bc

My Lady is a Werewolf

book_age18+
2.1K
FOLLOW
15.4K
READ
arranged marriage
sensitive
powerful
princess
sweet
bxg
victorian
like
intro-logo
Blurb

Agustus Charles Lennox FitzRoy, Duke of Grafton ke-tujuh baru saja kembali ke London setelah perjalanannya yang cukup lama di India. Grafton kembali ke kota itu karena satu tujuan, mencari tunangannya : Lady Marlene Marshal, putri bungsu dari Duke of Cornwall yang menghilang sejak umur tujuh tahun.

Grafton mendapat kabar dari salah satu penyelidik yang disewanya bahwa orang suruhannya tersebut melihat seorang gadis yang terlihat seperti Lady Marlene Marshal saat masih kecil. Grafton yang pernah melihat gadis kecil itu sekali di estate milik ayahnya--tiga belas tahun yang lalu, memutuskan untuk kembali ke London mencari calon istrinya.

Setelah mendarat di kota London, Grafton bertemu dengan seorang gadis yang sangat keras kepala bernama Marlin Green. Semakin lama, Grafton merasa sangat familier dengan wajah gadis tersebut. Sebuah perasaan mengatakan bahwa wanita itu adalah seseorang yang dicarinya, Grafton memutuskan untuk mencari tahu tentang gadis tersebut.

Tak menyadari bahwa yang sedang dia lakukan akan membuat hidupnya ikut terjerumus di dalam kehidupan gadis itu yang sangat liar. Dan untuk pertama kalinya pria itu akan merasakan sebuah kegelapan lain yang tak pernah dirasakannya, gadis itu tidak seperti perkiraannya karena Marlin Green adalah seorang manusia keturunan serigala.

chap-preview
Free preview
My Lady is a Werewolf - Part 1
Marlin Green merapikan jubahnya dan mengeleng pelan setiap kali dia mendatangi kediaman Duke of Northumberland. Tempat yang seharusnya dihindari olehnya apabila masih bisa berpikiran sehat. Yang tak mungkin bisa dilakukannya, mengingat bahwa salah satu sahabatnya sekarang tinggal di rumah mewah itu. Seandainya saja Rubianna Rutter tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Duke pemilik rumah tersebut, Marlin pasti akan langsung membawanya pergi jauh dari jangkauan bangsawan pucat itu. Marlin tahu kedua makhluk yang berbeda itu saling mencintai, karena dia dapat melihat dengan jelas setiap kali mengunjungi sahabatnya di kediaman pria tersebut. Duke of Northumberland selalu melihat Rubianna Rutter dengan mata yang memuja, dan Rubi pun selalu menatap Duke itu dengan tatapan penuh cinta. Awalnya Marlin merasa ragu dan takut kalau bangsawan tersebut ternyata mempermainkan dan akan menyakiti Rubi--sama seperti yang dilakukan pria pucat itu terhadap gadis-gadis lain yang pernah diincarnya. Tapi sejak melihat tatapan mata lord tersebut saat menatap sahabatnya, Marlin yakin pria itu benar-benar tulus mencintai Rubi. Lord of The Darkness tak akan pernah menyakiti Rubianna Rutter, pria itu akan melindunginya dan tak akan pernah menyakiti teman baiknya tersebut. Untuk kesekian kali, Marlin percaya pada instingnya dan mulai bersikap lunak dan mencoba menerima Duke of Northumberland sebagai tunangan Rubi. Lord Northumberland memang selalu menjaga sikap terhadap semua kenalan Rubianna Rutter--termasuk dirinya. Tapi walaupun begitu, Marlin merasa dia harus tetap waspada terhadap Lord tersebut. Karena dia dan kedua kakaknya tahu siapa Duke of Northumberland sebenarnya. Marlin pun yakin bahwa Rubi juga sudah tahu siapa sebenarnya pria bangsawan pucat yang mempesona itu. Seorang Penghisap Darah. Ya, Duke of Northumberland adalah seorang Penghisap darah dan tunangan sahabatnya. Kenapa Marlin tahu? Sesama makhluk malam, Marlin dan kedua kakaknya langsung tahu siapa sebenarnya Lord of Northumberland saat mereka berempat bertemu untuk pertama kali. Marlin ingat saat pertama kali dia datang ke rumah ini, untuk mencari Rubi yang sudah lama hilang dan tak pernah terlihat di kota London. Lord itu pun menyadari bahwa Marlin dan kedua kakaknya bukan manusia biasa. Pria bangsawan pucat itu langsung mengetahui bahwa dia berhadapan dengan tiga makhluk malam. Ya, Marlin adalah Anak Bulan, kedua kakaknya juga--Warner dan Herbert. Marlin sebenarnya sedikit terkejut saat bangsawan pucat itu tahu jelas tentang mereka, karena selama ini tak pernah ada yang tahu. Rubi dan Nash pun tak pernah tahu walau mereka bertiga sudah bersahabat sejak kecil. Marlin menutupi rahasianya dengan baik selama ini. Lamunan Marlin buyar begitu saja saat pintu townhouse itu terbuka di depan matanya. Langsung terdengar suara manis yang mengatakan padanya, "Kau terlambat." Marlin balas tersenyum menjawab kata-kata wanita manis berambut panjang cokelat kehitaman itu. "Kami sudah menunggumu sedari tadi," lanjut wanita itu lagi. "Nash? Dia sendiri ke sini? Di mana dia?" tanya Marlin yang hanya melihat Rubi di depannya. "Tadi Warner menemaninya ke tempat ini. Nash sekarang sedang di taman, mencoba membantu para pelayan yang sedang menata cangkir teh," jawab Rubi, lalu melanjutkan, "padahal yang perlu dilakukan olehnya hanya duduk anggun, dan biarkan para pelayan bekerja seperti biasa." "Kalau Nash tidak melakukan hal tersebut, aku yakin kaulah yang akan menata dan menyiapkan sendiri semua acara minum teh itu; dari memilih cangkir, memilih taplak meja, hingga memilih daun teh itu sendiri," ujar Marlin. "Kau bukan wanita yang tahan diam saja. Sama seperti kau membuka pintu rumah, padahal banyak pelayan di rumah ini yang bisa melakukannya." Rubi tersenyum lebar, "Aku tak sengaja melihatmu dari kaca jendela, dan tanpa sadar aku sudah berada di depan pintu. Aku rasa, aku lebih cepat dari mereka." Gadis muda itu langsung menarik salah satu lengan Marlin. "Nash sudah menunggu kita dari tadi. Seperti yang kita rencanakan, hari ini kita bertiga akan memiliki waktu minum teh. Dan kali ini, kita akan mencobanya seperti seorang bangsawan." Marlin tersenyum mendengar keceriaann sahabatnya yang masih berkata, "Aku pernah melakukannya waktu itu, tapi akan lebih menyenangkan bila bersama kalian." *** Seorang pelayan menuangkan cairan hangat ke cangkir ketiga gadis muda itu. Rubianna Rutter menambahkan gula di dalam tehnya, Nash Hill mencoba cake-cake kecil di dalam nampan bertingkat dan Marlin Green mencium aroma teh tersebut dan menghirupnya. Ketiga gadis muda itu benar-benar menikmati saat tersebut. Mereka duduk dengan santai dan saling bercerita ringan. Nash yang baru saja melihat pelayan yang melayani mereka berbalik untuk melakukan seseuatu, mencondongkan tubuhnya dan sedikit berbisik. "Aku tak tahu apa kalian berdua merasakannya, tapi sepertinya ada yang aneh dengan pelayan itu." Nash sudah beberapa kali berkunjung ke rumah Duke of Northumberland, dan dia benar-benar merasakan sebuah kejanggalan. "Bukan pelayan itu saja, tapi semua pelayan di rumah ini." Menatap Marlin yang menatapnya tanpa mengatakan apa pun dan Rubi yang tidak jadi meminum teh dari cangkirnya. Nash melanjutkan, "Rasanya, semua mimik wajah mereka sama. Tidak berekspresi sama sekali. Tidak terlihat sedang tertawa, tidak terlihat sedang marah, tidak terlihat lelah, tidak terlihat senang. Semua wajah mereka terlihat datar. Bukankah itu aneh? Mereka seperti tak memiliki perasaan. Mereka seperti mayat hidup." Rubi langsung terbatuk mendengar hal tersebut. Marlin pun sadar dengan keanehan tersebut dan tentu saja tahu kenapa para pelayan itu bersikap seperti itu. Sang Penghisap Darah bisa memanipulasi pikiran manusia. Semua pelayan di rumah itu adalah manusia biasa yang tentu sudah dikendalikan sepenuhnya oleh Duke of Northumberland. Marlin tak mengerti kenapa pria pucat itu tidak memperkerjakan pelayan yang sejenisnya saja, pelayan yang sesama Penghisap Darah, kenapa harus manusia? Tapi setelah mengelilingi dan memutari rumah itu untuk beberapa kali, Marlin mencapai kesimpulannya sendiri. Dengan rumah sebesar itu, Lord Northumberland pasti akan kesusahan mengontrol Para Penghisap Darah yang menjadi bawahannya, yang bisa berubah liar sewaktu-waktu, tapi tidak dengan manusia, yang sangat mudah dikendalikan olehnya selama ini. "Me-mereka, mereka—" gagap Rubi. Marlin mencoba membantu sahabatnya itu, "Kurasa itu wajar, Nash. Para pelayan bangsawan biasa memang kaku, seperti para bangsawan itu sendiri. Kau tahu, banyak tata krama yang harus diikuti oleh para bangsawan, jadi mungkin juga ada tata krama untuk para pelayan bangsawan yang perlu diikuti." Nash mengangguk pelan, "Bisa jadi seperti itu." "North pun tak pernah menerima tamu selama ini. Para pelayan miliknya tak terbiasa melayani orang lain selain tuan mereka. Ku-kurasa, mereka pun tak terbiasa dengan kehadiran orang lain," lanjut Rubi yang ingin lebih meyakinkan Nash. Nash mengangguk untuk kedua kalinya, "Mungkin saja aku yang terlalu berpikir berlebihan." Mereka bertiga kembali menikmati teh mereka, Nash pun kembali berkata sambil menatap Marlin yang sedang memegang cangkirnya dengan anggun. "Marlin, kau benar-benar seperti seorang lady saat ini. Kurasa, kau juga akan cocok apabila memiliki kekasih seorang bangsawan." "Aku tidak terlalu menyukai bangsawan," ujar Marlin singkat. Rubi dan Nash menatap sahabatnya itu lebih lama. Tidak seperti Rubi yang sangat menggagumi bangsawan-bangsawan Inggris, Marlin lebih suka menghindari para makhluk indah di mata Rubi itu. "Kenapa?" tanya Rubi penasaran. "Mereka terlalu pesolek," lanjut Marlin asal. Nash mengangguk lagi. "Ya, mereka pasti mudah dilempar dan dibuat babak belur oleh Warner dan Herbert. Pria yang cocok untuk Marlin adalah pria kuat yang bisa mengalahkan kedua kakaknya itu." "Seperti Brandon?" tanya Rubi tiba-tiba. Nash dan Marlin langsung menolehkan wajahnya ke Rubi. Nash langsung berdiri, "Jangan dia! Pria lain! Aku tak menyetujui Marlin bersama dengan pria itu, walau pembuat roti itu dengan mudah mengalahkan Warner dan Herbert." Nash lalu melihat tajam ke Marlin, "Aku akan meminta Brandon menjauhimu, walaupun aku tak ingin berbicara padanya." Marlin tertawa geli melihat tingkah Nash, dan berpikir akan menggoda sahabatnya itu. "Kenapa tidak?" "Kau ... kau tahu sendiri kenapa tidak boleh," ujar Nash lagi. "Brandon baik. Dia kuat, dia juga pria yang sangat berkharisma. Dan, dia juga pemilik toko roti ter-enak kedua setelah toko roti Hill Bakers milik ayahmu," lanjut Rubi lagi. Nash melihat kedua sahabatnya bergantian dan merasa kesal lalu duduk kembali, "Aku tak mau berbicara pada kalian berdua." Marlin dan Rubi langsung tertawa saat melihat gadis yang paling muda itu mengerucutkan bibirnya. Belakangan ini mereka suka sekali menggoda Nash. Mereka berdua tahu, Nash tak suka Brandon dan pria bertubuh besar itu juga sama. Mereka berdua saling tidak menyukai satu sama lain. Nash langsung tidak menyukai pria itu saat Brandon pindah ke kota tersebut dan membuka toko roti tepat di seberang toko roti milik keluarga Nash. Brandon pun semakin lama semakin tidak menyukai Nash yang selalu memalingkan wajah saat bertatapan dengannya, Brand menganggap Nash sebagai wanita angkuh yang lebih baik tak usah didekati. Rubi cukup menyukai Brandon, karena pria itu baik hati dan tak ragu untuk membantu gadis muda itu saat kesusahan maupun kelaparan. Marlin pun sudah mulai menyukai Brandon saat pria itu ikut membantu mencari Rubi bersama mereka. Dan Nash masih keras kepala, dia masih tidak suka dengan kehadiran pria tersebut. Padahal diantara mereka bertiga, Marlin lah yang paling terkenal dengan kekeraskepalaannya; Rubi dengan rasa penasarannya; Nash dengan perilakunya yang mengejutkan saat rasa takutnya menghilang. Marlin dan Rubi berusaha meredakan kekesalan Nash, mereka berdua tahu Nash akan kembali berbicara kepada mereka, karena Nash bukan gadis pendendam. Beberapa menit kemudian Nash kembali ceria dan kembali berbicara, "Sepertinya lord yang waktu itu tidak pesolek sama sekali." "Lord?" tanya Rubi ke Nash. "Ya, waktu mencarimu, kami tak sengaja bertemu dengan pria itu di jalanan St.James," ujar Nash lagi. "Marlin tak sengaja menabraknya." Rubi menatap Marlin lalu Nash dengan penasaran, "Seperti apa pria itu?" Marlin mendengar Nash yang menceritakan saat mereka berdua menjelajahi ke setiap sudut kota London dan pertemuan singkat itu pun terjadi. Sosok itu begitu mudah kembali tampil di dalam kepala Marlin, sosok yang cukup melekat di ingatannya. Marlin mengingat aroma pria itu, yang terasa angin laut segar dari kulit tubuh kokoh tersebut. Seorang bangsawan berpenampilan bajak laut langsung muncul di pikiran Marlin; Jas merah marun berkancing emas di kedua bahu, dua buah kancing yang terlepas begitu saja memperlihat sebagian d**a bidang pria itu, scarf yang jelas-jelas diikat berantakan. Rambut ikal panjang pirang kecokelatan yang dibiarkan tanpa terikat--sangat berbeda dengan bentuk rambut pria-pria Inggris yang rapi dan membosankan. Rahang kuat yang dipenuhi oleh bulu-bulu kasar belum dicukur, hidung tajam yang rasanya pernah patah sekali, bibir tipis menggoda dan iris mata berwarna seperti laut yang paling dalam. Dan yang paling diingat oleh Marlin adalah pipi kiri pria tersebut. Terdapat bekas luka terpantri di sana, seperti sebuah lukisan di atas kanvas, tiga buah garis seperti bekas cakaran binatang melekat di kulit kecokelatan tersebut. Luka tersebut sepertinya luka lama, tapi tetap meninggalkan kesan tersendiri saat menatapnya.  Dan yang paling aneh buat Marlin adalah, pria itu malah terlihat menarik dengan wajah dan penampilan berantakan tersebut--penampilan paling buruk untuk seorang bangsawan. Bekas luka itu tidak membuat pria itu jelek, malah membuat pria tersebut memiliki pesona yang berbeda dari pria lainnya. Tapi pria yang sedang mabuk itu rasanya tak peduli terhadap pandangan orang-orang disekitarnya. Marlin mengingat kembali warna mata yang memiliki kedalaman biru laut tersebut saat menatap matanya. Dan gadis itu pun langsung mengingat kata-kata yang dikeluarkan oleh pria bangsawan mabuk itu kepadanya dengan angkuh. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.9K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.0K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.5K
bc

Satu Jam Saja

read
593.1K
bc

HOT NIGHT

read
603.7K
bc

Mrs. Rivera

read
45.2K
bc

Living with sexy CEO

read
277.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook