana berdiri, dan mengucapkan terimakasih pada beberapa orang yang mengucapkan selamat dan bertepuk tangan untuknya. Sungguh tak menyangka jika doa Natya pada dirinya tadi terkabul. Alana tersenyum semakin lebar ketika piala sudah ada di tangannya. "Terimakasih yang pertama  pada Tuhan, orang tua saya dan semua orang yang sudah membantu saya sampai berdiri disini. Terimakasih banyak." Kata Alana singkat, lalu kembali tersenyum sebelum benar-benar turun dari atas panggung. Empat jam berlalu, dan saat ini waktu sudah menunjukan tengah malam. Alana keluar dari mobil yang kembali membawanya ke hotel tempatnya menginap malam ini. Alana tidak langsung pulang ke rumahnya, karena menurut Natya, besok pagi Alana harus kembali berkutat di depan kamera dan tidak memungkinkan jika Alana harus bolak-balik Bekasi-Jakarta. Alana berjalan memasuki lobby hotel yang sudah sepi, menelfon Natya pun percuma. Karena Alana yakin asisten bawelnya itu sedang tertidur lelap saat ini. Jadi terpaksalah ia berjalan sendiri menuju kamar hotelnya. Langkah Alana berhenti di depan lift, dan entah mengapa ia merasakan seseorang mengkutinya. Kepala Alana berputar, dan tak menemukan siapun. Okey, sepertinya ia harus segera masuk kedalam kamarnya. Batin Alana. Saat itulah sebuah pantulan di pintu lift, membuatnya yakin jika ia sedang diikuti seseorang, tepatnya seorang pria. Segera Alana merogoh chult hitamnya untuk mengambil ponsel dan menghubungi Natya. Dan tiba-tiba seseorang berdiri di samping dan menganggetkan Alana. "Astaga," ucap Alana terkejut. Tangannya bergerak naik turun di dadanya. "Sorry." Ucap pria tinggi yang membuat jantung Alana berdetak kencang akibat terkejut. Alana menoleh pada pria berkemeja putih itu dan mengangguk kecil. Pintu lift terbuka, Alana segera masuk diikuti pria asing itu. Dan saat itulah, orang yang sejak tadi mengikuti Alana memunculkan dirinya dan ikut masuk ke dalam lift. Alana langsung bergerak mundur, dan secara refklek sedikit menempel pada pria berkemeja putih tadi. Pria itu menoleh, dan mendapati wajah ketakutan Alana. Seolah mengerti, pria berkemeja itu memegang lengan dan menarik Alana kesisi yang berbatasan langsung dengan dinding lift. Pria asing yang Alana sebagai penguntit hanya diam memperhatikan. Dan itu membuat hati Alana was-was dibuatnya. Semoga pria itu tak berniat jahat padanya. Sudah lima lantai, tetapi tidak ada yang turun dari lift. Padahal lantai kamar Alana tinggal dua lantai lagi. Alana melirik pria berkemeja putih yang diam tak bersuara, dan mata Alana tak sengaja melihat pria yang membututinya yang menatap kedepan pada pantulan pintu lift. Lift melewati lantai tujuh dan terus bergerak naik, membuat Alana resah sendiri. Ketika lantai sepuluh, lift tiba-tiba berhenti, Alana tiba-tiba saja ditarik oleh tangan yang sejak tadi menggegamnya dan keluar dari lift. "Dia penguntit." Kata pria asing itu dengan tangan Alana yang masih dalam genggamannya. Alana mengikuti pria itu tanpa protes, entahlah ia merasa aman saja dengan pria yang tidak ia kenal sama sekali ini. "Dan dimana kamar, mu?" Tanya pria itu lagi, dan barulah Alana dapat melihat dengan tatapan tajam dengan alis tebal itu membingkai wajah tampan pria asing yang sudah menolongnya itu. Alana sedikit melepaskan genggaman yang menghangatkan tangannya sejak tadi, "Lantai lima." Jawab Alana ketika tangannya sudah terlepas. "Alana," katanya memperkenalkan diri. "Raffi." Jawab pria bernama Raffi itu singkat membalas jabatan tangan Alana. "Terimakasih." Raffi mengangguk, "Okey, sementara bisakah kita masuk dulu dan menunggu penguntit tadi menghilang, baru saya akan mengantarkan kamu kembali ke kamar." Alana diam tampak berfikir, "Okey." Jawab Alana kemudian. Pria itu mengangguk, dan kembali melangkah menuju kamarnya berada. Alana duduk di sebuah sofa hitam yang terletak di dekat balkon. Menurut Alana ini bukan terlihat sebagai kamar hotel, tetapi seperti kamar pribadi seseorang. Apalagi melihat cat dinding yang berwarna abu-abu. Mata Alana kembali bergerak, dan menemukan meja di pojok ruangan yang terdapat tumpukan kertas yang berserakan. Alana menggerakkan kepalanya untuk meng-hilangkan rasa letih, dan bersandar nyaman pada sofa. Raffi? Pria itu sedang di kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu katanya. Mata Alana melirik jam di dinding yang mengarahkan setengah satu malam. Tubuhnya letih, dan entah sejak kapan matanya sudah tertutup begitu saja.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

Unpredictable Marriage

read
280.6K
bc

Bukan Ibu Pengganti

read
526.0K
bc

Akara's Love Story

read
258.7K
bc

Mas DokterKu

read
238.7K
bc

Broken

read
6.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook