bc

Cahaya Untuk Bulan

book_age12+
826
FOLLOW
5.8K
READ
manipulative
goodgirl
mafia
sweet
like
intro-logo
Blurb

Sequel: Lagu Untuk Bintang

Setelah kepergian Bintang kecil mereka, Bulan tidak lagi sama. Meskipun di hadapan bunda serta Langit, Bulan tetap bercahaya, tapi jauh dalam dirinya dia membeku. Bulan jadi lebih senang menyendiri. Mengenang Bintang dan bermimpi sang adik masih berada di sisinya.

Sampai Bulan bertemu cahaya baru...

Bintang Biru. Laki-laki polos yang cupu abis! Bukan hanya nama yang membuat Bulan lantas gencar mendekati, tapi kepribadian Biru-atau yang biasa dipanggil Bulan sebagai Bintang-lah yang membuat gadis itu melihat sosok adiknya dalam diri Biru.

Bagi Bulan, dipertemukan dengan Biru adalah keuntungan sekaligus kesempatan kedua untuk mendapatkan cahayanya kembali. Namun, bagi Biru, bertemu gadis menawan sekaligus mengerikan itu adalah kesialan. Walaupun begitu, karena kehadiran si cantik Bulan di dunianya, Biru bisa mengucap selamat tinggal untuk para pembully dirinya.

Bulan tidak pernah tahu. Di balik semua bahagia barunya, sang kegelapan tengah bermain-main dengan warna cahaya.

chap-preview
Free preview
01 | Cahaya Redup
Bulan menatap bintang-bintang di atas dengan seulas senyum. Malam yang dingin terasa menusuk, Bulan lantas memeluk dirinya. Ia mungkin rela membeku demi berada dekat dengan bintang-bintang di atas sana. Bersama adik kecilnya. Rasa kehilangan belum sepenuhnya hilang. Dan ketika datang, rasa itu selalu mencubit hatinya. Bulan ingin meminta pada Tuhan untuk mengembalikan cahaya kecilnya pada mereka yang menyayangi, tapi Tuhan lebih mencintai gadis manis yang telah mengubah hidup banyak orang kian berwarna. Bulan menunduk dan meremas lengan kaus pendeknya. Ia tahu, tidak akan mudah memulai sesuatu yang baru setelah kehilangan. Tidak akan mudah baginya untuk menjalankan hari seperti biasa tanpa cahayanya. Tidak akan mudah untuk bersikap seolah semua baik-baik saja padahal ia dan semua yang ditinggalkan terluka. Bulan mengadahkan kepalanya. Ia tersenyum pada bintang yang paling terang di sana. Ingin rasanya meraih cahaya itu dalam genggamnya, mengantunginya, dan menjadikannya kembali bersinar dalam hidupnya. Bagi bulan yang malam ini terlihat agak redup dan langit malam yang begitu kelam. "Seandainya gue boleh meminta, bahkan gue mau menuntut Tuhan untuk mengembalikan bintang kecil kami." Bulan terkekeh. Ia membayangkan Bintang memukul lengannya dengan tinju kecil gadis itu karena telah memaksa kehendak Tuhan. "Gue kangen lo Bintang. Mampir gitu ke mimpi gue, sombong banget." Tawa kecil Bulan perlahan memudar. Semenjak kepergian Bintangnya, Bulan jadi lebih senang berbicara sendiri sambil menatap bintang-bintang kecil sang malam. "Gue kayak putus cinta gini ya?" Bulan meringis. "Habisnya gue bingung mau cerita ke siapa. Bunda takutnya makin sedih kalau gue cerita soal lo. Langit? Takutnya makin nggak bisa lepas dari lo." Bulan menghirup napasnya. "Hmm, serakah nggak sih kalau gue minta untuk dikirimi cahaya lagi?" Bulan terkekeh. "Yayaya, gue cuma bercanda. Nggak akan mungkin sih. Yaudah deh, gue masuk ke dalam dulu ya, udaranya lagi dingin banget." Bulan lagi-lagi terkekeh seraya membayangkan seolah Bintang ikut terkikik geli di sampingnya. "Bye, Bintang!" *** "LOMPAT YANG BENER!" Nico, senior tergalak dan makin galak kalau ada juniornya yang nggak benar seperti ini! Belum lagi dengan predikat mereka yang masih "belum resmi" menjadi mahasiswa alias baru OSPEK. "Bikin keki aja!" Nico mendengus seraya menatap tajam beberapa mahasiswa laki-laki yang malah bercanda dan para gadis yang tidak mau bedaknya luntur karena keringat yang mulai mengkilapkan wajah-wajah itu. Siapa suruh pada dandan? Emang cakep? Cih! Cantik juga nggak. Pokoknya, nggak ada yang cantik selain Bulan! Ah, mengingat Bulan yang sekarang, Nico jadi sedih. Bulan dulu begitu asyik dan selalu bergabung dengannya juga teman-teman yang lain, tapi sekarang? Nico tahu, Bulan telah kehilangan adik tercintanya, dan persoalan Bintang adalah hal sensitif bagi Bulan. Jadi, ia tidak mau menyinggung soal Bintang lebih dalam pada Bulan. Jangankan memulai, mendekati Bulan saja pun tidak berani lagi! Biarlah rasa penasarannya menumpuk hingga Bulan sendiri yang bercerita. Lagi pula, Nico satu-satunya laki-laki yang paling dekat dengan Bulan. "Ih Kak Nico jangan galak-galak keleus!" ujar salah seorang gadis dan akhirnya teman-temannya ikut terkikik geli. "Nggak usah urusin gue. Urus muka lo semua noh! Muka apa adonan sih," dengus Nico kemudian pergi berlalu. Tidak peduli dengan gadis-gadis yang habis "disemprot" mulut pedasnya tersebut nyaris menangis! Untunglah mereka hanya pakai bedak. Coba kalau pakai alis palsu? Anjrit! Rasanya Nico harus membuat permainan "Wudhu Terbersih" upaya mengerjai mereka dan membuat alis-alis tebal itu luntur! Mungkin ia jahat. Ya! Nico memang menjadi laki-laki termenyebalkan se-fakultas, bahkan seantero kampus! Wajah tampan serta penampilannya yang rapi, hanya untuk pencitraan. Aslinya sih, Nico bisa disebut bad boy di kampus ini. Dan najisnya, gadis-gadis suka itu! Cih, Nico hanya untuk Bulan lah ya. Nico berjalan ke halaman depan untuk memanggil anggota BEM yang lain, namun langkahnya terhenti begitu sebuah mobil sedan memasuki halaman kampus. Bulan diantar sama laki-laki ganteng! Taiiii! Umpat Nico dalam hati. Ia kembali melirik Bulan yang bahkan melempar senyum sama laki-laki itu! s****n-s****n! Dan sekarang, laki-laki itu tersenyum ramah pada gadis-gadis yang histeris melihatnya! Please deh?! Nico lebih canggih gini. Dia punya... ng, motor doang. Dia juga... ng, kayaknya lebih tinggi laki-laki yang bersama bulan itu deh. t*i! Harapan tinggal harapan. Nico melangkah gontai, kembali ke arah fakultasnya. "Itu Langit Angkasa, kan?" "Demi apa? a***y, ganteng abis!" "Brondong uhuy!" Bisik-bisik tiga gadis centil itu menghentikan langkahnya. Seulas senyum miring muncul di bibirnya. Oh, bukan saingan toh. Batinnya bersorak gembira. Meskipun tidak mengenal, tapi Nico sempat tahu siapa pacar Bintang, adiknya Bulan tersebut. Ya, Langit Angkasa. Hmm, sepertinya Bulan dan Langit tidak memiliki hubungan lebih selain saling menganggap sebagai kakak dan adik. Yuhuu! Berkat rumpi gadis-gadis itu, Nico pun tersenyum senang lantas mengedipkan sebelah matanya pada ketiga gadis yang mengubah moodnya dalam sekejap. Nico berlalu, meninggalkan ketiganya yang tertegun dengan mulut menganga. "Itu Kak Nico kan?" "Demi apa? a***y tiba-tiba jadi ganteng!" "Senior uhuy!" Ketiganya saling melirik dan kemudian mengejar Nico. Sepertinya laki-laki itu lebih "nyata" dibanding Langit Angkasa yang mungkin cuma bisa jadi "khayalan". *** Bulan membuka diktatnya, hanya agar terlihat sibuk dan tidak ingin diganggu. Kelasnya mulai satu jam lagi, ia datang terlalu cepat karena Langit tiba-tiba saja dipanggil Surya untuk bertemu. Ya, saat itu ia sedang sarapan bersama Langit. Bulan mendengus. Sudah berlalu cukup lama memang, bahkan kini dirinya sudah masuk semester 3 dan Langit pun sudah menjadi musisi yang tengah naik daun, tapi adik manisnya masih terasa membekas dalam di hati dan pikirannya. Kalau tidak ada kerjaan seperti ini membuat pikirannya tiba-tiba teringat soal Bintang. Selalu cahaya kecilnya ketika ia tengah sendirian. Maka dari itu, ia senang kalau Langit sering mengajaknya bertemu untuk sekadar makan dan mengobrol. Rasanya, Bulan berada di dekat separuh jiwa sang cahaya. Pun dengan Langit. Laki-laki itu merasa berada di dekat si Bintang kecil ketika sedang bersama Bulan. Mereka sudah saling menganggap sebagai saudara. Dari kejauhan, seseorang menatap Bulan dengan seringai. Sosok yang tengah bersembunyi itu tampak gelap dan serupa seperti bayangan. Tidak ada seorang pun yang menyadari keberadaannya. Kecuali Bulan sendiri yang lantas mengusap tengkuknya. "Ng, Lan? Gue g**g--" Tatapan tajam Bulan lantas menghentikan mulut Nico yang masih menganga. Kemudian laki-laki itu tergagap. "Eh ng-nggak gangguin k-kok, duh pengin pipis. Duluan ya, Lan!" Nico langsung ngacir dari hadapannya. Bulan mengangkat sebelah alisnya, menatap punggung Nico yang semakin menjauh. Ia berdecak. Sebenarnya ia tidak ingin berlaku seperti ini pada orang-orang itu. Mereka hanya ingin berteman bahkan menghibur dirinya, bukan? Tapi rasa sesak akibat kepergian Bintang begitu menumpuk di hatinya. Ia ingin menumpahkan seluruhnya, tapi orang-orang yang mengerti akan kisah kakak-adik itu tidak bisa ia tampar lagi lukanya dengan mengenang cahaya mereka semakin dalam. Hingga Bulan memilih untuk mengeluarkannya berupa agresi. Menyakiti orang lain walaupun tidak berupa fisik merupakan suatu kelegaan tersendiri untuk Bulan. Katakanlah ia jahat, ia tidak akan menampiknya. Bulan bangkit dari duduknya lantas melangkah melewati koridor. Sebuah pesan dari Utari, teman sesama anggota BEM, mengatakan bahwa mereka akan berkumpul. Meskipun malas aktif, Bulan tetap dianggap anggota BEM oleh mereka, padahal Bulan selalu malas melakukan tugasnya. Sementara mereka menganggap Bulan begitu karena kehilangan sang adik jadi bisa dimaklumi. Lagi pula Bulan adalah gadis kreatif dan mereka butuh sosok seperti Bulan. Ia memasang almamater yang tampak pas di badannya. Seringai mulai terbit. Sepertinya, memberikan "permainan" kecil untuk mereka akan terlihat menyenangkan. *** "Oke! Semuanya udah kumpul. Pilih salah satu dari kami dan kalian buat suratnya dalam 7 menit!" Teriak Utari membuat salah satu mahasiswa baru mengangkat tangannya ke udara. "Ya? Kamu mau tanya?" Laki-laki itu mengangguk. "Kok nanggung banget sih, Kak? Sepuluh menit gitu. Saya nggak jago nulis cepet-cepet!" Aldi--selaku pacar Utari sekaligus Ketua BEM--membalas, "Lo kan mau buat surat cinta, bukan surat wasiat!" Utari berdecak. "Tau. Lagian, 3 menitnya itu waktu buat mengumpulkan surat-surat kalian! Nggak usah banyak-banyak. Lima kalimat aja cukup." Terdengar bisik-bisik para maba (mahasiswa baru) yang membuat telinga beberapa anggota BEM terasa panas. "Ah, ceweknya nggak ada yang cakep banget. Nggak punya feel buat nulis cinta-cintaan begini!" "Ih, Kak Nico yang paling cakep. Tapi jutek banget! Jadi ngeri nulis surat buat dia." "Weh s****n, yang cantik udah pada ada anjingnya!" "Gue bingung sumpah nulis buat siapa. Kak Coki ganteng, tapi rambutnya kebanyakan pomade! Kak Aldi udah punya monyet! Kak Raffi? Duh keputihan kayak tipe-x!" "OI GUE DENG--" Pekikan Coki mengambang di udara tatkala melihat seluruh mahasiswa tertegun menatap ke satu titik. Bulan datang dengan senyum menawannya. Belum ada yang tahu arti senyuman itu, tapi bagi mereka yang mengenal Bulan seketika turut tersenyum licik sambil menatap para maba. Celetuk salah satu laki-laki berkulit putih, membuyarkan lamunan beberapa maba yang terpesona dengan Bulan. "Kakak namanya siapa?" "Bulan." Siulan para maba laki-laki menggema di lapangan fakultasnya. Bulan menyeringai tipis, mereka belum tahu apa yang akan Bulan lakukan untuknya. "Oh Bulanku! Cahayaku!" "Yeay! Gue dapat inspirasi!" "Nyontek lo anjing!" Biarkan mereka bersenang-senang dahulu. "Waktunya habis! Kumpulkan!" seru Aldi dengan tegas. Meskipun para maba mulutnya nggak disaring, mereka tetap menaati aturan sang Ketua. "...58... 59..." Nico yang bertugas menghitung total surat yang dikumpulkan, mengernyit. "Kok cuma 59?" "Dua orang berhalangan hadir, Nic." "Yaa tapi kan harusnya 60 dong?" Nico lantas menatap kesal maba yang duduk lesehan di hadapannya. "Siapa nih yang belum ngumpulin?!" Aldi mendelik pada mereka dan bersuara. "Serius. Jujur. Kalau nggak ada yang mau ngaku, kita berhenti aja sampai sini. Diajak senang-senang kok nggak mau!" Meskipun "senang-senang" yang dimaksud sang ketua adalah penderitaan para maba, tapi tetap saja mereka tidak ingin mencari masalah dengan para senior. Sama saja bunuh diri dengan perlahan namanya! Lagipula, Aldi nggak pernah main-main. Kalau memang mau "berhenti" ya berhenti. Tapi jangan harap Aldi dan para senior bakal tetap menganggap kalian juniornya. Itu artinya, bakal menjalankan OSPEK selama di kampus! "AYO NGAKU!" Lantang Aldi membuat para junior menunduk. "Nggak ada y--" Kalimatnya terhenti tatkala sebuah tangan terangkat. Seorang cowok berkacamata besar dengan bingkai hitam dan tebal membuat Bulan mengangkat alisnya. Tidak hanya gadis itu, semua orang bahkan memandang aneh laki-laki cupu itu. Meskipun pakaian seluruh junior sama yaitu memakai kaus yang diberikan oleh kampus, tapi penampilannya benar-benar lebih buruk dari orang yang bahkan tengah menjalani OSPEK sungguhan. Bagaimana laki-laki itu bisa tidak terlihat oleh para senior? Bahkan mereka tidak sadar bahwa si cupu itu duduk lesehan di antara maba lain. Ini memang OSPEK, tapi pihak kampus terlalu baik dengan tidak menyarankan BEM masing-masing fakultas untuk menyuruh para maba berpenampilan macam-macam. Yang perempuan bahkan masih boleh berdandan--dengan batasan normal dan tidak berlebihan. Intinya, hanya permainan dan acara khusus saja yang membuat hal ini disebut OSPEK. Tidak ada kalung jengkol, gelang pete, kaus warna-warni, dan lain-lain yang mengubah penampilan maba yang baik menjadi mamang pasar burung! Tapi ini... Bahkan tanpa memperburuk penampilan, laki-laki jangkung itu sudah sangat buruk! Kaus yang kampus berikan bukanlah berbahan bekas! Namun, warna kaus yang dikenakannya sudah kekuningan, tidak seperti maba lain yang masih tampak putih cemerlang. Sepatu tali yang ujungnya telah menguning dan terlihat robekan di tiap sisinya. Celana hitam gombrong yang membuatnya persis seperti orang-orangan sawah! Belum lagi kacamata tebal yang membingkai wajahnya. Oh satu lagi! Tanda lahir sebangsa tompel berbulu satu di sudut bibir kirinya, serta bintik-bintik cokelat di wajah. Duh, kalau penampilannya bagus paling tidak normal sih nggak masalah. Tapi ini... Shit! Masih hidup aja orang begini. Batin Bulan diam-diam merutuki penampilan menjijikan mahasiswa laki-laki tersebut. Tidak hanya Bulan, seluruh mata pun memandangnya jijik, hanya saja Bulan tidak menunjukkannya dan malah memasang wajah datar. "Siapa nama lo?" tanya Nico begitu sadar dari keterkejutannya. Drrrt drrrt. Bulan tidak mendengarkan lagi karena dirinya sudah menjauh untuk mengangkat telfon dari Belinda. "Ya Bun?" "Bulan, bisa temani Bunda menjenguk Bintang? Kalau kamu sibuk--" "Bisa diatur, Bun. Aku pulang sekarang." Ya, siapa yang bisa melarang Bulan ketika cahaya redup tersebut telah berkehendak? Dan ia pun lupa dengan rencananya untuk mengerjai para maba itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.3K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.2K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.8K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.0K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.0K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.8K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook