bc

Cinta untuk Gibran ( Sequel Buku Nikah Untuk Starla)

book_age18+
1.5K
FOLLOW
15.8K
READ
possessive
arrogant
CEO
boss
drama
sweet
bxg
city
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Sequel Buku Nikah Untuk Starla.

Tak ada yang tahu jalan hidup yang di takdirkan oleh Tuhan, begitupun dengan Starla yang hanya mengikuti alur yang Tuhan berikan untuknya. Dirinya yang memiliki cinta dan mendapatkan cinta dari suaminya tentu saja merasa senang dan bahagia yang luar biasa. Lalu bagaimana saat cintanya di uji dengan begitu menyakitkan? mampukah Starla bertahan akan perasaannya yang sudah terlalu dalam itu?

Jangan lewatkan lanjutan cerita Starla dan Gibran yang pernah kalian baca dengan judul Buku Nikah Untuk Starla.

chap-preview
Free preview
Prolog
Masih ingatkah kalian pada sosok wanita yang tidak tahu bagaimana rasanya dicintai oleh seseorang? Iya, wanita itu adalah Starla Danisa. Wanita yang kini berumur 29 tahun dan memiliki suami yang lebih muda dua tahun darinya. Di umurnya sekarang, Starla sudah memiliki seorang putra yang sangat tampan dan begitu mirip dengan suaminya, dan putranya ia beri nama Ibra. Genap satu tahun Ibra lahir di dunia ini dan menemani hari-hari Starla yang terkadang membosankan. Setiap tingkah Ibra yang setiap harinya semakin pintar membuat Starla benar-benar gemas dan sangat menyayangi putranya. Starla, dulu adalah wanita angkuh yang mengatakan tak akan mencintai suaminya sendiri. Dirinya juga dengan yakin mengatakan jika dirinya bisa saja meninggalkan suaminya saat suaminya jatuh dalam hal keuangan. Kehidupan pahit yang sudah dilaluinya sendirian membuatnya tak tahu apa itu cinta, dirinya bahkan tak pernah sedikitpun mendapatkan kasih sayang ataupun ungkapan cinta dari seseorang yang ada di sekitarnya, termasuk ayah kandungnya sendiri. Namun, semua itu sudah berubah. Setelah mengenal suaminya, Starla jadi hidup dengan berbagai orang yang mencintainya dengan sangat tulus. Selain suaminya, Starla juga mendapatkan cinta dari orang tua dan juga kakek nenek dari suaminya. "Unda." Suara anak kecil yang terdengar membuat Starla yang tengah menata makanan di meja menoleh, menatap ke arah putranya yang berjalan pelan ke arahnya dengan membawa sebuah mainan di tangannya. "Sayang, kamu sudah bisa memanggil bunda?" Tanya Starla dengan senang dan langsung saja memeluk putranya dengan erat. Bahkan siapapun juga akan senang saat mendengar anak tercintanya yang bertambah pintar setiap harinya. "Starla kenapa ribut-ribut." Teguran dari mama mertuanya membuat Starla menoleh dan tersenyum lebar. "Mama, Ibra sudah bisa memanggilku bunda. Mama tahu betapa irinya Starla saat tahu kalau Ibra bisa lebih dulu memanggil mama dengan sebutan nenek." Adu Starla yang langsung saja membuat Tasya tersenyum saat mendengarnya. "Benarkah sayang? Coba ulangi lagi, biarkan nenek ini mendengarnya lagi." Kata Tasya seraya menghampiri cucunya dan meminta cucunya untuk mengulanginya lagi. Cukup lama keduanya menunggu, hingga membuat Starla mengerucutkan bibirnya ke depan karena kesal. "Kamu berbohong kan, kamu kan jarang temani di main, mana mungkin dia cepat memanggilmu dengan sebutan bunda." Kata Tasya lagi yang langsung saja membuat Starla semakin memajukan bibirnya karena kesal. Salahkan saja, jelas-jelas mertuanya itu selalu memintanya untuk pergi dan mempercayakan Ibra padanya. Tapi lihat saja sekarang, Ibra bahkan sudah di kuasai olehnya sendiri seperti itu. "Nenek." Panggil Ibra yang langsung saja membuat Tasya menggendong cucunya itu dan mencubit pipinya gemas. "Starla, sebentar lagi Gibran pulang bukan? Katanya kamu mau jemput dia di bandara." Teriakkan dari Tasya membuat Starla menghilangkan rasa kesalnya dan berjanji akan memaksa suaminya untuk membiarkan dirinya hamil lagi. Sudah dari tiga hari yang lalu suaminya di Amerika untuk mengecek perusahaan peninggalan almarhum kakek Kai yang ikut pergi setelah beberapa bulan nenek Krystal meninggal. Jujur saja, Starla benar-benar sangat menyayangkan kepergian kedua orang yang sangat baik padanya itu, tapi Starla juga tidak bisa berbuat apa-apa karena Tuhan sudah menentukan takdir umatnya masing-masing. Starla berdiri dan kembali meneruskan kegiatannya untuk menata makanan yang baru saja selesai ia masak. Sudah hampir lima bulan dirinya mengambil kursus masak dan meminta pekerja rumah untuk tidak memasak karena dirinya sendiri yang akan melakukannya. Dulu sekali, Starla benar-benar seorang parasit untuk suaminya. Dirinya memanfaatkan rasa cinta suaminya dan membiarkan suaminya melakukan semua hal. Namun sekarang berbeda, Starla mencintai suaminya jadi dirinya tak akan pernah membiarkan suaminya pergi dengan wanita lain dan dari sanalah dirinya berubah. "Mama, Starla akan mandi lebih dulu. Mama, papa, sama Ibra bisa sarapan lebih dulu. Starla akan sarapan bersama mas Gibran nanti." Kata Starla sedikit berteriak untuk mengatakan hal itu pada mertuanya yang pastinya tengah asik bermain dengan cucunya. Starla berjalan ke arah tangga dan menaiki tangannya dengan hati-hati. Starla benar-benar tak sabar untuk bertemu suami tercintanya. Hampir satu jam Starla menghabiskan waktunya untuk mandi dan juga berpakaian. Semua pakaian yang ada di almarinya adalah pakaian bermerk yang dibelikan oleh suaminya. Terkadang Starla sudah menolaknya, tapi suaminya selalu mengatakan jika alasan di bekerja adalah untuk dirinya. Starla keluar dari kamar dengan membawa tas dan juga kunci mobil yang ada di tangannya. Banyak sekali perubahan yang ada pada dirinya selama setahun belakangan ini. Mulai dari dirinya yang pandai memasak dan juga bisa mengendarai mobil. Semua itu karena bujukan dari mertuanya yang terus menakut-nakuti dirinya dengan mengatakan jika laki-laki akan ada masanya dalam menjalani puber keduanya. Jadi untuk berjaga-jaga, mertuanya selalu mengingatkan dirinya untuk merawat diri dan juga melakukan beberapa hal lain seperti memata-matai suaminya sendiri. "Sayang." Panggil Starla saat melihat suaminya sudah ada di dalam rumah dan membawakan banyak sekali mainan untuk putranya. "Kamu sudah cantik, mau ke mana?" Tanya Gibran seraya berdiri dan menghampiri istrinya. Gibran memeluk istrinya dan juga mencium kening istrinya dengan penuh rasa cinta. "Aku mau jemput kamu." Jawab Starla seraya menoleh ke arah mertuanya yang tengah asik makan di meja makan. "Mama nggak bilang kalau aku pulang lebih awal dan naik taksi? Aku juga sudah bilang sama mama kalau kamu nggak perlu jemput." Tanya Gibran yang langsung saja membuat Starla melotot tajam ke arah mertuanya yang hanya senyum-senyum sendiri itu. "Sudah aku ingatkan berapa kali, kalau kamu telpon aku dan yang angkat mama, maka telpon aku kembali. Mama benar-benar tidak amanah jika dititipi sebuah pesan. Apalagi pesannya untuk aku." Rajuk Starla kesal pada suaminya dan juga mertuanya. "Mama, jangan isengin Starla terus dong." Keluh Gibran seraya menatap ke arah mamanya. Tasya yang mendengarnya tentu saja tertawa pelan, diikuti oleh gelengan kepala dari Roni yang ikut tersenyum. Hampir setiap hari, ada saja yang diributkan oleh Starla dan juga Tasya. Bahkan pekerja yang ada di rumah itu pun sudah sangat bosan untuk menyimaknya. "Kamu juga, aku kan sudah bilang. Jangan beli banyak mainan untuk Ibra, aku nggak mau Ibra bodoh sepertiku." Marah Starla lagi pada suaminya. Gibran yang mendapatkan omelan dari istrinya pun hanya tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya yang sangat rapi itu. "Memangnya kamu bodoh karena punya banyak mainan?" Tanya Gibran memancing istrinya. Sudah lama sekali Gibran tidak menggoda istrinya yang terlihat sangat manis dan juga lebih cantik jika marah seperti itu. "Enggak, tapi yang namanya mainan akan membuat anak itu fokus pada mainan saja, dia tidak akan mau belajar hal-hal baru. Apa kamu tidak kesal karena dia belum bisa memanggilmu dengan sebutan ayah?" Jawab Starla sekaligus bertanya pada suaminya karena kesal. "Sayang, ada masanya dia akan memanggil kita dengan sebutan ayah bunda. Jangan dengarkan apa yang dikatakan oleh mama, mana mungkin seorang anak tidak bisa memanggil kedua orang tuanya tapi bisa memanggil kakek neneknya." Jawab Gibran mencoba menenangkan istrinya yang benar-benar terlihat sangat kesal karena putranya lebih pintar memanggil kakek neneknya daripada memanggilnya dengan sebutan bunda. Setelah perdebatan kecil itu, Starla dan Gibran pun ikut gabung di meja makan dan sarapan bersama. Ibra sendiri masih asik bermain karena tadi mertuanya sudah memberikan Ibra sarapan terlebih dahulu. "Papa kerjaannya lancarkan?" Tanya Gibran pada papanya yang masih terlihat sangat muda itu. "Dibandingkan dengan perusahaan, papa lebih pusing mikirin mama kamu yang nuduh papa main belakang sama mbak Mei. Kamu tahu bukan, mbak Mei sekertaris kepercayaan papa, tapi papa malah memindahkannya demi menghindari tuduhan dari mamamu itu." Jawab Roni dengan terang-terangan. Tasya yang mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya pada putranya pun hanya terdiam. Bukankah wajar jika dirinya khawatir, hampir setiap hari suaminya selalu bersama mbak Mei yang berstatus janda itu. Meskipun baru menjadi janda selama tiga hari, tetap saja Tasya harus memikirkan tentang semua konsekuensi yang akan ia terima jika membiarkan suaminya bekerja dengan seorang janda cantik jelita itu. Gibran yang mendengarnya pun langsung menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bukannya Gibran tak mau menanggapi keluhan dari papanya, tapi saat ini Gibran juga merasakan hal yang sama. Mamanya terus saja membuatnya kesusahan karena terus mengompori istrinya dengan kata-kata puber kedua pada seorang laki-laki. "Tapi memang lebih baik seperti itu pa, pikiran wanita kan memang setajam itu." Balas Gibran dengan suara pelan. Tasya yang mendengarnya tentu saja senang dan mengejek suaminya dengan juluran lidahnya. Lagipula jika di ingat-ingat, mamanya juga jarang sekali menemani papanya pergi ke kantor karena harus menjaga Ibra di rumah. "Kalian nanti akan pergi ke luar bukan? Kalian sudah tidak bertemu selama tiga hari, seperti biasa Ibra pasti aman di tangan mama." Kata Tasya seraya menatap bergantian pada Gibran dan juga Starla. Starla yang mendengarnya tentu saja langsung menggelengkan kepalanya cepat, tentu saja dirinya tak ingin tertipu lagi. Sudah cukup dirinya membiarkan putranya dalam sangkar neneknya yang buruk itu. "Starla akan tetap di rumah." Jawab Starla dengan cepat. "Kamu benar-benar tidak ingin keluar? Setidaknya kalian bisa bersenang-senang di hotel tanpa gangguan dari Ibra." Kata Tasya lagi dengan semangat. "Hari ini Gibran juga lelah ma, Gibran mau di rumah dan main juga sama Ibra." Jawab Gibran pada akhirnya. Tasya pun berhenti membujuk saat putranya sudah bersuara. "Kalau gitu mama sama papa yang pergi, kalian jaga rumah dan juga Ibra ya." Kata Tasya yang langsung saja membuat Starla dan Gibran menoleh dengan cepat. "Papa sama mama mau pergi ke mana?" Tanya Starla dan Gibran secara bersamaan. "Liburan." Jawab Tasya dengan senyuman lebarnya. Gibran yang melihatnya tentu saja sedikit kesal dan juga senang. Meskipun mama papanya sering sekali beradu cakap tapi masalah kesetiaan tidak perlu diragukan lagi. Gibran juga banyak belajar dari papanya dalam memperlakukan istrinya dengan baik. Mulai dari banyak mengalah dan juga memberikan hadiah-hadiah kecil untuk istrinya agar tidak merasa bosan di rumah. Setelah selesai makan, Gibran naik ke atas untuk mandi dan juga mengganti pakaiannya. Sedangkan Starla sendiri memilih untuk menemani putranya yang tengah main mobil-mobilan yang baru saja di belikan oleh suaminya. "Apa Ibra suka mobilnya?" Tanya Starla dengan pelan. Tangannya bergerak mengelus kepala putranya yang ditumbuhi oleh rambut halus yang mirip dengan rambut suaminya. "Iya unda, Ibla cuka." Jawab Ibra dengan antusias. Starla yang lagi-lagi mendengar jika putranya sudah bisa memanggil dirinya dengan sebutan bunda tentu saja senang dan kembali memeluk putranya dengan erat. "Hari ini Ibra akan main bersama bunda jadi Ibra harus terus memanggil bunda ya." Kata Starla dengan suara pelan. Bukannya mendengarkan, Ibra justru kembali fokus pada mainannya. Meskipun seperti itu, Starla cukup senang karena putranya sudah bisa memanggilnya dengan sebutan bunda. Jika diingat-ingat, putranya tumbuh dengan cerdas, bahkan di umurnya yang ke sembilan bulan putranya sudah bisa berjalan satu sampai empat langkah. Meskipun banyak jatuhnya, tapi putranya benar-benar sangat pintar daripada teman-teman seusianya. Terkadang saat malam, Starla juga sedikit menyayangkan karena jarang sekali menemani putranya main, tapi dirinya juga melakukan semua itu karena harus bangkit dan membuktikan jika dirinya bisa menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Semua restoran pun sudah ada ditangannya, terkadang jika ada waktu luang mertuanya akan menjelaskan cara yang sederhana dalam menjalankan restoran dan juga hotel peninggalan nenek Krystal. Awalnya Starla menolak semuanya, tapi sebelum kakek Kai meninggal, kakek mengatakan jika nenek dulu punya impian untuk menyerahkan HotResTa padanya. Hanya saja semua itu tidak kesampaian karena suaminya yang mengkhawatirkan kesehatannya saat itu. Starla juga tak ingin menyalahkan suaminya, karena Starla tahu suaminya melakukan semua itu untuk dirinya dan juga demi kebaikannya. "Sayang, tadi uangnya udah aku transfer. Coba kamu cek dulu, biar Ibra aku yang jaga." Kata Gibran yang baru saja turun dari tangga untuk menghampiri istri dan juga putranya. "Jangan sampai jatuh." Pesan Starla sedikit mengancam suaminya itu. Starla mengambil tas miliknya dan mengeluarkan ponselnya untuk mengecek uang transferan dari suaminya. "Sudah masuk mas. Mas Gibran juga transfer ke mama kan?" Jawab Starla sembari bertanya pada suaminya itu. "Sudah, nanti pertengahan bulan tinggal transfer ke panti aja." Jawab Gibran dengan lebih detail. "Baguslah kalau begitu." Jawab Starla seraya meletakkan tasnya kembali dan mendekati putranya. "Aku juga membelikan sesuatu untukmu tadi." Kata Gibran dengan pelan saat melihat istrinya yang tengah menatap ke arah putranya dengan penuh kasih sayang. "Kamu selalu melakukannya meskipun aku sudah melarangnya." Balas Starla seraya menatap ke arah suaminya yang tersenyum lebar ke arahnya. "Kamu kan istriku, aku ingin memberikan banyak hal selagi bisa." Jawab Gibran seraya menggerakkan tangannya untuk mencubit pipi istrinya yang terlihat sedikit tirus. "Kamu pastilah rajin olah raga ya? pipi kamu tirus." Tanya Gibran pada istrinya. "Tidak sering kok, nanti aku akan makan kue yang banyak biar kembali gembul." Jawab Starla yang langsung saja membuat Gibran tertawa mendengarnya. Gibran memang lebih suka melihat istrinya sedikit lebih gendut daripada terlihat kurus. Gibran menatap ke arah istrinya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Jujur saja, Gibran terkadang merasa sangat khawatir pada istrinya, apalagi setelah melahirkan dokter mengatakan jika ada kemungkinan bahwa istrinya akan mengalami gagal jantung kembali. Gibran benar-benar belum siap kehilangan istrinya, hanya saja yang bisa ia lakukan saat ini adalah berdoa dan meminta pada Tuhan agar Tuhan membiarkan dirinya menyayangi istrinya sedikit lebih lama lagi. Tbc

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook