bc

Circle of World

book_age16+
8
FOLLOW
1K
READ
adventure
time-travel
fated
second chance
sweet
no-couple
lighthearted
disappearance
like
intro-logo
Blurb

Bumi, 2029.

Teknologi ada untuk memudahkan mobilitas.

Sebuah Black Circle muncul dari bekas crop circle dan membuat Suah mengetahui fakta mengenai waktu. Di mana, dunia tidak memiliki masa lalu dan masa depan, atau mungkin sebaliknya?

Dan ketika seseorang yang tak pernah dikenalnya, berasal dari masa depan, atau mungkin masa lalu?

Saga: Kamu adalah masa laluku.

Suah: Kamu adalah masa depanku.

chap-preview
Free preview
Circle.
Bumi. Tidak ada penghuni terbanyak yang menempatinya dibanding manusia. Selain berkembang, makhluk sosial yang menjadi pengelola planet biru tersebut, semenjak diciptakannya, mulai membangun peradabannya sendiri. Teknologi mulai ditemukan dan mengalami perkembangan dari masa ke masa. Manusia yang tidak diketahui asal-usulnya, mulai memenuhi berbagai sudut bumi. Akan tetapi, pada suatu hari, ketika sesuatu yang telah ditentukan telah tiba, maka terjadilah insiden itu. Hari itu, alam semesta dilanda kabut hitam asing dari luar angkasa yang menyebabkan beberapa kerusakan di sekitar matahari termasuk planet bumi. Paparan kabut gelap yang bersuhu tinggi, menyebabkan benda-benda yang dilaluinya mengalami kerusakan drastis. Hari itu, bumi sedang mengalami kehancuran. Umat manusia … di ambang kepunahan. *** Bumi. Distrik R, 2029. Sembilan sentimeter di atas lantai, sebuah robot kecil meluncur dengan melawan gravitasi. Cahaya biru samar berasal dari bawah dan wajah yang berupa pola digital, menandakan bahwa makhluk elektronik itu sedang 'hidup'. Akan tetapi, pada permukaan lantai robot kecil itu melintas, terdapat garis hitam selebar sepuluh sentimeter sebagai jalurnya meluncur. Di luar garis tersebut, tidak ada bisa ia lewati. Ia bisa saja melakukannya jika tuannya mengaktifkan mode manual, yang membuat robot kecil itu bebas menyusur ke arah mana pun. Namun, setiap sesuatu pasti memiliki kekurangan. Daya robot tersebut akan cepat terkuras jika mode itu dinyalakan, juga akan membuat perangkat-perangkat yang ada padanya bekerja lebih keras dari biasanya. Saat ini, apa yang menjadi tempat tujuannya adalah sebuah kamar dengan pintunya yang terbuka. Robot kecil itu hanya memiliki tinggi sekitar tujuh puluh lima sentimeter. Ia masuk ke ruangan yang memiliki cahaya cukup untuk melihat segala sesuatu yang terjamah mata buatannya. Seseorang yang menjadi tuannya, memanggil beberapa saat yang lalu. Cahaya biru neon menyinari garis batas pintu saat ia melewati dan masuk melalui sana. Bagian luar kerangkanya ditutup dengan lapisan besi yang permukaannya berwarna putih. Kepala robot itu berbentuk bulat dan sedikit pipih. Juga, terlihat seperti tidak menyatu dengan lehernya yang tak terhubung. Ia bisa memutar kepalanya dengan sudut penuh. Meskipun tampilannya biasa, tapi robot itu memiliki sesuatu yang tidak dimiliki robot masa sekarang. Ia mungkin termasuk dalam kategori langka dan sulit dicari. Sang pemilik sempat mengkhawatirkannya. Karena robot jenis tersebut, sudah tidak diproduksi lagi dalam lebih dari lima belas tahun terakhir. Mengesampingkan hal itu, sang pemilik saat ini menjadi yang dituju oleh robot tersebut, bersandar pada bagian samping tempat tidurnya. Di sebelah kirinya, terdapat jendela, angin yang masuk menerbangkan tirai tipis. Tepat di di dinding seberang jendela, terdapat tempat air minum portabel dan juga sebuah rak rendah. Tidak banyak barang yang terdapat di dalam kamar tersebut. Hanya ada beberapa buku yang masih tersegel plastik di atas meja, beberapa juga terhambur di atas tempat tidurnya. Sebuah gitar juga berdiri di samping bingkai jendela. Senarnya yang putus, membuatnya seperti terabaikan. Pada kamar tersebut, hanya ada satu bunyi yang menenggelamkan kesunyian. Namun, bukan satu-satunya hal yang terdengar berkesinambungan. Kembali pada apa yang dilakukan si pemilik robot, terlihat beberapa kepingan bilah logam yang memiliki ukuran panjang tertentu. Benda tersebut tergeletak di lantai Parquette di depan orang itu. Cahaya biru samar yang berasal dari bagian bawah robot tadi, menyinari permukaan lantai saat meluncur pada lintasannya y6 disebut black line. Jam pada waktu setempat menunjukkan pukul enam sore saat robot itu berdiri—atau mungkin duduk—di depan seorang laki-laki yang sedang memoles kayu dengan amplas. Saat ini, satu-satunya makhluk hidup yang ada di ruangan itu sedang mencoba membuat alat musik petik berbahan dasar kepingan bilah logam yang dirangkaikan dengan kayu. Atau lebih dikenal dengan nama kalimba. Jari-jarinya terus merasakan area yang akan banyak disentuh saat memainkan alat musik petik itu. Ia berusaha membuat permukaannya menjadi halus ketika melihat robotnya dan setiap gerakan yang ia buat. Jika robot memiliki ekspresi, maka apa yang ia tangkap dari salah makhluk buatan manusia dalam bentuk elektronik itu adalah rasa keingintahuan. “Kalimba,” ucap si robot dengan suara tiruan berdengung yang berasal dari pita suara buatan. Sebuah gelombang elektromagnetik dirangkai dengan synthesizer untuk membuat prosesor dari perangkat utama robot itu. Hingga bisa menghasilkan suara. Laki-laki itu tersenyum. Robotnya itu selalu berfungsi baik sejak terakhir kali bermasalah. Ia bersyukur pada saat itu, karena hanya beberapa penghubung dari bagian resistornya saja yang putus. Berbeda halnya dengan manusia. Robot, jika rusak masih bisa diperbaiki, dan mereka juga tidak memiliki harga yang harus diingat, kecuali jika ada yang menginginkannya. Lagi pula, setiap robot yang sudah rusak parah dan tidak terpakai, akan dibuang di tempat terbengkalai di Distrik M. Sebuah distrik terbengkalai yang berguna untuk menampung sampah bumi. Tidak ada manusia yang menempat di sana. Lalu, manusia. Saat mereka mati, tidak ada yang bisa diperbaiki untuk menghidupkannya kembali. Meskipun teknologi untuk membuat nyawa sedang dikembangkan di tahun 2029 ini. Teknologi … ada untuk mewujudkan kemustahilan. Cahaya biru berbentuk oval dengan titik hitam di tengah-tengah mata robot itu, terarah pada seseorang. Disusul dengan dua gerakan serupa yang adalah kedipan dalam bentuk digital. Ia memerhatikan apa yang sedang laki-laki itu lakukan. Setiap sensor yang terpasang pada kerangkanya, akan bekerja pada saat tertentu. Kedipan itu masih terlihat kaku saat suara khasnya bertanya, “Apakah ada yang bisa saya bantu, Tuan Suah?” Suaranya terdengar seperti tidak memiliki niat yang benar-benar ingin bertanya. Tidak ada nada yang menyiratkan keinginan yang benar-benar ingin membantu. Semua itu hanya suara datar tanpa irama seperti sebuah pertanyaan. Laki-laki yang bernama Suah itu sudah biasa mendengar tawaran dari robot pribadinya. Jadi, ia hanya menjawab, “Kau belum memiliki hardware untuk bisa merasakan tekstur permukaan benda, Sil.” Suah sedikit merasa bahwa robot—yang seumuran dengan berapa lama ia di tinggal di rumahnya—itu sedikit mengalami masalah. “Dan jangan panggil aku begitu.” Setelah itu, ia kembali menggosok permukaan kayu berbentuk bulat. Mungkin, kerusakan kali ini akan sedikit lebih parah dari sebelumnya. Jika pun memang bermasalah, Suah akan merasa akan terganggu jika membeli yang terbaru dan merasa asing. Laki-laki tersebut tidak ingin robot yang sering dipanggil dengan Sil itu, tergantikan. Betapa pun canggihnya, ia hanya menyukai robot kecilnya dalam melakukan hal apa pun. Sil bergerak sedikit kaku saat mengambil satu lembar amplas dan berhenti. Suah duduk di dekat black line Sil. “Apakah artinya aku juga akan memiliki lima jari jika Suah membawaku ke tempat kakek-kakek berkacamata itu?” Kalimat panjangnya membuat Suah tertawa. Di rumah yang hanya ditinggalinya seorang diri, tidak banyak yang bisa dijadikan hiburan dan teman berbicara selain Sil. Banyak hal yang mereka lakukan bersama. Sil adalah satu-satunya pencetak kenangan miliknya. Jika pun tergantikan, maka Suah akan berani membayar lebih pada mechanobot untuk mengalihfungsikan perangkat utama Sil yang memuat semua kejadian yang dilalui pada robot dengan kerangka baru. Potongan kayu itu sudah mulai mengkilap di tangan Suah. Ia melirik saat dua benda yang merupakan tangan, mengambil selembar amplas, mengarahkan pada wajah sendiri. “Apa yang kau lakukan?” Komponen-komponen yang ada pada robot itu bekerja normal saat menangkap getaran gelombang suara. “Ada suara yang tak bisa kukenali berasal dari benda ini, Suah.” Mata birunya terlihat mengkaji unsur pembentuk dari apa yang ada di tangan putihnya. Sepasang tangan itu memiliki bentuk kompleks yang memudahkan untuk mengambil sesuatu. “Carborundum, semikonduktor yang mengandung senyawa silikon dan karbon dengan rumus kimia SiC. Selain memiliki fungsi tertentu, Partikel ini juga akan sangat berbahaya bagi manusia jika digunakan dengan cara yang salah.” “Aku mengerti.” Suah melirik pada goresan halus yang tertinggal di permukaan pipi Sil. Robot itu menikmati saat mendengarkan suara dari dua benda keras yang bergesekkan. Dalam dunia manusia, mungkin itu akan disebut dengan masokis, atau menyakiti diri sendiri. Suah sedikit kerepotan saat memikirkan istilah yang tepat untuk pelakunya adalah sebuah robot. Semenjak kecil, seorang Suah Eze masih tetap terkagum-kagum pada para ilmuan yang membuat robot untuk bisa memahami dan belajar dengan sendirinya. Dunia teknologi berkembang dengan tak terduga, juga tak terkendali. Meskipun Sil bukan robot kalangan atas, tapi ia sudah bersyukur memiliki jenis auto-act seperti itu. Ribuan data pengetahuan umum juga ada di sana. Paling tidak, ia tidak harus searching di internet. Teknologi ada untuk memudahkan pekerjaan manusia. Lima belas menit berlalu saat permukaan kayu sudah benar-benar licin dan nyaman untuk ukuran pegangan tangan. Suah mulai mengkategorikan bilah logam dari yang terpendek ke yang terpanjang. Masing-masing dari ukuran tersebut, memiliki jumlah sepasang. Suah memilah dan mulai memasang kepingan bilah logam dan mengeratkannya agar terhubung kuat. Karena, seseorang pembuat alat musik adalah orang yang harus mengetahui musik. Ternyata, ia tidak sia-sia mengambil jurusan musik di perguruan tinggi sebelumnya. Selain dikenang, masa lalu juga patut untuk disyukuri. Lima belas menit kedua juga berlalu saat Suah mencoba memainkan nada pertama, hanya ada dua panel yang terpasang. Meskipun hanya sedikit sesuai dengan apa yang ia harapkan, karena itu adalah kali pertama membuat alat musik tersebut, tapi hasil yang diperoleh memiliki tingkat kepuasan tertentu baginya. Setelah lama berlalu, Suah selesai memasang semuanya. Karena tangga nadanya masih belum pas, ia kembali menyetel ketepatan letak bilah logam. Semakin tepat letaknya, semakin bagus pula suara yang dihasilkan. Suah memikirkan sebuah instrumen dan menerapkannya pada kalimba buatannya. Sebuah nada berdenting lembut di antara dua makhluk tersebut. Sil sedikit membantu saat selesai menganalisis suara yang dihasilkan dari kayu yang ditempeli bilah logam itu. Ia me-loading sebuah kalimat yang siap diluncurkan. “Etude In D Sharp Minor Op. 8, No.12 oleh Alexander Scriabin.” Nada yang dimainkan oleh Suah sedikit lebih rumit untuk sebuah kalimba, tapi susunan nada tersebut bisa membuat Sil menebaknya dengan benar. Suah tersenyum untuk kali yang entah sudah berapa dengan perkembangan robot miliknya. Di masa depan, mungkin Sil akan menjadi makhluk elektronik paling jenius. Dagu Suah terangkat ketika menoleh pada Sil, ada satu kesalahan yang ia sadari dari informasi yang baru saja didengarnya. Matanya sedikit menyipit, seolah memberi kode gerak yang mengatakan bahwa ada yang terlewat dari penjelasan robot tersebut. Suah hampir melupakan bahwa robot adalah makhluk yang tidak bisa membaca perasaan dan pikiran manusia. Jika itu Daff, mungkin ia sudah dipukul olehnya karena menyaksikan bagaimana gerakan mata Suah saat ini. “Nikolayevich,” ucap Suah, setelah satu menit tidak mendapat tanggapan dari Sil. Dalam satu menit, Sil akan berkedip selama dua kali. Hal sederhana itu bekerja agar ia terlihat lebih hidup dan manusiawi. Sil tidak mengerti. “Suah?” Ia ingin membuka laman internet untuk mencari kata yang diucapkan sang tuan, sebelum akhirnya Suah menjelaskan, “Kau kehilangan satu kata dari namanya, Sil. Alexander Nikolayevich Skriabin.” Cahaya yang ada pada bagian bawah Sil berkedip saat robot kecil itu kembali mencari data yang dimaksud Suah dalam controller yang tertanam di dalamnya. “Aku tidak menemukannya. Bukan karena kehilangannya, aku memang tidak memilikinya dari awal. Aku akan menambahkannya dalam folder ingatan umum dalam kategori nama seseorang,” jelas Sil, lalu membersihkan sisa sampah bekas Suah. Laki-laki itu sudah menyelesaikan kalimba buatannya. Lalu, bunyi bip yang lumayan keras terdengar dari robot itu. Yang menandakan ada sesuatu yang harus ia lakukan. Namun, Sil masih membersihkan sampah milik Suah. Apa robot itu tidak menyadarinya? “Suah,” panggilnya, setelah 207 detik berlalu. “Ada daftar kegiatan yang harus dilakukan saat ini juga.” Vakum berada di tempat yang tidak tepat saat robot kecil Suah mengarah ke luar. Black line menjadi jalan pribadinya saat menuju dapur. Suah melirik pada jam analog besar yang bercahaya untuk memeriksa waktu. Ia menghabiskan hampir dua jam untuk membuat kalimba. Itu pun dengan bahan dasar yang sudah dikerjakan terlebih dahulu. “Apa itu?” “Kamu melewatkan lima puluh lima detik waktu makan.” Suah tersenyum. Dugaan hanya akan tetap menjadi dugaan jika tidak menjadi nyata.Ia harus mempertimbangkannya lagi sebelum meminta Kennatau Daff memeriksanya. Akhir-akhir ini, laki-laki yang berusia dua puluh dua tahun itu selalu berpikir lebih. Lupakan untuk Daff yang merupakan makhluk non-elektronik yang tercipta untuk menyusahkan hidup manusia, terutama bagi Suah. Seorang penggila teknologi yang fanatik. Tepat pukul 18.47 waktu bagian Distrik R, Suah berjalan menuju dapurnya untuk makan malam. Menyantap makanan cepat saji yang ia buat dengan bantuan Sil. Malam ini, ia bisa tidur lebih awal untuk istirahat di hari libur yang sudah membuat lelah fisik dan jiwa. Sebagian besar waktu siangnya dihabiskan dengan membaca di berbagai tempat yang jauh dari lingkungan rumahnya. Semua ia lakukan hanya untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan. Konsentrasi, rumah adalah satu-satunya tempat kembali. Sil menempatkan punggungnya yang sudah terbuka pada sebuah alat khusus yang tertempel di dinding, ia juga harus mengisi daya agar bisa terus 'hidup'. Jendela kamar dari rumah tersebut masih terbuka. Sebelum tidur, Suah menikmati lampu-lampu di luar yang menandakan kehidupan. Ia mengambil satu buku dari atas kasurnya, beberapa buku lainnya kembali ia tempatkan pada rak buku. Itu adalah buku yang terpilih untuk ia baca selanjutnya. Satu jam kemudian, buku tersebut jatuh pada wajah Suah, dengan matanya yang sudah tertutup. Dibanding dengan tidur, ia lebih cocok disebut tertidur. Besok, ia harus kembali ke kehidupan biasanya. To be Continued Him Senin, 19 Juli 2021.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Scandal Para Ipar

read
693.6K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.4K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.9K
bc

Marriage Aggreement

read
80.8K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
624.2K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
153.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook