bc

Malam Penuh Dosa

book_age18+
detail_authorizedAUTHORIZED
2.8K
FOLLOW
9.0K
READ
dark
straight
evil
male lead
realistic earth
crime
like
intro-logo
Blurb

Aku adalah seorang pemilik kontrakan.

Di setiap kamar, aku memasang kamera pengintai dan penyadap suara.

Kontrakanku dihuni oleh pegawai kantor yang cantik nan menggoda, pria paruh baya yang c***l, serta penulis yang manis namun pendiam.

Aku menganggap mereka sebagai aktor dengan diriku sebagai sutradara mereka yang mengendalikan jalan cerita mereka melalui kameraku.

Aku mengintai mereka, meminumkan obat kepada mereka, dan mempermainkan hati mereka. Aku tahu itu semua adalah perbuatan dosa, tapi perbuatan itu terlalu menyenangkan untuk ditinggalkan.

Namun, sebuah pembunuhan membuat drama ini berjalan keluar kendaliku…

chap-preview
Free preview
Bab 1: Kamera
Semua orang di dunia ini pasti menyimpan hasrat terpendam yang mereka rahasiakan. Bagiku, hasrat tersebut adalah mengintip. Namaku Zuriel Kamal, lelaki lajang berusia 34 tahun. Suatu hari, aku menerima telepon dari ayahku, telepon yang mengubah jalan hidupku dari tukang las di sebuah pabrik menjadi pemilik indekos lima lantai. Aku menerima panggilan tersebut sekitar 6 bulan lalu. Saat itu, ayahku mengatakan bahwa pamanku menderita penyakit kronis. Beliau tidak memiliki keturunan. Oleh karena itu, pamanku meninggalkan sebuah wasiat yang menyatakan bahwa ia akan mewariskan sebuah indekos lima lantai kepadaku. Tidak lama setelah itu, pamanku meninggal dunia. Seusai menghadiri pemakaman, aku merenovasi indekos tersebut dan menyewakannya. Selama proses renovasi, aku memasang sejumlah kamera pengintai serta menyadap jalur telepon di setiap kamar demi memuaskan hasratku untuk mengintip. Aku sudah tidak sabar lagi ingin melihat apa saja yang akan mereka lakukan di kamar kos ini. Terdapat enam kamar yang disewakan di gedung ini. Aku menghabiskan waktu hingga satu bulan untuk memilih siapa yang akan menempati kamar-kamar tersebut yang sekaligus menjadi objek intipanku. Aku memasang 13 komputer di kamarku. Komputer tersebut terhubung pada enam kamera yang aku pasang di masing-masing kamar; enam kamera di lorong dan satu kamera di elevator gedung. Selama dua pekan, setelah makan malam, aku duduk di sofa kamarku sambil menonton layar-layar di hadapanku, terutama enam kamera yang terpasang di setiap kamar. Aku merasa seperti sedang menyaksikan acara televisi Big Brother, hanya saja ini nyata dan tidak dibuat-buat. Penyewa kamar di lantai dua gedung ini adalah seorang wanita kantoran. Wanita itu bernama Wanda Abimana, berusia 30 tahun. Dia biasanya menghabiskan waktu satu jam untuk berdandan sebelum pergi bekerja. Wanda adalah alasan dibalik perubahan pola tidurku. Kini aku tidur dan bangun lebih awal demi menyaksikannya berpakaian. Dia biasa mengenakan kemeja putih, rok putih, dan stoking senada yang sangat tipis. Sungguh menawan.  Dia memiliki dua kekasih. Seorang instruktur kebugaran dan pria kurus berkacamata. Sang instruktur kebugaran itu tampak sangat perkasa. Melalui layarku, aku menyaksikan mereka bercinta selama 3 sampai 4 jam. Sangat berbeda dengan kekasihnya yang lain. Dalam waktu setengah jam saja, pria kurus itu sudah terkulai lemas. Sepertinya, masing-masing dari mereka tidak tahu bahwa wanita itu memiliki pria simpanan. Setiap kali mereka bercinta dengan Wanda, mereka sering bertanya, “Wanda, apa kau hanya mencintaiku seorang?” Berhadapan dengan pertanyaan semacam itu, Wanda menghela napas dan menjawab dengan tegas, “Iya, sudah pasti aku hanya mencintaimu.” Di seberang kamar Wanda, tinggallah seorang pria berusia 50 tahun bernama Waskito Adiwijaya. Dia adalah pemilik toko grosir. Wajahnya sudah keriput namun sering memperlihatkan tatapan c***l tiap melihat wanita seksi. Aku sengaja menempatkannya di seberang kamar Wanda untuk melihat apakah pria c***l itu berani melakukan sesuatu terhadap tetangganya itu. Benar saja, setiap malam Waskito menempelkan telinganya ke pintu kamar Wanda untuk menguping hal-hal yang terjadi di baliknya. Bahkan, jika pintu kamarnya tidak tertutup rapat, dia tidak segan-segan mengintipnya. Aku merasa sangat bersemangat melihat kejadian ini, sampai-sampai aku ingin kejadian ini berlanjut lebih jauh. Aku ingin menjadi sutradara di balik layar drama kehidupan para penyewa indekos ini. Dengan niat tersebut, aku mendatangi tukang kunci di tepi jalan untuk membuat kunci duplikat kamar Wanda. Kemudian, aku menempelkan catatan bertuliskan “Kamar Timur, Lantai 2” dan sengaja menjatuhkan kunci tersebut di depan kamar Waskito. Aku sudah bisa menebak bahwa lelaki tua itu akan menemukan kunci itu tanpa mengembalikannya kepadaku. Dia pasti akan menggunakannya untuk memasuki kamar Wanda dan melakukan segala macam tindakan tidak senonoh. Sesuai dugaanku, tua bangka itu tampak kegirangan ketika menemukan kunci tersebut. Pria itu membawanya masuk dan menatapnya untuk waktu yang lama. Beberapa waktu kemudian, Waskito keluar dari kamarnya dan mendatangi kamar Wanda. Dia berdiri agak lama di sana, seolah-olah hendak memasuki kamar Wanda. Pada akhirnya, Waskito mengurungkan niatnya. Keesokan harinya, setelah Wanda pergi, Waskito keluar dari kamarnya. Pertama-tama, dia memastikan bahwa tidak ada siapa pun di sekitar sana, lalu mengambil kunci duplikat itu dan memasuki kamar Wanda. Dia menetap ke dalam sana selama beberapa waktu. Dari layarku, aku melihat Waskito mengendus-endus berbagai benda di kamar itu. Dia bahkan membuka lemari Wanda dan mengenakan berbagai pakaian yang ada di sana, termasuk pakaian seksi dan pakaian dalam milik Wanda. Akhirnya, Waskito mengambil salah satu pakaian dalam itu, berbaring di kasur Wanda, dan berfantasi hingga dia tertidur. Aku merasa sangat geli melihat semua ini berlangsung. Untungnya, Waskito tertidur tidak sampai dua jam. Dia pun segera memeriksa keadaan di lorong. Setelah memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa di sana, dia segera meninggalkan kamar Wanda. Dari balik layarku, aku berpikir, sebaiknya Waskito jangan sampai tertangkap karena perbuatannya itu. Aku ingin menjadi sutradara yang mengatur hidup mereka tanpa sepengetahuan mereka. Maka dari itu, aku harus melakukan sesuatu. Aku pun memutuskan untuk membeli obat perangsang. Aku berencana mencampurnya di minuman Waskito dan menunggu apa yang akan dia lakukan terhadap Wanda setelah meminum obat tersebut. Dalam perjalanan pulang, aku melihat Sandra yang baru saja selesai lari pagi. Sandra Selvia adalah penyewa kamar di lantai empat. Dia seorang gadis yang lembut dan elegan berusia 24 tahun. Dia selalu menguncir rambutnya serta mengenakan pakaian selayaknya seorang gadis pada umumnya. Ketika tersenyum, dia bahkan tampak lebih muda, seperti gadis berusia 18 tahun. Sungguh karakter yang pantas dimiliki oleh seorang penulis. Menurutku, Sandra bukanlah penulis berpendapatan tinggi. Aku menarik kesimpulan tersebut dari dandanannya. Dia hanya mengenakan pelembab serta masker wajah yang tidak terlalu mahal. Di lemarinya pun hanya ada beberapa pakaian saja. Meski demikian, semua pakaian itu benar-benar menggambarkan jiwa mudanya. Kegiatan yang paling dia sukai adalah membaca. Dia memiliki sebuah rak buku tua yang dia dapatkan dari sebuah situs jual-beli daring. Rak itu penuh dengan buku yang biasa dia baca antara dua sampai tiga jam setiap harinya. Setiap sore, dia menulis di buku catatannya sambil duduk di kursinya atau berbaring di kasurnya. Ketika aku memperhatikan sosok Sandra dari layarku, aku merasakan ada perbedaan yang kentara jika dibandingkan dengan penghuni lainnya. Kamar tidurnya tampak seperti kamar yang wangi dan murni. Semuanya tertata rapi dengan nuansa vintage dan estetik. Dia mengingatkanku kepada seorang gadis yang pernah aku sukai semasa aku SMA. Seorang gadis yang suka membaca buku Jane Eyre di bangku taman. Seorang gadis yang cantik dan memikat. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk tidak mengganggu Sandra dan akan menjaganya dari para penghuni lainnya. Aku pernah berpikiran untuk mendekati Sandra walaupun aku sepuluh tahun lebih tua daripada dia. Jika dia memang mau kepadaku, meninggalkan gedung indekos ini pun aku rela. Aku juga pernah membayangkan, seandainya Sandra membiarkan aku tidur bersamanya namun melarangku menyentuhnya, pasti akan kupatuhi karena aku ingin menjaganya. Bagiku dia tampak seperti bunga teratai putih bersih yang menyegarkan di pagi hari. Aku pun kembali ke layar-layarku dan menyaksikan Sandra melepaskan pakaian olahraganya lalu mengenakan piyama longgar favoritnya. Ketika Sandra melepaskan pakaiannya, aku menyadari bahwa tubuhnya tidak kalah menarik dibanding Wanda. Bahkan, wajahnya yang tidak mengenakan banyak riasan itu pun tetap terkesan menggoda dan memukau. Aku termenung memandanginya dari layar saat dia membaca hingga tengah hari. Kemudian, ketika waktu makan siang tiba, dia berganti pakaian dengan jeans dan kaos ketat lalu pergi meninggalkan kamarnya. Aku jadi penasaran. Biasanya, Sandra membaca hingga tengah hari, memasak untuk makan siang, lalu menulis antara pukul tujuh sampai delapan jam. Kali ini, mengapa dia tiba-tiba pergi? Aku turun dan memasuki kamar Waskito lalu membubuhkan obat perangsang ke air minumnya. Kemudian, aku kembali ke atas dan memperhatikan layarku untuk menanti Sandra pulang. Sayangnya, Sandra baru kembali setelah pukul sembilan malam. Aku tertegun. Sebagai seorang pria yang menyukainya, aku berpikir untuk meneleponnya dan bertanya dari mana saja dia atau apakah dia berada dalam situasi genting. Rasa ingin memiliki yang tumbuh dari benih-benih cinta ini membuat hatiku kalut dan galau. Pada pukul setengah sepuluh, aku mendengar decitan yang sepertinya berasal dari tempat tinggalku. Aku berusaha untuk memastikan dari mana tepatnya suara itu. Lalu aku menyadari sesuatu, mungkinkah suara itu berasal dari elevator? Di gedung lima lantai ini terdapat sebuah elevator tua yang sudah terlampau rusak untuk digunakan lagi, biasanya para penghuni di sini hanya menggunakan tangga untuk naik dan turun. Dulu, aku sebenarnya merasa ragu apakah sebaiknya aku memasang kamera juga di elevator itu demi memuaskan hasratku untuk mengintip. Tanpa berpikir dua kali, aku segera menyalakan layar yang terhubung dengan kamera di elevator. Dari layar tersebut, aku melihat Sandra sedang berdiri di dalamnya bersama seorang pemuda berambut pirang. Pemuda itu tengah berdiri di belakangnya. Pemuda berambut pirang itu sepertinya berasal dari kampus berakreditasi rendah di sekitar sini. Di wajahnya tampak ada sedikit kumis tipis, seperti seorang pemuda yang baru menginjak pubertas. Dia memperhatikan tubuh Sandra dengan seksama dari ujung kaki hingga ujung kepala. Selain itu, dia juga menatap b****g gadis itu sambil menelan ludah beberapa kali. Aku merasa seperti ada yang tidak beres. Apakah Sandra akan membawa pemuda itu ke kamarnya?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Devil Billionaire

read
94.7K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.9K
bc

Marriage Aggreement

read
80.7K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.3K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.5K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
624.0K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook