bc

AKSARA

book_age12+
148
FOLLOW
1K
READ
adventure
HE
student
warrior
tragedy
no-couple
lighthearted
genius
high-tech world
kingdom building
like
intro-logo
Blurb

Perjalanan Seorang pemuda bernama Aksara untuk menemukan ayah dan kakeknya yang berada di sebuah kerajaan Kambalang. Kerajaan yang masih hidup dengan kehidupa tanpa listrik apalagi internet. Aksara yang menemukan sebuah aliran listrik dari kekuatan sinar matahari mampu membuat berbagai alat yang bisa ia gunakan untuk membantunya menjalankan tugasnya mencari ayah dan kakeknya. Bagaimana jika kehidupan jaman dahulu dimasuki alat moderen dari jaman sekarang? Pasti akan membuat hal yang menakjubkan. Mau tak mau, Aksa mengcopy suara mereka ke dalam tape recorder dan memberikan pada kakek Monggo yang lebih tahu dengan semua arti dari percakapan tersebut.

Kakek Monggo dibuat heran bukan kepalang.

"Ilmu apa yang kau miliki nak Aksa? Aku belum pernah mendapati seseorang bisa melakukan hal seperti ini sebelumnya."

"Ilmu teknologi modern kek."

Kakek Monggo semakin terkejut. Bagaimana bisa suara para bandit pemberontak yang ia temui kemarin bisa didengar dalam sebuah kotak.

"Apa ini kotak ajaib?" Serunya membolak-balikkan alat yang dari tadi mengeluarkan suara percakapan yang kemarin ingin sekali ia dengar.

Dan Aksa hanya tersenyum melihat tingkah kakek Monggo.

tokoh utama : Aksara

Cover:

edit by Pixlr

Design by Phujie

chap-preview
Free preview
1. Aksara
Di sebuah ruangan temaram. Dimana hanya cahaya lampu tidur yang menerangi sosok wajah tampan. Tampak remaja beranjak dewasa yang tengah terlelap dengan kerisauan. Keringat menetes dingin. Lagi lagi mimpi itu memenuhi malamnya. Sosok tubuh kekar itu mulai menata nafasnya yang memburu. Pria berumur sekitar 19 tahun itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan kamarnya. Masih pukul 3 dini hari. Lalu dengan kasar ia mengusap wajah dengan tangan kekarnya. Mimpi mimpi yang sama selalu datang menghantui. Seperti sebuah panggilan yang menginginkan dirinya datang ke suatu tempat. Ia beranjak dari ranjang yang berukuran tidak lebih dari 120x200 cm miliknya. Mengacak rambut ikalnya sambil mengait gagang pintu yang menyekatnya dari ruang tamu. Niat hati ingin mengambil air putih untuk membasahi tenggorokannya yang kering, laki laki itu malah terhenti ketika mendapati sosok lain yang ia kenal sebagai ibunya tengah duduk termenung di sofa ruang tamu. Ada apa gerangan. Apakah ibunya tidak tidur semalaman? Menimang dari pada mengambil air minum, ia lebih memilih mendekati sang ibu. "Mama lagi mikirin apa?" Suaranya seperti serangan keras di keheningan saat itu. Ibunya hampir saja terlonjak karena tak menyadari kehadiran sang anak. "Aksa? Sayang? Kenapa kamu bangun jam segini?" Ucap sang ibu lembut tanpa berfikir untuk menjawab kerisauan anaknya. "Aksa haus. Mama ngapain? Aku yakin pasti ada sesuatu yang mama sembunyikan." Laki laki itu duduk di sebelah ibunya. Ya. Namanya Aksara. Nama pemberian sang kakek. "Maafkan mama nak." Katanya gusar penuh dengan kepasrahan. Aksa masih diam, memperhatikan ibunya yang ingin memulai pembicaraan. "Kamu tau Paman Datasa?" Seolah mengingatkan yang sebenarnya tak perlu lagi diingatkan. Aksa hanya mengangguk mengiyakan. Datasa adalah adik dari ayahnya. Ayahnya yang pergi dan tak kembali sejak ia masih berumur 3 tahun. Paman Datasa memiliki seorang putra bernama Jaya Batala yang seumuran dengannya. Hanya saja, Jaya lebih memiliki banyak teman dibanding dirinya yang tak terlihat di sekolah. Aksa memandang sang ibu penuh dengan rasa penasaran. "Paman Datasa ingin kamu pergi menyusul ayahmu nak, dan ibu benar benar tidak rela." Kalimat yang sukses membuat Aksara terkejut. Pasalnya, kata sang ibu ayah pergi bekerja menemui sang kakek yang tidak pernah kembali sampai saat ini. Lalu kemana ia harus pergi menyusul sang ayah? Dan kenapa ibunya tak rela? Sungguh aksa tidak mengerti sama sekali. *** Pikiran Aksa masih berkutat dengan perkataan ibunya semalam. Membuat dirinya tidak bisa konsentrasi dengan mata pelajaran pagi ini. Jam istirahat yang biasanya ia habiskan untuk membaca buku pun, hanya ia habiskan Duduk merenung di bangku kelasnya. "Emm," Terdengar suara gumaman keras sedikit menggoyahkan lamunan Aksa. Sedikit memperbaiki letak kacamatanya lalu memandang pemilik suara dengan malas. Jaya, siswa keren dengan segala kekuasaannya, membuat seorang Jaya menjadi angkuh. Bahakan pada Aksa, sepupunya sendiri. Bahkan tanpa jawaban, Aksa kembali menundukkan pandanganya ke meja kosong di depanya. Ia tak ingin memulai masalah dengan sepupunya itu. Sampai gebrakan keras yang tak lagi membuat Aksa kaget maupun terkejut. Itu lagu lama. Memang seperti itulah kelakuan sepupunya. Jaya memandang sinis pada Aksa. Seragam kebesaran yang menutupi kelebihan tubuh Aksa yang sebenarnya kekar. Dan kacamata sang sebenarnya bukanlah kacamata berlensa. Tentu saja Jaya tau segalanya. Dan ia diam saja karena itu yang ia inginkan karena tak ingin merasa tersaingi dengan keponakan ayahnya. "Lo? Kenapa masih ada di sini?" Tunjukan jari Jaya tepat di depan Aksa membuat Aksa mulai mengangkat wajahnya. "Bukanya lo harusnya pergi nyusul om Hanaka?" Perkataan Jaya membuat Aksa tertarik untuk mendengarkan ucapan Jaya yang selama ini ia anggap angin lalu. "Lo tau masalah ini?" Dan lagi lagi Jaya tersenyum meremehkan. "Lo harusnya nyusul bokap lo supaya om Hanaka bisa kembali ke sini." "Maksud lo?" "Lo gak kasian sama nyokap lo? Lo yang di minta pergi supaya bokap lo bisa kembali. Syukur syukur kalau lo sama kakek juga bisa kembali juga." Jaya memandang wajah sepupunya yang begitu tertarik dengan jawabnya. " ck, Apa tante rere gak jelasin semuanya?" Aksa mengendikan bahu. Memberi jawaban antara iya dan tidak. "Huh!" Jaya melepas nafas dengan kecewa. Ia akan menjelaskan sesuatu. "Lo tau bokap gue sama kakek ada di mana?" "Tau lah," "Terus kenapa gak lo aja yang pergi selamatkan kakek?" "Karena di sana ada bokap lo, bukan bokap gue." Dan lagi lagi jawaban Jaya membuat Aksa menghembuskan nafas pasrah. "Gue gak mungkin ninggalin mama sendiri." "Lo tetap harus pergi ke desa tempat kakek berasal. Ini demi kelangsungan hidup kita" Jawaban yang sukses membuat Aksa memandang tajam ke arah Jaya. Namun hanya tepukan pada bahu Aksa sebagai jawaban yang belum sepenuhnya bisa Aksa terima. "Lo pasti akan pergi Aksa, sepupu gue yang paling keren. Gue tahu." Kata Jaya sebelum berbalik dan keluar dari ruangan kelas sepupunya itu. *** Pikiran Aksa menjadi semakin carut marut dengan segala asumsinya. Ditambah lagi kedatangan om Datasa yang memang memojokkan ibunya agar ia bisa berangkat. Entah berangkat kemana, Aksa tak pernah mengerti. Kenapa ibunya bahkan memohon pada pamannya agar ia tak usah pergi. Aksa tak bisa memejamkan matanya bahkan sampai dini hari. Sampai akhirnya sang ibu yang dengan wajah resah nya datang ke kamar kecilnya. Kamar yang penuh dengan buku buku dan banyak sekali bahan bahan penelitian yang sudah menjadi hobinya sejak kecil. "Kamu belum tidur?" Ungkapan halus itu hanya dijawab Aksa dengan gelengan pelan. Mereka seolah saling mengerti. Sang ibu hanya tersenyum dam mengusap kepala anaknya dengan lembut. Mengedarkan pandanganya ke kamat anaknya yang selama ini jarang ia perhatikan. Buku buku tebal bertumpuk di rak dengan rapi. Ia tahu anaknya suka sekali membaca. Mengupas rasa penasarannya. Banyak sekali bahan bahan penelitian milik anaknya peninggalan dari sang suami. Mulai dari teropong bintang. Robot kecil, sampai alat alat komunikasi hasil rakitan anaknya. Semuanya tersimpan jelas di kamar ini. Dan tak ada yang tahu. Lalu kembali memandang wajah anaknya. Memberikan senyuman lembut yang Aksa tau itu sangat dipaksakan. "Di sana adalah desa terpencil. Jauh dari kota dan ilmu pengetahuan modern, semua serba kuno. Di sana adalah Desa yang tak terjamah oleh informasi bahkan ilmu pengetahuan. Banyak sekali hal hal mistis yang tak bisa di terima oleh akal." Masih dengan memandang wajah tampan anaknya yang terlihat semakin tampan tanpa Kacamata. "Papamu, harusnya bisa kembali kalau ia bisa menemui kakekmu yang terperangkap oleh penguasa di sana. Selama belum bisa menemukanya, maka papa tak bisa kembali." Aksa mulai mengerti. Namun di saat bersamaan ia pun tak tega melihat ibunya menunduk bersedih. "Mama?" Panggilnya lirih. Ia tahu sang ibu masih mencoba menyembunyikan kesedihannya. "Harusnya ini adalah tugas pamanmu Datasa. Jika papamu belum kembali dalam 3 tahun, harusnya ia menyusul ayahmu. Tapi ia tak melakukanya dan malah asyik menikmati harta peninggalan kakekmu." ceritanya tersirat sedikit emosi "Dan sekarang ia menyuruhmu pergi menemukan papa dan kakekmu. Mama yakin paman Datasa tau kalau kakekmu masih memiliki beberapa tanah yang luas yang tak di ketahui Datasa. Dan ia masih butuh nama papamu kalau ingin menjual beberapa tanah dan perkebunan. Mama gak mau kamu pergi hanya untuk memenuhi keserakahan pamanmu nak!" Katanya terisak. Membuat Aksa semakin iba dibuatnya. "Aksa akan pergi." Tegas Aksa membuat sang ibu memandang penuh pada wajahnya. Gelengan keras dari sang ibu membuatnya semakin yakin. "Aksa akan pergi. Tapi ini bukan tentang memenuhi keserakahan om Datasa." Terangnya membuat sang ibu memandang wajahnya dengan penuh penasaran. "Aksa akan pergi dan akan membawa pulang papa dan juga kakek untuk mama. Bukan untuk paman Datasa." Jelasnya penuh percaya diri yang malah membuat wajah ibunya semakin kalut. "Tidak Aksa sayang, mama gak mau kamu pergi." Dengan penuh percaya diri Aksa memegang tangan sang ibu. "Percayalah pada Aksa Ma, doakan Aksa. Aksa pasti bisa." Ucapnya meyakinkan sang ibu. Ibunya masih menggeleng. "Ibu pernah dengar, kalau di sana tak akan bisa kembali semuanya kecuali meninggalkan satu keturunan." Aksa tersenyum. "Mama cukup percaya pada Aksa dan memberi semangat" "Tapi sayang!" "Gak sampai 1 tahun." "Itu lama Aksa" "Kalau begitu, secepatnya. Aksa akan kembali apapun yang terjadi. Aksa pasti kembali untuk Mama." "Tapi," "Percaya sama Aksa ma, Aksa janji." Dengan penuh keyakinan, Rere memandang mata sang anak. Di sana ada binar semangat yang menggebu. Ia menemukan kejujuran dan keyakinan yang kuat. "Mama percaya sama kamu. Siapkan semua kebutuhan yang akan kamu bawa. Bawa semua yang bisa kamu bawa. Mama akan menghubungi paman Datasa." Akhirnya. Rere mengecup dahi anaknya penuh doa restu dan kepercayaan yang tinggi. Harapan dan Doa yang tulus. Kerelaan dengan ikhlas agar anaknya bisa pergi dengan selamat dan kembali dengan selamat untuk waktu yang sesingkat singkatnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.6K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.0K
bc

Romantic Ghost

read
161.9K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.6K
bc

Time Travel Wedding

read
5.1K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
1.9K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook