bc

Perhaps Love

book_age16+
255
FOLLOW
1K
READ
family
friends to lovers
confident
sweet
icy
coming of age
enimies to lovers
first love
friendship
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

Freya Valetta merupakan mahasiswi tingkat pertama Universitas Panca Bakti, Fakultas Pendidikan Seni. Tahun ini seperti biasa Universitas Panca bakti mengadakan festival akhir tahun yang mewajibkan mahasiswanya untuk ikut tampil sambil berkompetisi. Freya yang memiliki segudang prestasi cemerlang itu pun berencana ikut, tetapi kegiatannya menjadi terganggu karena ulah si pemuja rahasia yang sudah mengekorinya sejak SMA.

Cover by @jejeana2602

Freya ketakutan saat Tama, pemuja rahasia itu mengutarakan perasaannya dan memaksa Freya menerima cintanya.

Dengan segenap hatinya Freya menolak dan mencari cara agar dapat menjauhi Tama yang selalu berhasil membuat takut pria-pria yang menyukai Freya. Saat itu pilihannya jatuh kepada Mr. Populer, Giandra Hara, pangeran es dari Fakultas Psikologi.

Berbagai cara dia lakukan agar Gin menerima permintaan konyolnya itu.

Berhasilkah Freya membujuk, Gin yang sedingin es?

Ataukah Freya menyerah dan memilih berpacaran dengan Tama, si pemuja rahasia.

chap-preview
Free preview
Bab 16 Minum-minum
“Dia segalanya bagiku … dia segalanya bagiku. Apa yang terjadi jika ku gagal menemukannya.” Irama membawa gerak tubuh yang menyesuaikan setiap melodi. Berjingkrak menikmati hempasan suka cita adrenalin. Semua mata tertuju pada panggung besar dengan cahaya bertaburan. Panggung besar itu, teriakan para pemujanya, seolah pengukur seberapa besar mereka dikagumi. “ Lewat radio, aku sampaikan. Kerinduan yang lama terpendam.” Musik berganti dengan yang lain. Gadis berambut pendek sebahu lebih sedikit dengan poni tipis yang menghiasi wajah putihnya itu, menghempaskan tubuh tingginya pada pagar pembatas. Freya yang mengerahkan seluruh tenaganya untuk menikmati lagu kesukaannya itu ternyata dapat kelelahan juga. “Duh, telat mau lihat Mas Duta dan kawan-kawan, mau nangis aja,” ucap Freya seraya merengek. “Lagian tadi pake jajan segala, harusnya bisa on time tuh!” omel Alin. “Setidaknya kita bisa nikmatin lagu Sheila walau dibawakan oleh band kampus kita,” sahut Bintang tenang. “Itu siapa sih gitarisnya? Manusia bukan?” cerocos Freya lagi. “CAKEP, kan! Doi anak Psikologi lo. Fansnya banyak, udah kayak selebriti deh. Namanya Giandra Hara,” Karina Nanda berujar seolah mengabarkan berita paling penting sejagat raya. Para sahabat pun merespon dengan tak kalah drama dari dirinya. *   Hari masih terlalu pagi untuk sebuah kejutan. Setidaknya hal itu yang sedang Freya pikirkan saat dia mematung melihat sebuah kotak berbungkus kertas mengkilap berwarna merah terang yang berada di atas meja. Tiba-tiba dia bergidik ngeri membayangkan siapa yang meletakkan benda tersebut. Dia tahu siapa pelakunya. Freya memilih melangkah keluar kelas dan meninggalkan benda itu tetap di atas meja tanpa menyentuhnya. Gadis berambut panjang sebahu lebih sedikit dengan poni itu duduk di kantin seraya memperhatikan sekitar. Dia menunggu dengan tidak sabar. Menunggu kedatangan ketiga sahabatnya, setelah melaporkan kejadian tadi pagi di kelas.   Sebuah pesan masuk. Freya buru-buru membuka pesan tersebut, mungkin update dari salah satu sahabatnya. Ternyata dari nomor tidak dikenal, berisi foto benda berbentuk kotak dibungkus kertas berwarna merah menyala yang mengkilap, sama persis seperti benda yang tadi dia lihat di atas mejanya. Isi pesannya, “Pagi, apakah hadiahnya sudah diterima?” Ponsel berwarna putih itu buru-buru dia jauhkan, lagi-lagi dia bergidik ngeri. “Kenapa, Fey?” Gadis itu terlonjak karena terkejut. Cepat dia menoleh ke arah suara berasal. Dia melepaskan napas dengan lega setelah melihat sosok tinggi ramping dengan rambut tergerai indah. Gadis yang baru tiba itu mengambil tempat di samping Freya, mengambil ponsel yang sengaja dia jauhkan. “Ini hadiahnya?” tanya gadis yang baru datang itu tenang. Freya hanya mengangguk cepat. “Tadi di kelas sudah ada yang datang?” tanyanya lagi. “Nggak ada, baru gue aja. Gue takut, Ka,” rengek Freya dengan wajah memelas. “Ya sudah, kita tunggu di kelas aja yuk, kan udah ada gue,” ajak Bintang, salah satu sahabat Freya. Benda itu masih di sana. Freya meminta Bintang untuk membuangnya saja. Tetapi Bintang memilih menunggu kedua sahabat mereka yang belum datang. Akhirnya Freya duduk bersama Bintang di bangku yang berada tepat di belakang meja Freya itu. “Gila yak, pagi-pagi udah kasih kejutan segala,” ucap gadis yang baru saja masuk ke dalam kelas bersama gadis lainnya. “Romantis?” tanya gadis satunya. “Ngeri, tau!” protes Freya kepada kedua sahabatnya yang baru saja datang itu. Tanpa basa-basi Karina Nanda atau sering di sapa Nanda mengambil benda berbungkus kertas merah mengkilap itu. Tanpa rasa takut sedikit pun. Gadis satunya yang memiliki wajah oriental bernama Alin Angelika terlihat ikut sibuk membantu Nanda membuka bingkisan itu. Freya memeluk lengan Bintang yang duduk tenang di sampingnya. “Apa isinya?” tanya Bintang Malika atau lebih sering disapa Lika oleh teman-temannya, penasaran. “Lilin aroma terapi!” Karina menunjukan isi kotak itu kepada sahabatnya. “Kali ini nggak aneh kok, Fey,” ucap Alin kemudian seraya duduk. “Anehlah, buat apaan coba lilin aroma terapi itu?” selidik Nanda menikmati raut wajah Freya yang semakin ketakutan. “Nan!” tegur Bintang menyadari gerik sahabatnya yang sengaja menggoda Freya. “Ini tuh udah hampir satu tahun, wajar kalau Fey merasa ketakutan. Apa pun alasan Tama, membuntuti, ngasih-ngasih hadiah aneh, nakut-nakutin setiap cowok yang dekat dengan Fey itu udah aneh dan nggak normal,” ucap Bintang melanjutkan. “Laporin aja kali, Fey!” Alin memberi ide. “Jangan, takutnya nanti malah lebih ekstrim. Tau kan orang-orang dewasa selalu menganggap remeh hal-hal seperti ini,” sambung Nanda tidak setuju dengan ide Alin. “Setuju, harus pakai cara lain. Gimana caranya dia mundur atas keinginan dia sendiri.” Semua mata tertuju pada Bintang. Semua sudah tahu, Freya adalah prioritas untuk Bintang. Bukan sekedar sahabat, bagi Bintang, Freya adalah adik kecil yang harus dia jaga walau jarak umur mereka hanya terpaut 6 bulan. Mereka sudah berteman sangat lama, sejak masih kanak-kanak. Sayangnya diskusi mereka harus berhenti saat seorang dosen masuk dan segera memulai kuliah. Masalah harus menunggu, belajar tetap menjadi nomor satu. Sejenak dia melupakan ketakutannya. Awalnya gadis itu tidak terlalu peduli. Namun, aksi-aksi yang dilakukan Aditama Evan akhirnya menyita perhatiannya juga. Mungkin memang itu keinginan Tama. Freya yang manis dan pintar, perpaduan yang sangat jarang terjadi saat ini memang banyak mendapat perhatian dari lawan jenisnya terutama Tama penggemar nomor satu Freya, begitu sebutannya. Laki-laki aneh dan misterius. Selalu membawa buku-buku cerita horor bersamanya kemanapun dia pergi. Aura yang dia miliki sangat gelap dan berhasil membuat Freya bergidik ngeri saat mengingatnya. Seperti mimpi buruk memiliki seorang pemuja rahasia seperti Aditama itu, begitu pikir Freya. Seusai pelajaran, keempat gadis itu memilih untuk makan bekal makan siang mereka di dalam kelas sambil melanjutkan diskusi yang tadi sempat terhenti. “Ide lo apaan, Ka?” tanya Nanda penasaran. “Bicara sama Tama adalah pilihan pertama. Dan lo nggak bakal sendiri kita bertiga bakal nemanin buat jaga-jaga orang itu nggak berbuat aneh-aneh.” Wajah Lika terlihat sangat serius. “Ngomong apa?” tanya Alin seolah membaca pikiran Freya yang terlihat enggan. “Bilang kalo nggak suka sama perlakuan Tama, tolak dia, sadarin dia dari kehaluannya yang aneh itu,” ucap Nanda sewot. “Ooo, jadi gimana, Fey?” tanya Alin sekali lagi. “Gue malas ketemu dia, hawa-hawanya itu bikin ngeri,” ujar Freya. “Ini langkah pertama yang harus lo jalanin, kalau nggak tiap hari bakal berasa horor terus, Fey,” ucap Bintang lagi. “Langkah pertama? Berarti ada langkah yang lain?” selidik Nanda. “Yap. Tapi, gue mau lihat hasil dari langkah pertama dulu baru mutusin langkah berikutnya,” ucapnya tampak yakin. “Gila sih, kalo berhadapan dengan Lika. Rencana-rencana dia udah tersusun rapi. Ngeri!!” goda Nanda lagi sambil melanjutkan makan siangnya. Tentu saja bagi Bintang masalah ini sangat serius. Dari semua pria yang pernah mencoba dekat dengan Freya, Tama adalah yang paling susah dihindari. Dengan beberapa kali sikap acuh saja, pria-pria itu akan menyerah dengan sendirinya. Tapi Tama berbeda, semakin cuek sikap Freya terhadapnya, semakin gencar dia mencoba hal-hal lain yang menurut Freya dan sahabatnya sangat aneh juga sedikit menyeramkan. Bintang bahkan melakukan penyelidikan pribadi untuk mengetahui siapa Tama? Dari keluarga mana dia berasal? Atau masa lalunya di sekolah terdahulu. Tapi semua terlihat normal, si kutu buku yang pintar. Freya yang tidak pernah pacaran sebelumnya membuatnya terlihat polos dan hal tersebut juga membuat para sahabatnya khawatir. Pria dengan senyuman aneh menghiasi wajah dan memiliki tubuh sedikit bungkuk itu, perlahan mendekati Freya yang tidak bisa tersenyum. Wajah dan tubuhnya menegang padahal Bintang mendampinginya. Sedangkan, Alin dan Nanda berada tidak jauh dari sana. “Hai, Fey. Sudah terima hadiah dari saya? Kamu suka?” tanya pria itu malu-malu. Bintang menyenggol lengan Freya agar mulai berbicara. “Hmm, sebenarnya gue ke sini mau menjelaskan sesuatu,” ucap gadis bermata cokelat itu ragu. Dia memandang Bintang yang masih memberinya dukungan penuh. “Gue nggak suka sama lo Tama, gue nggak bisa jadi pacar lo, jadi lo bisa berhenti ngasih-ngasih hadiah itu buat gue.” Senyum aneh Tama hilang dari wajahnya. “Kamu belum coba jalanin, Fey. Kita berdua pasti cocok. Aku pasti bisa jadi pacar yang baik buat kamu. Aku bisa nemenin kamu belajar tanpa mengeluh,” bujuknya sedikit memaksa. Tama mendekat ke arah Freya, sayang, dia lupa ada Bintang di sana yang siap menghadangnya. “Nggak mau,” ucap Freya panik dan langsung merangkul lengan Bintang yang sedari tadi siaga di sampingnya. “Kamu bakal mengerti, nggak ada satu pria pun yang lebih baik dari saya untuk mendampingi kamu, Fey. Saya akan buktikan, dan saya yakin suatu hari kamu akan menerima saya. Saya tidak akan menyerah begitu saja,” ucap Tama dan berlalu pergi. Saat bayangan punggungnya menghilang, Freya terduduk lemas. Air mata meleleh keluar membasahi pipi putihnya. Dia benar-benar ketakutan. Hal seperti ini adalah pengalaman pertama bagi gadis itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.5K
bc

DENTA

read
17.0K
bc

Head Over Heels

read
15.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook