bc

LE PETIT PRINCE

book_age16+
150
FOLLOW
1.0K
READ
possessive
independent
inspirational
drama
tragedy
comedy
genius
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Ketika sebuah ramalan benar-benar terjadi. Dari ketiga orang yang disebutkan dalam ramalan, siapakah yang kelak akan menjadi Raja Joseon selanjutnya?

Lee Tae Hyung yang misterius?

Kim Chang Kyun yang ambisius?

Atau justru Lee Jung Hwan yang naif?

chap-preview
Free preview
Chapter 001 : Bunga Yang Mekar Di Musim Semi Joseon
Seorang pemuda berpakaian serba hitam dari atas hingga ke bawah kakinya dengan rambut yang tidak di ikat ke atas dan dibiarkan terikat menjuntai menyusuri punggungnya, penampilan yang sangat kontras dengan pemuda seusianya yang ia lewati. Pedang yang bertengger di pinggangnya dan juga ikat kepala yang dibiarkan menjuntai sepanjang rambutnya serta kesan tegas juga dingin seakan menunjukkan bahwa pemuda itu adalah seorang prajurit atau seorang pendekar pedang. Angin musim semi Joseon yang menyapanya, menerbangkan helaian rambutnya ke udara. Kim Chang Kyun, seorang pengawal pribadi Putra Mahkota yang baru saja menginjakkan kakinya kembali ke Hanyang setelah perjalanan yang cukup jauh. Hanyang : Ibu Kota Joseon. Dengan garis wajah yang tegas terkesan dingin layaknya seorang pengawal keluarga kerajaan, pemuda itu melangkahkan kakinya kembali menuju istana Gyeongbok yang sudah berada di depan matanya. Para prajurit penjaga pintu Gwanghwamun segera membuka gerbang setelah melihat kedatangan Chang Kyun. Mereka menunduk sekilas ketika Chang Kyun melewati tempat mereka. Langkah Chang Kyun kemudian terhenti setelah ia melangkahkan kakinya masuk melewati Gwanhwamun. Raut wajah datar dan tatapan mata yang sendu mengarah ke depan seakan ia yang ingin mengucapkan salam kepada seisi Gwanghwamun atas perpisahan sementara yang sudah berakhir. Pintu Gwanghwamun yang sangat besar dan berat itu perlahan mulai tertutup dan menimbulkan suara yang cukup keras seakan ingin mengiringi langkah Chang Kyun untuk kembali ke sisi sang tuan yang telah menantikan kedatangannya. °°°° Seakan bisa mendengar suara Gwanghwamun yang tertutup, Lee Tae Hyung—sang Putra Mahkota Joseon itu lantas berhenti sejenak dari kegiatannya. Menaruh kuas yang ia pegang, menjatuhkan pandangannya ke arah jalan menuju paviliun belajar. Seakan mengharapkan ada seseorang yang akan datang. Tae Hyung kemudian beranjak dari duduknya dan meninggalkan kuas serta kertas yang berada di hadapannya untuk berjalan menuju tangga batu yang terletak di bagian depan gazebo yang ia gunakan untuk mengisi waktu luang. Tepat di bawah tangga, berjajar para dayang dan kasim yang menunduk dalam saat ia melakukan pergerakan. Tae Hyung kemudian menuruni tangga batu dan berjalan beberapa langkah dengan tangan yang berada di belakang punggungnya. Dia kemudian menghentikan langkahnya tepat di bawah tangga. "Kalian tunggu di sini," suara berat namun terdengar sangat lembut dan penuh dengan ketegasan seakan tidak ingin mengingkari proporsi wajahnya yang begitu tegas dan berwibawa, namun juga sangat menenangkan bagi siapapun yang melihat bola matanya yang menunjukkan ketulusan dan kasih sayang pada seluruh isi Joseon. Tae Hyung melangkahkan kembali kakinya, meninggalkan para kasim dan dayang yang mengangkat kepala mereka begitu ia pergi. Tae Hyung berjalan sedikit jauh namun masih bisa dijangkau oleh pandangan para dayang dan kasim yang ia tinggalkan sebelumnya. Berhenti sejenak untuk melihat sinar matahari yang mulai meredup, pandangan Tae Hyung kemudian melihat ke arah kakinya sendiri. Sejenak seperti tengah mempertimbangkan sesuatu sebelum akhirnya melepas alas kakinya dan membiarkan rerumputan hijau menyentuh kakinya yang bahkan tidak ada seorang pun yang diizinkan untuk menyentuhnya. Tae Hyung mengambil langkah pertamanya, membuat kedua sudut bibirnya terangkat dengan mata yang menyipit, memperlihatkan seulas senyum yang melambangkan kedamaian Joseon. Senyuman yang bahkan lebih indah dari pada musim semi dan juga senyuman yang mengasihi seluruh Joseon dengan ketulusan. Sejenak, Tae Hyung melihat cahaya jingga yang menyapu pemandangan di hadapannya, tapi tiba-tiba dia menggerakkan ekor matanya ke samping dan kembali menghadap ke depan dengan sudut bibir yang terangkat. "Sudah sangat lama sekali, atau mungkin aku yang terlalu merindukanmu? Aku pikir kau sudah lupa jalan menuju ke tempatku, Kim Chang Kyun." Chang Kyun menjatuhkan satu lututnya di atas rumput dan menaruh satu tangannya di atas lutut sembari menunduk dalam tepat di belakang Tae Hyung. "Hamba benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanan Putra Mahkota selama hamba pergi. Atas kelalaian hamba, hamba pantas mendapatkan hukuman," ujar Chang Kyun yang masih menunduk. Saat Tae Hyung berbalik bagian bawah bajunya sedikit terangkat dan membuat Chang Kyun bisa melihat kaki telanjang sang tuan yang bersentuhan dengan rumput dan sempat membuatnya terkesiap. Suara tenang Tae Hyung kembali terdengar, "berdirilah dan terima hukumanmu." Chang Kyun kemudian berdiri dan menatap tepat pada bola mata Tae Hyung, dan dialah satu-satunya orang dari kalangan bawah yang berani menatap mata Tae Hyung secara langsung. "Karena kau tidak ada, aku tidak bisa pergi kemana-mana," ujar Tae Hyung seakan ingin merengek dan mengadu pada Chang Kyun. Tapi meski begitu, raut wajah Chang Kyun tidak menunjukkan perubahan sama sekali. "Setelah pergi dalam waktu yang cukup lama dan jauh, aku harap kau tidak datang dengan tangan kosong." Chang Kyun kemudian mengambil sesuatu dari balik bajunya dan menunjukkannya ke hadapan Tae Hyung. Pemuda itu membuka kain pembungkus berwarna putih dan menyodorkannya ke hadapan Tae Hyung yang kemudian menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya mengambil sehelai kain berwarna ungu gelap dengan motif berwarna senada dengan kain tersebut. "Apa ini? Sebuah ikat kepala?" "Benar Putra Mahkota, hamba mendapatkannya saat berada di Onyang. Meski harganya tidak seberapa—" Tae Hyung mengangkat satu tangannya untuk menghentikan perkataan Chang Kyun. Karena dia sangat tidak suka menilai sesuatu hanya dengan materi. Meski terlahir sebagai seorang Putra Mahkota dan menikmati segala kemewahan, namun Tae Hyung sama sekali tidak menyukai jika seseorang menilai sesuatu dengan melihat seberapa mahal benda tersebut. Karena nilai yang paling penting baginya adalah seberapa besar ketulusan yang diberikan seseorang pada pemberian tersebut. "Karena kau yang membelikannya, aku akan memakainya jika ada kesempatan." Tae Hyung memasukkan ikat kepala tersebut ke dalam lengan bajunya, kemudian berbalik dan menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. "Bagaimana musim semi di Onyang? Aku ingin mendengarnya langsung darimu, Kim Chang Kyun." "Terima kasih sudah kembali untukku," lanjutnya dalam hati yang diakhiri oleh seulas senyum. °°°° Park Young In—ibunda dari Putra Mahkota Lee Tae Hyung, berjalan menuju paviliun kerja Lee Jeon—Raja Joseon saat ini. "Kalian bisa kembali ke paviliun," ujar Young In dengan suara lembut dan tatapan mata yang menenangkan, seperti sebuah sifat alami yang ia turunkan kepada Tae Hyung. Para dayang yang berbaris di bawah tangga lantas menunduk dalam untuk mengantarkan kepergian Young In yang menaiki tangga menuju pintu paviliun kerja Raja. "Yang Mulia," Kasim Hong sedikit membungkuk ketika menghadap Lee Jeon yang menghentikan pergerakannya karena teguran sang kasim. "Ada apa?" "Yang Mulia, Lady Young In berada di sini." Sudut bibir Lee Jeon terangkat begitu mendengar nama Young In di sebutkan. "Biarkan dia masuk." "Ye, Yang Mulia." Kasim Hong mundur beberapa langkah dan kemudian berjalan menuju pintu. Menggeser pintu untuk membukanya, Kasim Hong lantas menundukkan kepala sebagai lambang pemberian hormat kepada Young In. "Baginda Raja sudah menunggu anda, Mama." Kasim Hong memberikan jalan untuk Young In. "Terima kasih," ujar Young In yang kemudian masuk dan melewati Kasim Hong. Kasim Hong mengangkat kepalanya, melihat bagian belakang Young In yang berjalan mendekati Lee Jeon. Seharusnya wanita itu tidak perlu berterimakasih kepada orang rendahan sepertinya. Kasim Hong pun menutup pintu dari luar dan berdiri di depan pintu seakan-akan ingin berjaga bersama para penjaga lainnya. "Kau datang?" sambut Lee Jeon ketika melihat Young In berjalan ke arahnya. "Apa aku datang di waktu yang tidak tepat?" "Tentu saja tidak, duduklah." Young In duduk di samping Lee Jeon, menghadap meja kecil yang penuh dengan gulungan-gulungan kertas yang cukup tebal. "Bagaimana dengan Putra Mahkota?" tanya Lee Jeon yang kembali menaruh konsentrasinya pada petisi di hadapannya. "Dia sudah tumbuh dewasa sekarang, akan sangat sulit untuk mengerti apa yang dia inginkan di usianya sekarang." Lee Jeon meninggalkan petisi dihadapannya dan melihat ke arah Young In yang juga tengah melihatnya. "Bukan karena dia sudah beranjak dewasa, melainkan karena dia benar-benar memiliki sifat dewasa yang kau turunkan padanya." Young In tersipu ketika Lee Jeon secara tidak langsung juga memujinya, dia kemudian menyandarkan kepalanya pada bahu Lee Jeon dengan tangan yang memegang lengan Lee Jeon. "Dia akan menjadi Raja sepertimu suatu hari nanti," gumam Young In dengan mata yang penuh dengan beban ketika mengatakannya. "Tidak, dia tidak boleh menjadi Raja sepertiku." Tatapan mata Lee Jeon tidak berbeda dengan Young In, tatapan yang seakan-akan mengatakan harapannya bahwa Lee Tae Hyung akan menjadi Raja yang berbeda darinya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.4K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
113.7K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

HOT NIGHT

read
605.3K
bc

Rujuk

read
908.0K
bc

Broken

read
6.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook