bc

ALYSA

book_age12+
1.0K
FOLLOW
13.2K
READ
love after marriage
drama
like
intro-logo
Blurb

Perasaan yang selama ini Alysa simpan dalam diam dihatinya, ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Pertemuannya kembali dengan Ikfan tak diduga akan membawanya ke sebuah bahtera yang sangat diimpikannya sejak dulu.

chap-preview
Free preview
Prolog
Seperti biasa saat masih sekolah, kita pasti akan selalu disibukan oleh berbagai tugas. Tak terkecuali dengan Alysa Nazila Rahma. Gadis berjilbab syar'i itu nampak terlihat selalu sibuk dengan berbagai bukunya. "Sa, udah kelar ngerjain tugasnya?" Tanya salah seorang temannya saat jam kelas masih berlangsung. "Udah, baru dikit tapi," jawab Alysa. "Gue lagi males nih hari ini." "Males? Jangan males dong." "Eh by the way, lo tau gak soal ketua OSIS?" Tanya teman Alysa yang tiba-tiba beralih topik. "Ketua OSIS?" Alysa membeo. "Iya ketua OSIS, si Ikfan anak IPA satu." Seketika Alysa terdiam mendengar nama seseorang yang disebutkan oleh temannya ini. "Lo tau gak?" Tanya Fira lagi. Ya nama temannya Alysa yang satu ini adalah Fira. Fira adalah teman sekelas Alysa. "Ngga." "Lo harus tau Sa," ucap Fira bersemangat. "Tau apa?" "Kemarin tuh ya, gue denger si Ikfan baru aja dapet coklat." Fira mulai bercerita. Alysa tak menanggapi ucapan Fira, ia malah terlihat sibuk merapikan buku-buku yang berada di atas mejanya. "Dapet coklat dari adik kelas." Sambung Fira. "Terus?" Alysa mulai tertarik dengan topik pembicaaran Fira, sampai aktivitas membereskan bukunya tadi berhenti dan diganti dengan menatap wajah Fira penuh tanya. "Ya terus gitu deh, semua anak-anak heboh. Lo tau 'kan notaben si Ikfan itu kayak apa?" Alysa kembali terdiam. "Si Ikfan itu udah ganteng, pinter, kalem, sholeh, ah... pokoknya calon imam ter ter deh," sanjung Fira. "Banyak yang suka lagi." Sambung Alysa menambahkan pendapat Fira tanpa ragu. "Nah iya, dia itu banyak yang suka. Saingan ketat deh kalau mau dapetin dia." Kata Fira. Alysa tak bergeming. ▪▪▪▪▪▪ Saat jam pulang sekolah tiba, sebelum pulang seperti biasa Alysa selalu menyempatkan dirinya untuk sholat ashar terlebih dahulu di masjid sekolah—mengingat ia selalu pulang pukul dua siang ketika masih duduk di kelas XI SMA. Saat ini Alysa tengah melepas sepatunya dan menaruhnya kemudian di rak sepatu yang tersedia di depan masjid—khusus akhwat. Namun saat hendak memasuki masjid melalui pintu masuk akhwat, Alysa seketika terdiam saat melihat seorang lelaki yang selama ini namanya selalu ia selipkan disetiap do'anya—Alysa berdiri di dekat ambang pintu masjid yang saat itu masih sepi. "Fan, lo jangan dulu balik," ucap salah satu lelaki yang berjarak agak jauh dari Alysa. "Rapat lagi?" tanya lelaki yang satunya lagi yang Alysa ketahui namanya adalah Ikfan—lelaki yang namanya selalu ia selipkan disetiap do'anya. "Hmm, sebenarnya gua juga males sih." Tak menanggapi keluhan temannya, Ikfan terlihat tetap sibuk melepas sepatunya lalu menyimpannya di rak sepatu—khusus ikhwan. "Kalau nurutin males, gua juga sama males. Tapi ini tanggung jawab kita." Tegas Ikfan seraya berjalan ke arah tempat wudhu laki-laki. Mendengar ucapan Ikfan, lantas temannya itu hanya bisa membuang nafasnya kasar lalu membuntutinya yang berjalan lebih dulu menuju tempat wudhu khusus laki-laki. Di sisi lain melihat itu semua, nampak Alysa tersenyum di balik masker yang ia gunakan. Entahlah, mendengar perkataan Ikfan tadi Alysa merasa sangat menyukainya. Tanggung jawab memang harus tetap dijalankan. ▪▪▪▪▪▪ Seusai sholat, Alysa berjalan menuju keluar masjid dan mulai mengenakan sepatunya kembali. Ia memakaikan sepatunya pada kedua kakinya sambil terduduk di ujung teras masjid sekolah. "Fan," suara berat itu tiba-tiba terdengar dari jarak kejauhan. Seolah dirinya yang dipanggil, lantas Alysa menoleh ke arah sumber suara. Padahal bukan namanya yang dipanggil saat itu. "Apa?" tanya Ikfan menghampiri teman OSIS-nya yang tiba-tiba datang. Saat itu kebetulan Ikfan baru saja keluar dari masjid. Dengan kepala yang sedikit menunduk, Alysa berusaha fokus untuk memakaikan sepatu pada kedua kakinya. Jarak Alysa dan Ikfan agak jauh, namun karena di area teras masjid itu tidak ada hijab, jadi bisa dengan mudah ikhwan dan akhwat terlihat berlalu lalang setelah keluar dari masjid. "Proposal buat acara besok ada di lo, 'kan?" tanya temannya itu dengan ekspresi wajah cemas. Alysa tidak bermaksud menguping, tapi karena obrolan mereka itu dapat terdengar oleh siapa saja—cukup keras—jadilah Alysa kini bisa mendengar obrolan kedua lelaki tersebut dengan jelas walaupun dari jarak yang tidak dekat. "Ko di gua?" tanya Ikfan balik. "Lah, jadi tu proposal gak ada di lo?" tanya temannya lagi. "Ya kagak lah, kenapa juga ada di gua. Itu 'kan tugas sekretaris." Jawab Ikfan santai lalu beralih memakai sepatunya sambil terduduk di ujung teras masjid—sama seperti posisi Alysa. "Maygat Fan, proposal itu gak ada di Hanin. Kata Hanin ada di lo," kata temannya terdengar frustasi. Hanin adalah sekretaris OSIS. Mendengar itu, Ikfan langsung menatap Reno sedikit terkejut. Ya lelaki yang bersama Ikfan saat itu adalah Reno. Reno sendiri adalah anggota OSIS yang menjabat sebagai wakil ketua OSIS. "Bohong banget lo." "Kagak Fan, gua kagak bohong!" bantah Reno. "s**t!" Umpat Ikfan kesal sambil beranjak dari duduknya setelah selesai berhasil memakaikan sepatunya tadi. Dan tentu, ia juga pergi meninggalkan Reno begitu saja yang masih setia berdiri di tempatnya. "Eh Fan, tungguin gua!!" Panggil Reno yang melihat Ikfan pergi meninggalkannya, lantas ia pun berlari mengejarnya. Sementara itu, sebari melihat kepergian Ikfan dan Reno, Alysa nampak sedikit merasa kasihan kepada Ikfan. "Proposal itu pasti penting banget, ko Hanin bisa ceroboh ya?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MOVE ON

read
94.6K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.7K
bc

CEO Pengganti

read
71.2K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.8K
bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
292.5K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
598.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook