bc

Raison D'etre

book_age16+
66
FOLLOW
1K
READ
family
friends to lovers
dare to love and hate
student
drama
bxg
campus
highschool
first love
lonely
like
intro-logo
Blurb

RAISON DETRE

(n.) a reason for existing

Semua yang hidup pasti punya alasan untuk bertahan hidup.

Seperti misalnya Lakshi yang tetap bertahan karena punya mimpi keluarganya bisa bersatu lagi.

Atau,

Jana yang terus bertahan demi mewujudkan mimpi seseorang.

Sebuah alasan untuk tetap bertahan hidup itu wajib dimiliki setiap orang. Bahkan ketika alasan hidup itu sendiri untuk menyambut kematian.

chap-preview
Free preview
01. What is Lonely?
Lonely is not being alone, it's the feeling that no one cares. –The Minds Jurnal … Lakshi selalu berpikir bahwa dunia tidak pernah bekerja secara adil. Lakshi benci dirinya sendiri melebihi apapun di dunia ini. Kenapa Tuhan harus menempatkan Lakshi dalam sebuah keluarga yang jauh dari definisi kata harmonis, yang membuat Lakshi merasa hidupnya berjalan miris, punya kisah tragis. Ah, mungkin itu terdengar begitu menyediakan, tetapi memang begitulah keadaannya. "Lonely is not being alone, it's the feeling that no one cares." Lakshi pernah membaca sederet kalimat itu, di sebuah buku yang dijumpainya di toko buku. Lakshi merasa, itu benar-benar menggambarkan dirinya. Lakshi tidak sendirian, ia punya ayah dan ibu yang pergi setiap pagi menjemput dan baru pulang ketika malam menjelang. Di rumahnya juga ada pembantu yang sudah dipercaya mengurus Lakshi sedari kecil. Tetapi, bukankah rasanya akan tetap beda? Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri, Lakshi memutuskan untuk tinggal sendiri, sebab ibu dan ayahnya telah berpisah beberapa tahun lalu, mengenai penyebabnya apa, Lakshi tidak tahu. Tetapi yang pasti, kedua orang tuanya memang kerap bertengkar ketika bertemu yang paling banyak terjadi beberapa tahun sekali, sepengetahuan Lakshi. Mereka terlalu sibuk, sampai tak menyadari jika Lakshi tumbuh menjadi anak yang begitu tertutup. Lagi pula, tidak ada diantara mereka yang benar-benar ingin mendapatkan hak asuhnya. Tidak ada diantara mereka yang benar-benar peduli padanya. Hal itu membuat Lakshi makin memantapkan diri untuk pergi dan memulai hidupnya sendiri. Yah, meski orang tuanya masih membiayainya soalnya Lakshi belum bekerja. Tetapi sebisa mungkin, Lakshi memperkecil pengeluaran dan mencari pekerjaan yang bisa ia lakukan selagi mempunyai waktu luang. Seperti apa yang sedang ia lakukan sekarang. Gadis itu terduduk di dekat jendela apartemennya yang tirainya dibiarkan terbuka. Membuat sinar matahari sore bebas masuk menelisik kamarnya. Berjajar sukulen dalam pot-pot kecil menghiasi kusen jendela itu, Lakshi selalu rajin menyiraminya setiap pagi. Matanya mentap fokus pada layar komputernya, meneliti satu-satu huruf yang tersusun jadi kalimat yang berasal dari buah pikirannya. Di sana tertulis sebuah puisi: Kursi   Aku terduduk berselimut rindu Menyendiri, ditempat pribadiku Diatas bangku usang dalam kamarku   Ingatan masa lalu mulai datang menghantuiku Kepingannya menyerbu menusuk relung hatiku   Dulu, Mama selalu memangkuku Papa seolah tanpa beban menggendongku Kakak senantiasa menjadi sandaranku   Sekarang semua tidak lagi seperti dulu   Lepas tragedi dua tahun lalu Semua pergi meninggalkanku Kini aku hanya bisa terpaku Menatap foto bersama kala pesta kembang api tahun baru   Lagi-lagi aku menangis tersedu Meratapi betapa malangnya nasibku Yang ditinggal semua anggota keluargaku Kembali kepada-Mu   Desember 2018 Puisi itu terinspirasi dari dirinya sendiri. Bedanya, orang tuanya masih hidup di dunia. Bedanya, Lakshi tidak pernah dipangku Mama. Bedanya, Lakshi tidak pernah digendong Papa. Bedanya, Lakshi tidak punya Kakak. Gadis itu mengembuskan napasnya lelah. Meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat duduk terlalu lama. Ia menyesap minumannya, segelas kopi dingin selalu menemaninya setiap ia bekerja. Entah sudah kebiasaan atau bagaimana, tetapi justru akan terlihat aneh jika Lakshi mampu bekerja tanpa ditemani segelas kopi. Ia merebahkan dirinya ke meja dengan tangan sebagai bantalan. Berpikir, harus berapa lama lagi ia bertahan, atau, sampai kapankah ia bisa bertahan dalam keadaan yang begitu menyedihkan seperti sekarang. Orang-orang yang tidak mengenalnya mungkin menganggap hidupnya baik-baik saja. Tetapi jauh dalam lubuk hati Lakshi yang paling dalam, ada sepercik rasa yang membuatnya berpikiran untuk menghentikan perjalanannya sampai di titik ini saja. Jarum jam dinding menunjukkan waktu pukul empat sore. Pantas saja ia sudah merasa lapar. Tadi ia hanya sarapan sereal lalu lanjut bekerja sambil meminum bergelas-gelas kopi dan kue kukis yang dibuatnya sendiri. Lakshi pikir, ia butuh makan makanan yang berat kali ini. Makanya, ia memutuskan untuk keluar dari apartemennya menuju sebuah pusat perbelanjaan yang jaraknya bisa ditempuh bahkan hanya dengan berjalan kaki. *** Lakshi sedang berusaha menggapai kotak-kotak pasta di rak yang cukup tinggi ketika seorang remaja seusianya tak sengaja menabraknya sebab tengah berlari terburu-buru. Isi keranjang Lakshi berceceran di lantai, orang tadi berlalu tanpa kembali bahkan sekadar untuk meminta maaf. Lakshi kesal, tetapi ia sadar jika marah pun tak ada gunanya. Orang itu juga tak akan menyadari dirinya siapa, meski Lakshi tahu orang yang menabraknya tadi itu salah satu teman sekolahnya. Lakshi mulai membereskan botol saus, makanan ringan, tepung, selai, roti, dan barang-barang lainnya. Pergerakannya terhenti ketika ada tangan lain yang membantunya. Lakshi mengangkat kepalanya, sedikit tersentak kala melihat sebuah senyum hangat menyambutnya, orang itu bilang, "Biar gue bantu." Lalu seketika, ribuan kupu-kupu seolah berterbangan dalam perut Lakshi. **** Sepanjang perjalanan kembali ke apartemennya, jantung Lakshi benar-benar tidak bisa berpacu secara normal. Kalau kalian bertanya mengapa, Lakshi bakal jawab itu disebabkan oleh orang yang menolongnya tadi di swalayan. Lakshi tidak pernah menduga ia akan dapat pertolongan dari orang yang sama, lagi, yang bisa dibilang tidak dikenal … ralat. Lakshi mengenalnya, Lakhsi tahu siapa orang itu. Tetapi orang itu? Lakshi yakin, dia tidak tahu dirinya siapa. Bukankah itu menunjukkan bahwa sikap orang itu begitu tulus dalam membantu siapapun yang sedang kesusahan atau dalam masalah? Mana bicaranya sopan, kan Lakshi jadi lemah. Ya, meski harus Lakshi akui, berita soal orang itu yang berbuat kebaikan kebaikan kecil memang sering berseliweran setiap harinya di telinga dia. Anak perempuan seantero sekolah seolah memuji sikapnya yang mudah sekali bergaul dan mendapatkan teman. Humble, tak pernah membeda-bedakan. Lakshi sampai di unit apartemennya setelah berjalan beberapa menit. Mulai mengeluarkan barang belanjaannya dan bersiap untuk memasak. Dengan telaten, tangannya bergerak lihai seolah khatam langkah-langkah memasak makanan yang akan ia masak kali ini. Tadi, Lakshi tidak sengaja melihat iklan sebuah restoran tradisional. Menu ayam cabe ijo terpampang di sana. Lakshi jadi dapat inspirasi untuk memasak menu makan malam hari ini. Setelah mencuci beras dengan bersih, lakshi menambahkan potongan tomat, irisan bawang merah dan putih, satu batang sereh, dan irisan cabai rawit. Ia memasak nasi liwet. Sebenarnya, Lakshi belum pernah memasak menu yang satu ini. Tapi kayaknya, nasi liwet bakal bikin ayam cabe ijo terasa lebih enak ketika dimakan. Setelah kurang lebih berkutat selama satu jam di dapur, makanan itu akhirnya jadi juga. Aromanya wangi, seperti yang Lakhsi bayangkan. Meski warnanya sedikit pucat dan membuatnya tampak tak meyakinkan untuk dimakan, rasanya tetap enak. Setidaknya, masih wajar dan bisa dimakan oleh manusia. Entah kenapa, Lakshi jadi tiba-tiba ingat tetangga depan apartemennya yang juga tinggal sendiri. Gadis itu mengambil kotak makan dalam lemari, lalu mengisinya dengan nasi dan beberapa potong ayam yang tadi ia masak. Mudah-mudahan sih, tetangganya masih hidup sampai besok pagi setelah mengkonsumsi makanan buatannya. Koridor lengang, Lakshi memencet bel unit apartemen yang berada tepat di depan kamarnya. Tak lama, remaja lelaki seusianya muncul, membuat dua orang yang kini berhadapan mulai merasa canggung satu sama lain. Apalagi, setelah Lakshi menyadari ada kerut samar yang menghiasi wajah pemuda itu. “Ini. Gue masak ayam. Kebanyakan. Siapa tau lo lapar dan belum makan.” Lakshi menyodorkan kotak bekal itu yang langsung diterima tanpa ragu. “Lakshi?” cowok itu mengernyit heran. “Tumben?” “Gue kan udah bilang. Tadi masaknya kebanyakan.” Pernyataan tersebut jelas kebohongan besar. Nyatantya, entah kenapa, dia tadi tiba-tiba saja ingat Rama. Padahal, dia kan bisa menyimpan makanan itu di kulkas lalu menghangatkannya kembali untuk sarapan besok pagi. Katanya, tadi mau hemat? Atau jangan-jangan gara-gara ia bertemu Jana tadi sore. Loh. Kok jadi Jana lagi? Lakshi menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran yang baru saja lewat. “Thanks ya,” kata Rama pada akhirya. Lakshi mengangguk. “Gue ... kalo gitu, gue balik dulu,” pamitnya. Hanya begitu saja, interaksi yang terjadi antara keduanya yang paling sering terjadi seminggu tiga kali hampir dua tahun belakangan ini. Lakshi buru-buru berbalik dan masuk ke kamarnya sendiri. Ia tidak sedang dalam fase gagal move on kan, sekarang? ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
53.9K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.0K
bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
285.7K
bc

Will You Marry Me 21+ (Indonesia)

read
611.6K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.8K
bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
399.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook