bc

To The Future

book_age12+
116
FOLLOW
1K
READ
alpha
possessive
dominant
comedy
sweet
bxg
pack
dystopian
wild
like
intro-logo
Blurb

Theresa membuka pintu yang terhubung dengan portal waktu 400 tahun di masa depan. Disana dia menemukan peradaban baru yang jauh dari pemikirannya akan masa depan. Saat dia ingin kembali pulang, nyatanya portal itu tak bisa dipakai.

Lalu datanglah pria bernama Porfirio yang mengaku sebagai sang suami. Bukannya membantu Theresa yang kebingungan, dia malah ingin memburunya dengan alasan yang masih misterius.

Beruntung, Theresa melarikan diri dibantu sekelompok orang yang terbiasa menghadapi orang seperti Porfirio, pemimpin "Distrik 222" yang dikenal sebagai kaum buas.

______________________

chap-preview
Free preview
01I Scientist I A Man Among Wolves
Tidur Theresa tak tenang. Samar-samar terdengar suara lolongan serigala. Padahal itu tidak mungkin karena ia ada di kamar rumah biasa pinggir jalan yang jauh dari wilayah hutan manapun. Akan tetapi, suara lolongannya makin terdengar, ini makin mengusik tidurnya, makin aneh. Wanita itu terbangun. Sambil mengucek kedua mata, dia menggerutu, "suara berisik apa ini? Tolonglah, ini masih malam." Ia menyalakan lampu meja, lalu mengamati situasi kamarnya. Masih sama, dekorasi modern dengan perabotan serba baru. Tidak ada apapun yang berubah, kecuali celah pintu kamar mandi memancarkan sinar kuning terang. Penasaran, dia turun dari ranjang, kemudian menghampiri pintu tersebut. Ada yang aneh, semakin aneh, lolongan serigala berasal di dalamnya. "Apa ini?" heran Theresa berhenti di depan pintu. Pada sela bawah, berhembuslah angin lebih dingin dari udara di kamarnya yang ber-AC. Angin itu juga membawa kotoran seperti butiran pasir dan serpihan daun kering. Makin lama celah kusen pintu dirambati benalu hidup. Theresa nyaris terloncat ke belakang, kaget ada tumbuhan berdaun kecil keluar dari dalam kamar mandi ini.  Ia memutar gagangnya cepat-cepat. Ketika pintu terbuka, terpaan angin makin besar. Daun-daun kering pun bersarang di bajunya. Pemandangan di balik pintu ini jelas tak masuk akal, jelas bukan kamar mandi. Kakinya melangkah keluar- memastikan ia tak salah lihat. Begitu kaki t*******g menyentuh tanah asing yang berumput hijau, ia terkesiap. Tempat apakah ini?  Sejauh mata memandang hanyalah puing-puing bangunan yang telah dirambati benalu. Sebagian telah menyatu dengan pepohonan raksasa. Benar, raksasa- pohon yang tidak pernah dilihat Theresa seumur hidup. Pepohonan begitu besar, tinggi bermahkota dedaunan kecil yang membentang serta melengkung bak payung. Beberapa bangunan runtuh seperti telah mengalami pengrusakan besar-besaran di masa lalu. Theresa membayangkan sebuah peperangan besar. Namun bukankah dunia sudah damai? Dia berjalan keluar ke jalanan beraspal yang sebagian telah retak. Penerangan disini berasal dari nyala lampu-lampu jalan. Bentuk mereka pun aneh, bukan semacam bohlam yang lazim digunakan- melainkan titik cahaya di dalam sebuah kotak bening. "Lampu ini yang menembus celah pintu kamar mandiku?" Theresa mengeryihkan dahi, mengamati beberapa lampu jalan yang cahayanya kuning. Sebagian sudah hampir rusak, cahayanya berkedip-kedip. Makin lama berada disini, tubuhnya mulai merasakan perubahan. Udara terlalu dingin sampai-sampai giginya bergemeretak. Ini lebih ekstrim ketimbang berenang tengah malam di musim dingin. Embusan napasnya saja bisa berubah menjadi kristal es kalau terlalu lama disini. Kabut putih menggantung di bawah-bawah pepohonan. Ia mendongak, lalu menyadari satu hal. Sebenarnya pencahayaan disini sangat bagus bukan semata-mata dari lampu jalan, melainkan bulan terlihat lebih besar lima kali lipat. Theresa mundur cepat. Syok. Bulan penuh terlihat begitu kuning, pucat- dan besar. Rasanya bulan akan menghantam bumi dalam waktu dekat. "Apa ini kutub?" herannya takut. Dia terus melangkah mundur hingga kakinya kesakitan menginjak kerikil-kerikil tajam. Bahkan jalan aspal pun terasa begitu dingin seperti berjalan di area seluncur es. Tak lama kemudian, lolongan serigala lagi-lagi terdengar jauh di belakang. Mereka seperti bersahut-sahutan, berkomunikasi. Ia berbalik cepat, waspada, tatapannya menyeluruh ke semua tempat- masih sunyi, tak ada apapun di balik kabut putih tebal ini. Akan tetapi dia tak bisa menebak apakah ada kehidupan di antara puing-puing? "Serigala?" Ia menyangka ini adalah area terpencil dari Bumi, lokasi yang ditinggalkan setelah peperangan. Rasa panik pun menyergapnya. Tidak masuk akal, bagaimana mungkin kamar mandinya menjadi portal menuju tempat lain? Tanpa menunggu lagi, dia berlari ke pintu tempatnya datang, dari salah satu bangunan rusak, yang mirip sebuah toko elektronik. "Bukannya tadi tidak tertutup?" Ia membuka pintu itu. Betapa terkejut dia, pintu itu tidak lagi terhubung dengan kamarnya. Memang, sudah jelas dari kaca jendela depan kalau ini toko elektronik. Ia makin panik. Di dalam sini terdapat berbagai macam elektronik usang yang tertimbun debu. Ada benda mirip televisi layar datar yang begitu tipis, nyaris seperti irisan kentang. Ada pula benda-benda aneh yang tak ia kenal, sebagian besar mirip robot yang berbentuk layaknya manusia ataupun binatang, namun semuanya telah rusak. Tidak masuk akal. Theresa mulai gelisah. "Tempat apa ini? Semuanya hancur-" Dia mendekati meja kasir dimana tertumpuk elektronik asing dimatanya.  Salah satu benda yang menarik perhatiannya adalah kaca mata satu sisi, berlensa tipis warna biru terang. Ketika ia menyentuh benda itu, lensanya otomatis bercahaya yang menampakkan tulisan: IRISproject 2.0 Lalu layar itu berganti penuh ikon-ikon perintah kecil mirip seperti layar ponsel. Sebelum Theresa sempat mengangkatnya, layar benda itu mengalami error, berkedip-kedip, lalu mati kembali. "IRISproject? Alat komunikasi?" tebaknya yakin, "properti film?" Tak tahan lagi, dia buru-buru keluar dari toko itu, lalu membuka pintu-pintu di bangunan lain secara acak. Kamarnya tetap tidak ada. Ia meringis tak percaya. Dua kali dia menepuk pipinya, dan itu sakit, artinya kenyataan.  Ada toko asing, barang-barang aneh, puing-puing bangunan rusak, cuaca dingin, dan rembulan terlalu dekat, lalu lolongan serigala. "Ah!" Ia menahan napas saat mendengar suara lolongan lagi. "Serigala sungguhan?" DIMANA INI!, ia berteriak dalam hati. Karena panik, dia kembali berlari ke jalanan, berdiam diri di bawah lampu untuk menghangatkan diri, meskipun tidak berefek apapun. Giginya tak mau diam, bulu-bulu romanya tak mau tidur. Kalaupun tidak mati kelaparan, dia pasti mati kedinginan. "Hello! Ada orang?" teriaknya mulai frustasi. Namun ia buru-buru menutup mulut saat baru sadar bisa saja yang datang malah predator berbahaya. Mungkin saja ada beruang? Dari arah barat, lolongan serigala terdengar, langkah kaki mereka mendekat- ada serbuan yang datang menembus kabut. Theresa panik melihat serigala besar bermunculan dari berbagai arah. Di atas bangunan, di balik kabut, bahkan mata kuning berkilau mereka terlihat di dalam bangunan rusak depannya. Mereka semua terdiam ketika berhasil mengepungnya. Tak lama kemudian, di ujung jalan aspal ini, keluar dari balik kabut, muncullah seorang pria seusia denganya.  Di mata Theresa, pria itu berpenampilan ala pemburu makhluk penghisap darah era victoria, bermantel hitam tebal lengkap dengan sebuah panah berjenis crossbow di tangan kanan, dan pisau-pisau berburu tajam melingkar di sabuk celana. Theresa meneguk ludah. "Eh-" Pria itu kelihatan buas- tidak ramah sama sekali. Dia punya tubuh tinggi, tegap, terlatih seperti tentara yang ditugaskan di garda depan dengan kulit eksotis. Potongan rambut hitamnya agak panjang, warna yang senada dengan sorot matanya luar biasa k**i- lebih tajam ketimbang semua serigala yang berjajar di sebelahnya. Saat dia tersenyum, hanya deretan gigi taring yang menghiasi mulut itu. Dia benar-benar perwujudan seorang pejantan tangguh di alam bebas. "Baumu sudah tercium dari jarak ratusan meter, Theresa," katanya parau. Ia mendekat selangkah demi selangkah dengan hidung tampak mengendus udara yang menurutnya telah bercampur dengan aroma tubuh wanita itu. Theresa terkejut bukan main. "Siapa kau? Bagaimana tahu namaku? Aku tidak mengenalmu." Seulas senyum pria itu seakan menebarkan aura haus darah. "Tak kusangka kau berani menunjukkan diri di wilayahku lagi." "Aku tidak mengenalmu. Dimana ini?" Theresa mundur, bersiap lari secepat yang ia bisa ke arah berlawanan dengan mereka. "Pura-pura tidak kenal denganku?" Merasa Theresa sedang bersandiwara, pria itu membungkuk sopan sesaat seraya memperkenalkan diri, "Oh, maaf atas kelancanganku, Nona. Perkenalkan, namaku Porfirio, panggil saja Firio, orang yang sangat mengenalmu dari ujung rambut sampai kuku kakimu." Theresa takut dengan gerak-gerik pria aneh yang kian memperlihatkan permusuhan itu. "Aku tidak mengenalmu, sungguh. Dimana ini? Bagaimana caranya aku pulang?" Pria bernama Firio ini berpura-pura terkejut. "Pulang? Kau sudah pulang, Sayang. Selamat datang kembali, Istriku tersayang. Aku sangat~ merindukanmu." Suaranya begitu tenang- tenang nan menghanyutkan. "Istri?" ulang Theresa nyaris tersedak ludahnya sendiri. Tidak mungkin ini kenyataan. "Siapa kau?" "Aku suamimu, kau tidak serius lupa'kan? Oh, aku benar-benar akan membunuhmu sekarang." "Bunuh? Kenapa malah ingin membunuhku?" "Kau selalu manis saat berpura-pura." Firio mulai membidik dengan crossbow-nya. Anak panah yang ia tembakkan meleset beberapa inchi dari telinga kanan Theresa- Firio sengaja menggodanya dengan melakukan itu. Terbukti, Theresa membatu seketika, tak pernah berada dalam situasi mengerikan selama ini. Bulu tengkuknya berdiri. Jeritan pun meraung-raung dari mulutnya.  Aliran darah tubuh wanita ini berdesir cepat, sekencang detak jantungnya. Udara tak dingin lagi karena ia ketakutan. "Apa-apaan kau ini!" bentaknya sambil berbalik, lalu berlari tanpa menunggu jawaban dari Firio. Disini berbahaya, banyak serigala dan orang gila. "AAAAAHH!" Ia berteriak sepanjang jalan, menerobos kabut secepat mungkin karena kaki-kaki predator malam mulai mengejarnya. "Tunggu-tunggu aku- aku tidak mengerti, mengapa kau- ingin membunuhku? Aku tidak mengenalmu, sungguh. Aku belum menikah, lagipula mengapa kau ingin membunuh istri sendiri?" Dia menjelaskan itu dengan suara terbata-bata. "Dan dimana ini? Mengapa kamar mandiku berubah menjadi begini!" teriaknya lagi. Firio tak sungguh-sungguh mengejarnya, terkesan memainkan.  "Tidak kenal? Setelah apa yang kita lakukan? Malam-malam panas tiada henti." Suaranya tetap tenang, namun terdengar mengintimidasi. Jalanan beraspal ini seakan tak ada ujung. Di sisi kiri dan kanannya juga hanya ada puing bangunan serta pepohonan besar. Sebenarnya dimana ini?, rasa takut Theresa memuncak. Kala ia menoleh, puluhan serigala sudah hampir sejengkal menerkam punggungnya. "AAAAH! AAAAH! TOLONG!" Ia makin histeris melihat deretan gigi taring tajam yang dalam sekejab bisa mencabik kulit mulusnya. "MENJAUHLAH DARIKU!" "Sejak kapan kau melarikan diri, Theresa? Bagaimana mungkin berlari dari penduduk liar luar dinding sepertiku?" cemooh Firio seakan tak percaya. Dia masih berlari di belakang para serigala. Kabut tebal membuat keberadaannya nyaris tersamarkan. Beberapa kali ia melesatkan anak panahnya, Theresa beruntung bisa menghindar, tapi anak panah terakhir berhasil menyayat kulit lengan kiri atasnya. "Ah." Dia meremas lengannya perih, makin mempercepat langkah, terlalu takut saat kuku-kuku serigala berhasil menyobek kain celananya. "Hentikan! Aku tidak mengerti maksudmu! Luar dinding apa? Aku ini tersesat- aku tak tahu dimana ini!" Mendadak sebuah tembakan terdengar dari arah atas bangunan, pelurunya menembus ke kepala salah satu serigala- hingga tubuhnya terlontar dan mati di atas tanah. Seluruh kawanan serigala berhenti, begitu pula Firio. Mereka menoleh ke sumber tembakan, amarah pun memuncak. Firio memicingkan mata kesana, ada sesuatu yang berkilau terpantul sinar rembulan- laras s*****a api. Dia menuding ke arah itu seraya membidiknya dengan anak panah. Semua serigala memahami isyarat tangan itu sehingga berlarian mendaki puing-puing bangunan. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Time Travel Wedding

read
5.2K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook