bc

OutbreaK

book_age0+
234
FOLLOW
1.0K
READ
adventure
zombie
sadistic
brave
warrior
drama
like
intro-logo
Blurb

Kata mereka, para pemimpin tempat ini. Kami telah diselamatkan dari dunia luar, dari virus yang menyerang.

Dan katanya kami itu kebal.

Namun, kebal dari apa?

Mereka tak menjelaskan, tetapi satu hal, mereka mencurigakan.

Hingga suatu saat aku sadar, aku mengingatnya. Aku ingat saat itu, aku keluar dari rumah karena ketukan pintu dan ....

Aku diculik.

Bahkan, bukan hanya aku, tetapi banyak dari remaja lain.

chap-preview
Free preview
Bab 01 - Ketukan Pintu
Kulihat jam dinding dan sekarang pukul sebelas malam. Seseorang mengetuk pintu, kurang kerjaan, siapa juga malam-malam begini datang bertamu? "Ya ..., tunggu dulu," ucapku agak keras sembari berjalan menuju pintu depan. Aku tetap akan menyapanya walau dalam hati berkata lain, mengganggu saja! Kubuka pintu tanpa keraguan dan aku merasa heran ketika tak ada seorang pun di luaran sini, sepi. Hanya itu kata yang tepat, hanya ada angin malam yang membuatku merinding dingin. Aku masih berusaha mencerna, jelas tadi ada ketukan. Lagi, aku melongok sekitar. Kuusahakan untuk berfikir positif. Mungkin itu anak tetangga yang mengerjaiku, karena biasanya begitu, atau memang telingaku ini sudah rusak? Entahlah. Saat akan kututup pintu, ada orang secara cepat membekap mulut dan menutup penglihatanku dengan kain. Lenganku diikat menggunakan tali. Apa pun ini, pasti sesuatu yang buruk. Aku berusaha berontak, tetapi itu sia-sia. Kali ini kakiku juga diikat. Entah apa yang dipikirkan para penculik ini. Apa untungnya membawaku? Kenapa tidak anak tetangga sebelah yang orangtuanya pejabat itu? Maksudku, tetanggaku itu lebih kaya! Dan pasti uangnya banyak kalau nanti minta tebusan. Bukannya pasrah, tetapi kali ini aku tidak bisa berbuat banyak. Mereka menggotongku. Membawa dan memasukkanku ke dalam sebuah kendaraan yang pasti ini adalah mobil, kemudian meletakkanku di kursi belakang, mungkin. Mereka diam dari tadi, hanya suara mesin mobil yang kudengar, lalu terasa berjalan. Beberapa kali aku menggerakkan badan atau berusaha menjerit, tetap tak berguna dan malah membuat tenagaku terkuras. Jadi, aku harus bagaimana? Saat di pertengahan jalan, mungkin. Mobil ini berhenti, seseorang dimasukkan di sebelah kiriku. Ia berontak, berusaha menjerit, dan menangis. Terdengar dari suaranya, orang ini pasti perempuan. Kau bisa berhenti berontak? Percuma, dia takkan mendengar apa yang kupikirkan. Mobil ini berjalan lagi. Aku berusaha tenang untuk mendengarkan suara daerah yang kami lewati, karena siapa tahu, aku akan bisa kabur dan dengan mudah kembali ke rumahku lagi. Namun, gadis di sebelahku masih saja tak mau diam, wajar saja karena kami sedang diculik. Ya, kami diculik. Aku tak pernah memikirkan hal gila ini seumur hidupku. Perempuan di sebelahku tak berhenti berontak. Berusaha menjerit. Percuma, kau hanya menghabiskan tenaga. Setelah beberapa saat, suara ribut terdengar, entah apa itu. Seperti orang tawuran, jeritan laki-laki dan perempuan bercampur-aduk, tembakan senjata api pun terdengar. Apa ini? Ada apa? Juga suara orang menangis, mobil ini juga sempat mengerem mendadak, lalu berjalan lagi tanpa perlu berlama-lama. Aku tidak tahu berapa lama mobil ini berjalan, empat-lima jam atau mungkin lebih dari enam jam. Kakiku bahkan sampai keram. Mau dibawa ke mana aku? Setelah begitu lamanya, mobil ini akhirnya berhenti. Di mana? aku pun tak tahu, karena mataku tak dapat melihat. Di sini sunyi, Sepi. Hanya suara serangga, jangkrik, dan kodok yang terdengar jelas, serta suara lelaki yang membawaku, mereka saling berbisik. Ikatan kakiku dilepas. Aku punya kesempatan saat tali ini benar-benar terlepas. Segera aku berlari pergi, tanpa mengetahui jalan. Soal jalan, itu urusan nanti, yang terpenting aku bisa segera pergi. Ya, aku harus pergi, kalau tidak mungkin aku akan dijual, dibedah, lalu diambil organ tubuhku. Terlalu mengerikan. Sial! Aku menabrak pohon, tersungkur dengan wajah menghantam tanah karena hal itu. Aku berusaha bangkit lagi, tidak menyerah, aku berlari lagi ke arah lain. Namun, lagi-lagi kutabrak pohon. Memang sakit, tetapi harus kutahan, kuberlari lagi, tapi sial, sebuah pohon menabrakku, eh? maksudnya aku menabrak pohon lagi. Maaf, mungkin ini efek karena kepalaku dengan keras menabrak berulangkali. Kenapa aku sebodoh ini? Tidak, aku tak bodoh, ini adalah naluri seorang manusia normal yang ingin kabur dari para penculik. Pada akhirnya aku harus menyerah, setidaknya aku tahu, saat ini aku berada di hutan, udaranya dingin. Banyak akar yang mencuat dari dalam tanah. Orang itu menangkapku lagi, "Jangan lari lagi! Aku berusaha menyelamatkanmu!" Menyelamatkan katanya? Hei, aku kau culik, sebuah pemaksaan dan kau bilang ingin menyelamatkan, kurasa kau harus berobat. Sekarang ia menyuruhku berjalan, melewati rumput tinggi dan akar pohon yang terkadang kakiku tersandung. Saking lamanya, kakiku terasa pegal, Keram menjalar dari ujung kaki sampai pangkal paha. Aku tersungkur karena tersandung akar pohon yang lebih besar, napasku tidak beraturan, ditambah mulutku yang di bungkam oleh kain, pengap. "Bangun! Kita kehabisan waktu!" ia membangunkan dan menggendongku. Lihatlah, kau ingin membunuhku, dan sama sekali tak terlihat niat baik, apalagi menyelamatkan, itu semua omong kosong. Aku tidak tahu ke mana ia membawaku. Sementara gadis tadi, ia masih mengeram, berontak. Menangis. Setelah lama berjalan, aku diturunkan dan orang ini berteriak. "Cepat! Buka!" Langkah kaki terdengar mendekatiku, tapi anehnya, setelah melalui perbincangan, mereka seperti berkelahi. Terdengar jelas bahwa ada suara saling pukul. Setelah suara itu berhenti, seseorang menyuruhku berjalan ke depan dengan ancaman. "Cepat jalan! Atau kubunuh!" Hah? Apa mau? Kau bilang ingin menyelamatkanku dan sekarang kau ingin membunuhku? Kau jelas masih labil. Tidak lama aku berjalan, suara pintu terdengar dan perlahan aku sisuruh masuk ke dalam, sepertinya sebuah ruangan. Karena aku tak sempat memakai sepatu, aku bisa merasakan dingin pada lantai ruangan ini. Ya, ini memang sebuah ruangan. "Diam di sini!" ucap orang itu sembari membuka penutup mataku. Cukup silau, aku butuh waktu untuk melihat dengan jelas. Dan .... Yang pertama kulihat adalah seorang perempuan paruh baya. Aku di dalam sebuah ruangan, gedung atau apa ini? Kulihat di sebelah kananku, seorang gadis berambut hitam sebahu, penutup matanya juga sudah terbuka. Dia terlihat masih sesenggukkan, menangis tak karuan. "Selamat datang ...," ucap perempuan paruh baya itu, rambutnya putih dan tinggi badannya melebihiku, seperti orang barat. "Keadaan di luar sudah tak terkendali. Kalian beruntung telah kubawa ke sini." Entah apa yang dikatakannya, tak terkendali? Aku diculik dan aku beruntung? Sungguh masuk akal sekali. Sungguh aneh. Di belakangku, orang yang tadi, mendekatiku dan langsung menyuntikkan sesuatu pada leherku, kemudian juga di leher gadis di sebelahku. Aku sedikit mengerang kesakitan karena itu. Apa ini? Perempuan itu melanjutkan ucapannya. "Itu serum untuk kalian berdua agar kebal akan virus." Lalu ia pergi masuk ke lift, Menghilang setelah pintu tertutup. Kali ini, kami disuruh berjalan memasuki pintu dan melewati lorong sempit, mereka belum melepas ikatan tanganku dan sumpalan mulutku. Aku tidak bisa lari atau melawan karena dua orang di belakang mengacungkan pedang ke arah leherku dan gadis di sampingku, kami sesekali bertatapan. Hei, gadis ini, cantik juga. Namun, ini bukan pertemuan yang kuinginkan. Kami berhenti di depan pintu besi. "Masuk!" ia mendorongku dan gadis itu. Ikatan pada tangan kami dilepas, tetapi kali ini kami dimasukkan dalam sebuah ruangan sempit, Lift. "Mau di bawa ke mana kita?" tanya gadis itu setelah melepas kain yang menyumpal mulutnya. Ia sudah tak menangis seperti tadi. Kubuka juga kain yang menyumpal mulutku. "Aku juga tidak tahu." Kami diam bersender di dinding lift ini, bersebelahan. Setelah beberapa menit, pintu terbuka. Apa kami akan dijual? Seoarang gadis yang mungkin lebih tua dariku, dua atau tiga tahun. Ia masuk sembari menatapku dengan tajam, membuatku mengalihkan pandangan. Kurasa, aku sedikit beruntung. Kami diam membisu beberapa menit. Kemudian pintu terbuka, orang yang sama. Ia membawa dua lelaki berotot, yang satu gondrong dan satunya botak. Mengerikan, sepertinya mereka ini preman. Dua perempuan tadi dikeluarkan, dan diganti oleh dua laki-laki itu. Sial sekali aku, kalau mau mati, setidaknya jangan bersama dua orang mengerikan ini. Seharusnya dua gadis itu tetap di sini. Pintu terbuka lagi setelah beberapa menit. Pria kurus dimasukkan dan lift ini pun bergerak. "Apa ini? Lift?" tanya anak kurus itu. "Bukan!" Aku sedikit kesal. "Apa?" tanya lagi anak itu. "Toilet!" seruku. "Kalian bisa diam!?" seru orang botak yang sepertinya terganggu oleh suaraku dan si kurus. Dia membuat kami benar-benar terdiam. Kuanggukkan kepala sembari kutelan air ludah di mulutku. Poin kedua itu karena aku memang haus, lupakan. Kemudian lift berhenti dan pintu terbuka, dua orang berotot itu keluar, disusul anak kurus dan aku juga mengikutinya. Kami masuk ke ruangan lain. "Tadi toilet kok bisa bergerak? Dan ini di mana?" anak kurus itu bertanya lagi. "Kau tadi sudah minum obat?" tanyaku. "Obat apa?" Astaga, dia lugu atau bodoh? "Lupakan ...." Lupakan kepolosan atau kebodohan anak kurus itu. Di sini, kami tidak hanya berempat, banyak anak yang lain, mereka juga kebingungan. Ada yang menangis. Ada yang diam ketakutan, ada yang joget. Bahkan ada yang saling pukul, ada yang nempel di dinding seperti tokek. Kurasa penculikan ini membuat sebagian orang menjadi gila. "Selamat datang di Tallessa ...." suara yang tadi, perempuan yang pertama menyambutku, "Perkenalkan, aku Zara Maria. Pemimpin kalian di sini, tempat yang aman dari dunia luar." Tambahnya, suara itu dari pengeras suara yang berada di setiap pojok ruangan ini. Aman dari dunia luar? Memangnya ada apa di luar sana? "Hei ...." seorang perempuan memanggilku. Ya, itu gadis yang dari pertama aku diculik, dia bersama gadis yang di lift tadi. Kudekati dia. "Hei ...." "Di mana ini?" tanya gadis yang berada di lift tadi. Aku menggelengkan kepala. "Entahlah." Anak kurus tadi juga mengikutiku, ia terlihat kebingungan sambil melihat kanan-kiri. Sepertinya dia memang belum minum obat. Perhatian semua orang teralihkan oleh anak yang berusaha merusak pengeras suara, ia melempar dengan sepatu, "Hei bodoh! Keluarkan aku dari sini! Cepat! Ayahku anggota TNI!" Teriak anak itu terus menerus dan banyak kata kotor sampai nama hewan-pun disebut. Haduh, dia juga anak yang bodoh, lalu apa efeknya juga ayahmu anggota TNI? "Dasar marmut! kambing! sapi! kelinci! anoa! gajah! semut! Ubur-ubur!" Entah bodoh atau ia memang punya ternak atau penjaga kebun binatang, semua binatang ia sebutkan. Semua anak heran melihatnya, kemudian seseorang dengan penutup kepala datang dari lift dan menancapkan pedang di dinding, semua anak melongo. Heran. Kenapa kok di dinding? Namun, orang itu mencabut pedang itu lagi, lalu menancapkannya pada bocah itu, di pakaiannya. Ia menggantung di tembok. "Itu tidak lucu! kalau kalian melawan, akan kubunuh di tempat! Kalau kalian mencuri, akan kubunuh!" Seru orang itu ke arah kami. Kurasa, orang itu berlebihan. "Sialan kau!" Seru anak yang menempel di tembok. Anak itu tak bisa diam. Padahal nyawanya sedang terancam, ah benar juga, justeru itu yang membuat dia tak bisa diam. Orang itu berbalik badan ke arah anak yang mencacinya. Mendekatinya dan mencabut pedang, membuat anak itu terjatuh ke lantai. Ia mencoba melawan dengan memukul, tapi orang itu menghindar, lalu menebas kepala anak itu. Semua anak histeris, bahkan ada yang pingsan. Dua gadis yang tadi bersamaku, mereka berpelukan takut. Sementara perutku mual melihatnya, kepala yang terpenggal dan berceceran cairan kental merah di lantai. Makanan yang ada dalam perutku keluar dari mulut dan tak sengaja mengenai wajah anak kurus. Entah kenapa ia tak marah "Maaf, maaf ...," ucapku sambil membungkuk dan kupegang pundaknya. "Kau habis makan apa tadi?" Ia mengelap mukanya dengan bajunya. "Tenang, aku tadi habis makan Pizza, enakkan?" Dia diam, mungkin kesal dengan apa yang kulakukan. Beberapa saat dia tersenyum. "Enak." Apa? Benar sudah, anak ini agak miring. Aku sedikit mengambil jarak sekarang. Setelah aku berhenti muntah. Si kurus juga selesai membersihkan wajahnya. "Kau ingat dua orang betotot tadi?" "Ya, kenapa?" Anak kurus menunjuk ke depan dan berkata, "Itu, kenapa mereka pingsan?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Marry Me If You Dare

read
222.8K
bc

f****d Marriage (Indonesia)

read
7.1M
bc

Bermain Panas dengan Bosku

read
1.2M
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.2K
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook