bc

Viona

book_age4+
3.5K
FOLLOW
17.8K
READ
love-triangle
family
second chance
drama
comedy
sweet
bxg
humorous
first love
school
like
intro-logo
Blurb

Luka masa kecilnya membentuk Viona jadi pribadi yang tertutup. Trauma akan kematian ibunya membuat Viona membenci semua lelaki. Namun semua berubah ketika Viona pindah ke sekolah barunya.

Viona tak tahu kenapa cowok itu terus menatapnya, matanya yang tajam beriris hitam pekat seolah mengintimidasinya. Viona berusaha menghindari cowok itu, tapi seakan takdir tidak menghendakinya. Viona justru selalu terjebak bersama cowok itu.

Levin, cowok berbahaya yang seharusnya tidak memasuki dunia Viona.

chap-preview
Free preview
Prolog
Suara petir saling bersahutan, kilatnya masuk menembus kaca. Gadis kecil itu terbangun saat suara guntur kembali terdengar, matanya mengerjap berulang kali. Rasa takut mendominasi, tubuhnya gemetar. Ia melirik ke jendela yang terbuka, di luar sedang hujan deras disertai angin kencang. "Mama!" pekik gadis itu bersamaan dengan suara petir yang menyambar. Ia bersembunyi dibalik selimut, merapalkan segala macam doa. Sesekali memanggil mamanya, berharap sang mama akan datang dan menenangkannya. Tapi sekian lama menunggu tak kunjung datang, sementara suara petir semakin kencang terdengar. "Mama, Viona takut," cicit gadis kecil bernama Viona. Akhirnya Viona memutuskan untuk turu  dari ranjang, berniat menyusul ke kamar orangtuanya. Meski ragu Viona tetap berjalan menuju pintu. Ia akan berjongkok saat suara guntur tiba-tiba menggelegar. "Mama." Viona terus memanggil namanya dengan suara nyaris tak terdengar. Ia keluar dari kamar, tangannya mendekap erat bonek doraemon. Matanya mengedar ke penjuru arah. Rasa was-was dan juga takut membuat langkahnya memelan. "Mama, Viona takut," lirih Viona. Kakinya yang gemetar terus ia paksakan berjalan ke kamar orangtuanya. "Mama." Viona membuka kamar orangtuanya. "Mama di mana?" Tak ada siapa pun di kamar itu. Ia kembali keluar, menahan isakan yang menerobos keluar sejak tadi. "Mama." Vio tersentak ketika mendengar suara dentuman dari bawah. Ia yang penasaran pun mendekat ke arah tangga. Vio terdiam saat netranya menangkap sosok sang mama ada di sana bersama dengan papanya dan seseorang yang tidak Vio kenal sama sekali. "Berengsek!" "Laras dengarkan aku." Namun wanita bernama Laras tak menggubrisnya, ia semakin menjadi membanting guci yang ada di dekatnya. Melempar berbagai barang ke depan pria itu yang tak lain Dimas, suaminya sendiri. "Laras!" Dimas semakin geram karena Laras terus melemparkan benda-benda itu ke wanita yang berdiri di belakangnya. "Kamu berengsek Mas!" teriak Laras, suaranya bercampur dengan isakan yang tak lagi mampu ia tahan. "Kamu gila! Kamu jahat!" Laras terus menyumpah serapah suaminya. "Kamu anggap apa aku selama ini? Hah?!" "Laras, dengarkan aku dulu." Dimas berusaha merengkuh tubuh Laras, tapi dengan cepat Laras menepis tangan Dimas. "Apa lagi? Kamu mau jelaskan apa? Semua sudah jelas, kamu selingkuh dengan jalang itu!" Laras menunjuk wanita yang ada di belakang Dimas, matanya berkilat menandakan amarah yang sudah memuncak. "Jaga ucapan kamu Laras!" "Kenapa?" Laras mendecih, menatap sinis Dimas. "Memang dia jalang kan. Apa namanya kalau bukan jalang. Ah, mungkin pelakor atau b***h ...." Plak! Laras terdiam, meraba pipinya yang memanas akibat tamparan Dimas. Perih, tapi tak sesakit perasaannya atas pengkhianatan yang dilakukan oleh suaminya. "Laras, maaf. Aku gak bermaksud————" "Cukup!" sergah Laras, membuat Dimas tercekat. "Kamu puas?" Mata Laras tertuju pada wanita di belakang Dimas. "Kamu puas, menghancurkan rumah tanggaku?" "Laras————" "Diam!!" Laras berjalan mendekati wanita itu tapi Dimas langsung menghalanginya. "Minggir!!" Laras mendorong tubuh Dimas, tapi Dimas malah merengkuh tubuh Laras. "Lepaskan aku! Berengsek!!" "Laras tenang dulu, kamu bisa membangunkan Viona kalau terus berteriak." "Kenapa? Kamu takut Viona tahu, kalau ternyata papa kesayangannya itu bajingan." Laras mendengus, ia kembali berontak tapi tenaga Dimas jauh lebih besar. "Laras, kita selesaikan masalah ini jangan libatkan Viona," kata Dimas, berusaha menenangkan Laras. "Kamu pikir dengan membawa wanita itu ke sini Viona akan senang. Kamu pikir Viona akan menerima anak dari w***********g itu!" Plak! Lagi-lagi Dimas lepas kontrol dan menampar pipi Laras. Ia kembali menyesal setelah melakukannya, bagaimana pun Dimas sangat menyayangi Laras. Dia istrinya, wanita yang menemaninya hampir lima tahun ini. Laras tertawa sumbang. "Kamu udah dua kali nampar aku Mas, demi membela wanita simpananmu." Laras menatap Dimas, wajahnya tampak kuyu dan terlihat frustasi. "Jadi alasan kamu jarang pulang karena wanita itu? Viona sering nanyain kamu Mas, Viona rindu papanya, kangen main sama papanya, dibacakan dongeng setiap malam. Tapi apa yang kamu lakukan, kamu malah jalan-jalan bersama dengan keluarga barumu, mengabaikan Viona yang selalu menunggu kamu setiap saat. "Kamu jahat Mas." Dimas terdiam, merasa bersalah. "Dan sekarang kamu bawa mereka ke sini. Apa kurang puas kamu menyakiti aku dan Viona, hah?! Jawab! Kenapa kamu sejahat itu sama kami!" Laras mencengkram kerah baju Dimas, mengguncang tubuh pria itu yang hanya bisa diam. "Kamu jahat Mas!" Tangis Laras semakin pecah, ia histeris. Isakannya terdengar memilukan. "Maaf," gumam Dimas. Laras mendongak, menatap wajah Dimas. "Kamu mencintainya?" "Ya." Laras memejamkan matanya sejenak, jawaban Dimas seperti belati yang mengiris-iris hatinya. Menorehkan luka yang sangat dalam. Tidak, Laras tidak bisa berbagi cinta dengan perempuan mana pun. Jika ia tak bisa memiliki seutuhnya maka orang lain pun tak boleh memilikinya. Laras mengambil pisau buah yang ada di meja. Dia mengarahkannya ke lehernya sendiri. "Laras!" Mata Dimas seketika melebar saat melihat tindakan Laras. "Kamu pilih aku atau dia?" "Laras jangan begitu." Dimas berusaha mendekat, tapi Laras berjalan mundur menjaga jarak. "Jawab!" "Laras, jangan gegabah. Kita bicarakan ini baik-baik." "Pilih aku atau dia?!" teriak Laras, putus asa. "Aku gak bisa milih antara kalian berdua, aku mencintai kamu sama besarnya seperti aku mencintai Lina." "Jadi kamu pilih dia?" Laras tersenyum kecut, hatinya semakin terasa perih. Tak ada gunanya lagi ia hidup, Laras lebih baik mati. "Laras!" Dimas refleks berlari ke arah Laras saat wanita itu berniat menggoreskan pisau ke lehernya. "Lepas!" Laras berontak karena Dimas menahan pergelangan tangannya. "Lebih baik aku mati, biar kamu puas!! Kamu bisa bebas menikahi jalang itu!!" "Laras kendalikan dirimu!" "Lepas!" Laras terus berontak, Dimas berusaha sekuat tenaga menahan tangan Laras, namun hal tak terduga terjadi. Dimas tak mampu menahan Laras yang terus berontak, hingga akhirnya keduanya terjatuh. "Aaaa ...!" Laras meringis kesakitan saat terjatuh ke lantai. Dimas yang berada di atasnya seketika menyingkir, matanya melotot saat melihat pisau tadi menancap di perut Laras. "Laras!" Dimas panik, dia menangkup pipi Laras. "Laras, maafkan aku." "Aaa ... ka—mu be-reng-sek, Mas." Laras mengembuskan napas terakhir. "Laras, Sayang bangun." Dimas memeluk jasad istrinya. Sementara wanita di belakangnya, menutupi kedua mata putrinya. Dia berdiri kaku, terlihat jelas jika dia sangat syok melihat kejadian barusan. "Mama," lirih Viona, terduduk lemas mencengkram pembatas tangga. Viona menatap nanar mamanya yang sudah tak bernyawa. "Mama, jangan tinggalin Vio."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.5K
bc

DENTA

read
17.0K
bc

Head Over Heels

read
15.8K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook