bc

My Bodyguard

book_age16+
4
FOLLOW
1K
READ
bxg
like
intro-logo
Blurb

Revano Adi Pratama, Seorang anak sulung dari seorang mafia besar yang bernama Pratama. Tama menginginkan putra sulungnya Revano untuk melanjutkan bisnis gelapnya, namun Revano tidak ingin dan malah memilih untuk kabur dari rumah di pertengahan malam yang di bantu oleh adik bungsunya Reyna Adi Pratama.

Di pertengahan aksi kaburnya, ada sebuah kecelakaan yang hampir menimpa dan membuat dirinya bertemu dengan seorang gadis cantik yang bernama Trisya Arsyila Anastasya.

Risya, Seorang anak dari pemilik perusahaan besar Putra Pratama yang menjadi saingan berat Adi Pratama, ayah dari Revano.

chap-preview
Free preview
1 : Kabur
"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!" Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai. Orang yang ada di ruangan menahan nafas. Suara menggelegar sang kepala keluarga memenuhi ruangan yang biasanya sehangat s**u coklat yang diminum saat hawa dingin. Eh? "Jangan buat Papa bertindak lebih jauh, Revano!" Lelaki bertubuh tegap dan bermata elang itu mengepalkan tangannya. Urat-urat di lehernya terlihat, menjelaskan bahwa ia tengah emosi sekarang. Langkah pemuda itu masih tenang, seolah suara dari Papanya itu sering ia dengar dan tidak terpengaruh oleh apa pun. "Pengawal! Tutup pintu utama dan gerbang utama! Jangan biarkan Tuan Muda melangkahkan kaki dari mansion ini!" Dengan cepat pengawal yang bertugas melaksanakan perintah Tuannya, berlari. Dengan sedikit terbirit-b***t beberapa pengawal berlari agar lebih dulu sampai di pintu utama dan bisa menutupnya. Bugh! Bugh! Bugh! "Revano!" Tama --Papa dari Revano-- berteriak sambil berlari mendekati putranya yang dengan buas menghabisi pengawal mereka. "Jangan menghalangi jalanku!" teriak Revano sambil terus memukuli pengawalnya. "Reno! Bantu Papa memisahkan Abang kamu!" Wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Revano mendorong pundak putra keduanya --kembaran Revano-- untuk membantu Tama menjauhkan Revano dari pengawal yang nyawanya hampir di ujung tanduk. Tanpa membuang waktu Reno langsung berlari dan ikut membantu Papanya menjauhkan Abangnya dari pengawal mereka agar tidak ada yang kehilangan nyawa. Bugh! Satu bogeman mentah mendarat di rahang Revano. Sang empu terpelanting dengan sudut bibir yang mengeluarkan cairan merah. 's**t,' Revano mengumpat dalam hati sambil menatap sinis Papanya. Tama mendekati Revano dan mencengkeram kuat kerah kemeja yang dikenakan Revano. "Jangan pernah bertindak keluar kendali, Revano! Papa bisa bertindak lebih dari itu!" Dengan kasar Tama menggeret Revano. Reno mendekat dan berniat membantu Papanya membopong sang Abang. Suara Tama membuat langkahnya urung, "Masuk ke kamar kamu, Reno! Abang kamu biar Papa yang urus!" Nathalie --Mama Revano-- menganggukkan kepalanya pada Reno. Dengan langkah gontai Reno menuju lift yang menghubungkan langsung menuju kamar pribadinya. Nathalie mengikuti langkah suaminya dan anaknya, Revano. Memasuki lift yang kemudian ditemani kesunyian, kemudian sampai di lantai empat mansion megah itu. Brak! Tama mendorong kasar pintu kamar Revano, dan menghempaskan tubuh Revano di lantai. "Jangan coba kabur atau akan ada hal lebih dari ini yang tidak akan kamu inginkan!" Setelah mengatakan itu Tama melangkah keluar kamar Revano. Meninggalkan sang istri dengan anak sulungnya. Nathalie mendekati Revano yang hendak berdiri dari duduknya di lantai. Membantu anaknya itu duduk di pinggir ranjang. Kemudian mengambilkan kotak p3k yang ada di kamar itu. "Mama tahu Papa salah. Mama tahu Papa tidak berhak mengatur hidup kamu. Asal kamu tahu, Sayang. Bisnis itu sudah Papa kamu bangun dari nol, dan sudah cita-citanya dari dulu ingin mewariskannya untuk anak sulungnya, kamu." Revano tidak merespon apa-apa. Bahkan luka di wajahnya yang tengah dipoles obat merah oleh Nathalie sebenarnya perih, namun tidak ia tunjukkan wajah sakit itu di depan Mamanya. "Anak Papa bukan hanya aku. Ada Reno, Rifki, dan Reyna juga yang bisa mengembangkan bisnis Papa. Aku nggak mau masuk dunia hitam. Aku nggak mau jadi mafia," jawab Revano mengutarakan unek-uneknya. Nathalie menghela nafas pelan. Mengusap bahu anak sulungnya kemudian berpindah ke rambut cepak putranya itu. "Maafkan Mama karena tidak bisa mengabulkan keinginan kamu. Mama akan coba bicarakan ini pada Papa. Jangan berfikir untuk kabur, Sayang." Revano tidak menjawab. Dia memilih untuk berjalan menuju kamar mandi, mengabaikan tatapan sendu dari Mamanya. Nathalie memutuskan pergi dari kamar putra sulungnya itu. Sedangkan Revano di kamar mandi tengah bergelut dengan fikirannya. Papanya egois. Papanya kejam. Papanya jahat. Papanya, Papanya, dan Papanya. Revano mengambil sesuatu dari balik saku celananya. Kunci. Senyum miring ia tunjukkan pada kunci itu. Dia berhasil mengambil kunci itu dari pengawalnya. Mungkin tidak akan ada yang menyadari, termasuk Papanya. Revano keluar kamar mandi dengan baju yang sudah berganti. Pakaian santai yang dia kenakan ini akan menjadi barang satu-satunya yang ia bawa untuk pergi dari rumah megah ini. Langkah Revano melambat saat mendapati seseorang tengah duduk di ranjang king size nya. Dengan langkah yang kembali normal Revano mendekati Reno. "Kenapa ke sini?" tanya Revano dengan nada datar. Reno tersenyum melihat Abangnya. "Aku hanya ingin memastikan Abang baik-baik saja. Untunglah pukulan Papa tadi tidak membuat rahangmu patah," ucap Reno sambil menelisik luka di wajah Revano. "Jangan berlebihan. Keluar dari kamarku," titah Revano dengan nada dingin. "Aku harap kau bisa berfikir dewasa, Bang." Tanpa mengindahkan ucapan Revano dan wajah memerah Revano, Reno kembali berucap, "Aku akan membantumu agar Papa bisa menggantikanmu denganku mengurus bisnis itu." "Bagus kalau kau sadar. Papa memang lebih sayang denganmu. Jadi, cepatlah bicara. Dan sekarang, keluar dari kamarku," dengan suara masih dingin Revano menjawab. Reno berdiri dari duduknya. "Aku tahu Papa cukup tidak adil denganmu. Tapi percayalah, aku bukan anak kesayangan Papa satu-satunya. Aku harap kau tidak akan kabur malam ini." Setelah menepuk pelan pundak Revano, Reno segera melangkahkan kakinya keluar kamar kembarannya itu. Revano menggeram kesal di sudut ranjang. Dengan langkah pasti, Revano menuju balkon kamarnya. Apakah dia akan loncat dari sana? Jawabannya entah. Bisa iya, bisa juga tidak. Fikiran Revano buntu. Menyusun rencana di atas balkon. Itulah yang Revano lakukan. Setengah jam berlalu, ide itu mulai berdatangan. Dia tidak akan kesulitan keluar dari sana. Percayalah. Dengan langkah cepat, Revano keluar dari kamarnya dan segera menuju lift untuk sampai di lantai dua. Ia akan menemui adik bungsunya, Reyna. Tok! Tok! Tok! Ceklek! Gadis cantik duabelas tahun dengan balutan piayama hitam dan masker hitam di wajahnya menyambut kedatangan Revano. Pintu kamarnya segera ia buka lebar, membiarkan Abangnya masuk. "Pasti Abang mau sesuatu. Cepat bilang," ucap Reyna sambil duduk di depan cermin riasnya. "Temenin Abang keluar," jawab Revano dengan singkat. "Ke mana? Memangnya Papa bolehin keluar? Bukannya Abang abis bikin ulah?" tanya Reyna masih sibuk dengan masker wajahnya di depan cermin. "Kabur." "What!" Pandangan Reyna langsung tajam ke arah Abangnya. "Ngaco! Abang abis ditonjok sama Papa juga, nggak kapok?" "Kamu mau Abang ditonjok terus sama Papa?" tanya Revano masih dengan nada dinginnya. "Papa nggak akan nonjok Abang kalau Abang nggak bikin ulah. Lagian susahnya apaan, sih? Abang 'kan pinter, jalanin bisnis Papa nggak susah dong?" tanya Reyna sambil berjalan ke kamar mandi. Lima menit kemudian Reyna keluar dengan handuk kecil di lehernya. "Ayok pergi! Kalau dipikir-pikir, Abang kasihan juga. Papah egois, sih. Jadi, aku dipihak Abang, deh." Revano mengacak rambut adiknya gemas. Dia tahu sifat adiknya ini yang paling nggak tegaan. Makanya dengan perjuangan yang tidak seberapa itu, ia berhasil meluluhkan adiknya. Mereka berdua berjalan menuju lantai bawah. Dengan mengendap-endap tentunya. Reyna yang berada di depan, memberikan arahan pada Revano. Sedangkan Revano berjalan dengan santainya dengan wajah dinginnya. "Rey." Langkah Reyna berhenti. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Abangnya tengah berhenti di depan pintu kamar kedua orangtuanya. "Kelamaan, Bang. Ayo pergi." Reyna memberikan isyarat tangan. Revano masih menetap. Dia mendekatkan telinganya di daun pintu. Dia mendengar suara orangtuanya tadi, makanya berhenti. Reyna ikut mendekat ke arah Revano. Ikut menguping yang dibicarakan orangtuanya di dalam. "Cukup, Pah! Sudah cukup Papa memaksa Revano untuk menjalankan bisnis haram itu! Jangan kita buat dia menderita lebih dalam dengan perjodohan Papa ini!" Suara Nathalie terdengar menantang, juga bergetar. Revano tidak salah mendengar. Ia memang mendengar kata perjodohan tadi, makanya berhenti. Ternyata benar dia akan dijodohkan. "Tidak ada yang boleh membantah!" Setelahnya hanya isak Nathalie yang terdengar. Reyna menatap Abangnya dengan tatapan sendu. Tanpa aba-aba, Revano segera menggandeng tangan Reyna dan membawanya pergi dari depan pintu itu. "Anda tidak boleh keluar, Tuan Muda." Suara seorang Penjaga yang menghentikan langkah dari mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook