bc

Please Notice Me

book_age0+
4
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
friends to lovers
playboy
goodgirl
student
drama
bxg
like
intro-logo
Blurb

Friska dan Juna adalah mahasiswa semester 6, mereka berteman karena berada di kelas yang sama sejak memasuki bangku perkuliahan. Friska baru saja dikhianati oleh pacarnya. Namun, bukannya menenangkan Friska, Juna malah berkata buruk mengenai fisik Friska. Juna menjadi musuh terbesar Friska setelah tragedi tersebut. Juna merasa bersalah dan mulai menyadari kalau ia tertarik dengan Friska. Tetapi pada saat yang sama Friska bertemu kembali dengan Bisma, cinta lamanya semasa SMA. Friska berjuang untuk mendapatkan cinta Bisma walaupun ia tahu Bisma sudah memiliki pasangan. Sedangkan Juna berjuang untuk menyadarkan Friska dari obsesinya terhadap Bisma.

chap-preview
Free preview
1
    Setelah berjam-jam berkutat dengan tugas kuliah, Friska melepas ikat rambut dan jepit yang mencegah poninya menggaggu pengelihatannya. Ia meraih ponsel untuk menghubungi Wildan sambil makan siang di kamarnya. Friska telah menjalin kasih dengan Wildan 2 tahun lamanya. Mereka saling mengenal saat orientasi mahasiswa baru di Fakultasnya.     Akhir-akhir ini mereka jarang bertemu karena kegiatan masing-masing. Wildan telah memulai magangnya bulan lalu. Sehingga tidak ada cukup waktu bagi mereka untuk melepas rindu. Friska juga mempersiapkan acara pameran jurusannya yang membuatnya kebingungan membagi waktu antara tugas kuliah, karya pameran, dan persiapan pameran itu sendiri.       Friska:     Ay, besok siang jadi nonton Sebelum Abhas Menjemput kan? Aku udah booking tiketnya loh     Awas aja kalo gabisa :(       Friska telah menanti hari ini sejak lama. Ia tidak sabar untuk bertemu lagi dengan Wildan. Namun entah kenapa, Friska merasa hanya dirinya yang bersemangat. Ia merasa Wildan agak mengacuhkannya sejak bulan lalu. Mungkin saja Wildan stress karena tekanan kerja atau memang sedang bosan? Entahlah.       Wildan:     Maaf ya sayang, besok aku harus ikut Mas Romi buat ketemu client :(     Aku usahain minggu depan kita ketemu ya :)       Lagi lagi Wildan membatalkan janji bertemu dengan Friska. Bahkan Friska lupa sudah berapa kali Wildan membatalkan janji bertemu. Ia hanya bisa menerima walau jauh di lubuk hatinya ia sangat tersakiti.     Friska  segera menghubungi teman-teman dekatnya untuk menggantikan Wildan menonton film bersamanya. Ia tidak mungkin membuang tiket yang sudah dipesan, namun ia juga tidak mungkin membiarkan kursi sampingnya kosong saat menonton film horror. Sayangnya temannya tidak dapat pergi dengan berbagai alasan.     Hanya Juna pilihan terakhir Friska. Sebenarnya Friska tidak terlalu dekat dengan Juna hingga bisa nonton bioskop berdua dengannya. Hanya saja Friska dan Juna berada dalam satu circle pertemanan di kelas.      Friska tidak begitu suka dengan sifat Juna yang selalu menjadi pelopor bully di Jurusannya. Sudah 2 orang yang didekati Juna bercerita pada Friska kalau Juna bukan cowok yang pacar-able. Meskipun begitu banyak perempuan yang selalu jatuh hati dengan Juna karena wajahnya yang sangat tampan.     Juna memiliki darah Jerman langsung dari Ibunya, sehingga Juna memiliki paras blasteran yang sangat menonjol. Tinggi dan bermata cokelat terang, hidung mancung, dengan rambut gelombang yang mulai panjang. Membuatnya terlihat bak Nicholas Saputra.       Juna:     Yakin nih gratis?       Juna membalas pesan yang dikirim Friska berisi ajakan untuk menonton bioskop.       Friska:     Iya, tiketnya udah dipesen.     Masa mau dibatalin       Juna langsung menyetujui ajakan Friska tanpa basa basi. Baginya sesuatu yang gratis adalah berkah dari Tuhan yang tidak boleh ditolak. Kecuali permen gratis dari orang mencurigakan.   ***       Juna bersiap untuk menjemput Friska di kosnya. Awalnya mereka berniat langsung bertemu di bioskop. Tetapi, karena perjalanan dari rumah Juna ke tempat tujuan searah dengan kos Friska, maka Juna menawarkan untuk berangkat bersama.     Motor matic Juna langsung melesat menuju kos Friska. Saat sampai, ia melihat Friska baru saja keluar dari gerbang kosnya yang tinggi. Friska menggunakan jeans panjang sweater oversized agar tidak kedinginan di dalam bioskop.     "Nih pake helm biar ga ketilang" Juna membawakan helm untuk dipakai Friska.     "Thanks" Friska menggulung rambut panjangnya masuk ke dalam Helm Agar tidak berantakan terkena angin.     Selama perjalanan mereka tidak banyak bicara. Bukan karena mereka pendiam. Tetapi karena memang tidak ada yang perlu dikatakan. Mereka tidak sedekat itu. Friska hanya memikirkan apa yang sedang dilakukan Wildan saat ini. Sejak kemarin Wildan bahkan tidak membaca satupun pesan yang dikirim oleh Friska.     Beberapa kali Friska menelepon nomor Wildan, tapi selalu saja tidak diangkat. Friska berusaha menepis pikiran buruk soal Wildan. Friska percaya Wildan baik-baik saja dan tidak mungkin mengkhianatinya.     "Masih ada setengah jam sebelum buka bioskopnya" Juna melirik arlojinya setelah mengecek jam tayang film yang tertera pada tiket. Akhirnya mereka duduk di foodcourt yang terletak tidak jauh dari bioskop     "Aku mau beli minum. Kamu beli minum juga ga?" Friska berdiri sambil menawarkan Juna.     "Iya, pake uangku aja" Juna memberikan selembar uang pada Friska untuk membeli minum.     Setelah beberapa lama menunggu jam tayang, Juna melihat seseorang yang tidak asing baginya. Orang itu baru saja keluar dari bioskop.     "Fris itu Wildan kan? Kok dia disini?" Juna memberitahu Friska yang posisi duduknya membelakangi orang tersebut.     Friska berdiri tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tangannya gemetar melihat orang yang ia percaya ternyata berkhianat di belakangnya.     "Itu yang sama Wildan bukannya Ajeng anak jurusan tari?" Juna memperhatikan mereka. Ajeng bergelayut manja di tangan Wildan.   ***   Friska pov       Dadaku sesak melihat Wildan membohongiku. Mungkin saja Wildan telah mengkhianatiku sejak sebulan lalu. Sejak ia mulai mengacuhkanku. Ia malah membatalkan janjinya denganku demi bertemu dengan jalang rendahan.     Aku benar benar tidak tahan dan berlari menuju Wildan. Aku tidak peduli dengan tatapan orang ataupun Juna yang terus memanggilku panik. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan airmataku.       BUAGGGH!!!       Aku menendang keras kemaluan Wildan sampai ia jatuh kesakitan. Jalang di sebelahnya berteriak melihat Wildan yang mengerang menahan sakit.     "Heh! Nggak waras ya lo!! Dateng-dateng cari ribut!" Jalang itu meneriakiku sambil menjambak rambutku keras.     Aku mengayunkan tanganku berniat untuk menamparnya keras. Namun ditahan oleh Juna.      "Fris udah Fris ayo filmnya udah mau mulai" Juna mendekapku dari belakang agar. Tangannya menahanku sangat kuat.     "INI YANG KAMU BILANG KETEMU CLIENT??" Aku berteriak, air mataku sudah tidak bisa lagi kutahan. "Padahal aku percaya sama kamu" aku sudah tidak tahu lagi apakah Wildan mendengarku, karena Juna telah menyeretku masuk ke dalam bioskop sebelum security datang.   ***   Juna pov       Setelah susah payah menahan Friska agar tidak membuat keributan yang lebih parah, akhirnya Ia masuk ke dalam bioskop. Untung saja filmnya belum dimulai.     Suasana biosop sangat mencekam. Seluruh penonton termasuk aku ketakutan karena film tersebut. Kecuali 1 orang, Friska. Dia masih menangis sepanjang film. Aku bahkan masih bisa mendengar isakannya ketika seluruh penonton berteriak ketakutan saat adegan jumpscare.     “Fris, mau balik aja?” Tanyaku berbisik.     “Nggak, Aku mau nonton” Friska menjawab dengan nafasnya yang tersengal     “Jangan nangis terus, ntar popcornnya jadi asin kecampur airmata” Oke sepertinya leluconku gagal karena Friska mulai menangis lagi.     Hari sudah mulai gelap saat keluar dari bioskop. Friska masih menatap kosong. Ia beberapa kali hampir salah menaiki eskalator. Matanya merah dan bengkak karena terlalu banyak menangis. Hidungnya merah karena ingus yang keluar bersamaan dengan airmatanya. Untung saja Dia tidak mengelap ingusnya di bajuku.     “Fris! Mau kemana?” Aku menarik tangan Friska yang lagi-lagi salah jalan. “Parkirannya di sana tuh, kok malah lewat sini?” Aku menunjukkan jalan menuju parkiran motor untuk menyadarkannya. Dia sungguh kacau.      “Oh iya, maaf” Jawabnya singkat.     Aku membantunya memakai helm. Tangannya sangat lemas sampai tidak dapat memakai helm dengan benar. Selama perjalanan Aku masih bisa mendengar isakannya. Aku memutuskan untuk langsung mengantarnya pulang, karena Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menenangkan orang yang menangis.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.0K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.6K
bc

PLAYDATE

read
118.6K
bc

Romantic Ghost

read
161.9K
bc

Marry Me If You Dare

read
222.6K
bc

Bad Prince

read
508.1K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook