bc

CINTA YANG TERBELENGGU

book_age18+
2.9K
FOLLOW
38.1K
READ
CEO
drama
sweet
small town
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

#Program Pembaruan Musim Panas.

#Programpembaruanmusimpanas.

Nazla Rachmania : Seharusnya tak ku genggam hati yang mudah hilang, bila ternyata cintamu bersanding duka. Seharusnya tak lagi kuharap dirimu datang, karena menunggumu hanya membuatku semakin tersiksa.

Dayan Athari Fawwaz : Benar ku akui, jika rasa cinta dan sayangku tak kan pernah bisa sirna. Tapi bukan berarti aku tidak tergores luka.

Ketika menyadari jika janji berubah menjadi puing kenangan, haruskah Nazla kembali merelakan hatinya hancur untuk yang kesekian kali?

Terlalu sulitkah memiliki seorang pendamping yang mau menerima dia apa adanya?

Atau mungkin, terlalu mahalkah harga yang harus ia bayar demi meraih apa itu sebuah kebahagiaan?

Nazla Rachmania hanya seorang wanita yang menggunakan hati dalam memandang arti cinta. Tapi jika selalu diberi luka, ia pun akhirnya bangkit dan menunjukkan pada mereka di sana, jika luka yang telah ia terima hanyalah rintik hujan di teriknya sinar mentari.

chap-preview
Free preview
PART 1 - KEHILANGAN.
Ruangan berdinding hijau itu terdengar sepi, hanya ada bunyi mesin dari alat-alat yang menandakan jika sesosok tubuh yang kini tengah terbaring di atas pembaringan itu masih dalam keadaan hidup, namun dengan kesadaran yang sama sekali hilang. Tubuhnya hanya terbalut baju hijau khas pasien rumah sakit. Sekilas wajah wanita itu terlihat pucat. Namun, jika diperhatikan dengan seksama, wajah yang tengah terlelap itu memiliki kecantikan khas wanita indonesia. Kulitnya kuning langsat, dengan rambut yang tergerai panjang, yang saat ini tertutup oleh bungkus kepala berwarna hijau. Napasnya terlihat turun naik dengan sangat teratur. Beberapa selang tampak terlihat di beberapa bagian tubuhnya, yang menyambung ke mesin yang kini menimbulkan sedikit suara dalam ruangan tersebut. Berpindah ke arah bagian perut, terlihat membuncit. Menandakan wanita ini tengah mengandung. Yah, ini adalah situasi di sebuah ruang operasi. Beberapa tim dokter masih terus melaksanakan tugasnya, tengah melakukan operasi sesar, pada wanita yang masih menutup matanya dalam kegelapan. Seorang dokter yang bertindak sebagai pemimpin berdiri di bagian kepala sang pasien. Memberi instruksi pada beberapa dokter muda lainnya, yang tengah berjuang mengeluarkan bayi dari sayatan yang telah dibuat. Sesekali terdengar suaranya memberi perintah, agar tidak ada kesalahan fatal yang bisa saja terjadi saat operasi ini berlangsung. “Kepalanya sudah terlihat dok,” ucap dokter yang lebih muda yang kini tengah konsentrasi di bagian perut. “Oke, saya bantu dari sini ya.” Lalu telapak tangan dokter kepala itu menekan perut bagian atas sedikit.  Tak lama dari ruangan yang semula sunyi, terdengar nyaring suara bayi, bersamaan keluarnya sosok mungil yang diangkat dari rahim wanita yang tampaknya masih tenang dalam tidurnya karena pengaruh obat bius. Sosok mungil itu meronta-ronta, seolah enggan dipisahkan dari tempat ternyamannya selama sembilan bulan ini. “Oek-oek.” “Perempuan bayinya dok.” “Oke.” Sementara sang pasien masih terlelap dengan kesadaran yang masih menghilang. Sesaat tampak kening wanita itu bekerut sebentar. Mungkin alam bawah sadarnya mengingatkan untuk membuka matanya, melihat bagaimana hari ini statusnya berubah menjadi seorang ibu. Sayang, matanya begitu berat untuk sekedar ia buka. Dan akhirnya ia menyerah lagi dalam kegelapan. Pasien dengan nama Nazla Rachmania itu masih tenggelam dalam mimpinya. Menikmati kilasan dalam hidupnya yang begitu menyakitkan. Pepatah mengatakan, bermimpilah jika hidupmu terasa menyakitkan. Nyatanya, bagi  seorang Nazla dalam mimpi pun ia masih merasakan apa itu rasanya sakit. “Berapa ibuku membayarmu, hah!” “Apa maksudmu? A-aku gak pernah dibayar dengan apapun,” isaknya dengan derai air mata. “Pembohong!” Layar itu berganti, menampilkan wajah seorang wanita berusia lima puluh tahun. “Kamu mau menikah dengan putra ibu Nazla? Karena ibu ingin menebus kesalahan ibu padamu.”  “Kamu harus sabar menghadapi putra ibu, Nazla. Orangnya memang keras, tapi aslinya putra ibu itu orangnya baik.” Kembali layar itu berganti. Kini terlihat wajah gadis manis dan ayu yang memandangnya “Kamu yakin mau menikah dengan dia kak? Bagaimana kalau Kak Tama pulang?” Ibarat slide, satu-persatu gambar kehidupan yang pernah Nazla alami hadir silih berganti. “Kamu yakin itu anakku! Jangan-jangan benar apa kata orang, kamu gak lebih dari perempuan gak bermoral. Nazla Rachmania, aku menyesal menikahimu! Setelah bayi itu lahir, kita bercerai!” Kini tampak wajah manis milik sahabatnya tersenyum ke arahnya. “Kamu bisa ceritakan semua padaku Nazla.  Aku sahabatmu. Aku akan selalu ada di sampingmu.” Nazla seperti masuk ke lorong hitam. Tenggelam entah kemana. Hingga satu kalimat keluar dari mulutnya. Ayah, Ibu, Nenek. Aku gak kuat lagi. Bawa aku bersama kalian. Sementara di luar ruang operasi, hanya ada satu orang yang menunggu, menanti kabar Nazla dan bayinya.  Tidak seperti pasien lainnya yang banyak ditunggu oleh kerabat dan keluarga. Hingga pintu ruang operasi itu terbuka dan menampakkan bayi mungil berwarna merah. “Ini bayi Nyonya Nazla.” Seorang perawat memperlihatkan sebentar pada seorang wanita yang sejak tadi menunggu di depan pintu. “Bayinya akan dimasukkan ke dalam inkubator.” Lalu saat perawat itu melangkah ke ruang bayi, wanita muda itu mengikuti dari arah belakang. Kakinya berjalan sambil terus memikirkan langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya. Ia harus memutar otaknya. Harus. Kegelisahan terus menghantui saat ia menatap dari kejauhan bayi itu menangis terus menerus. Bayinya perempuan, cantik lagi. Tapi ini harus aku lakukan. Waktuku tidak begitu banyak. “Bayi itu terlahir sehat.” Ucapan seseorang di belakang membuatnya tersentak. Mengagetkannya dari lamunan. Ia menoleh menemukan seraut wajah yang terlihat bersedih. Seorang wanita dengan memakai pakaian berwarna biru muda. Dari penampilannya  terlihat dari kalangan atas. Berbeda dengannya yang hanya berasal dari perkampungan biasa. “Kakakku baru saja operasi dan anaknya meninggal,” ucap wanita berbaju biru muda itu. “Aku turut berduka cita.” “Aku tidak bisa membayangkan jika kakakku bangun dan tahu bayinya meninggal, ia pasti histeris.” Lalu mata mereka bertemu kembali. Tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya. Mungkinkah ini jalan yang Tuhan berikan untuknya? Melancarkan rencananya tanpa halangan berarti. “Apa kau butuh bayi untuk kakakmu itu?” tanyanya dengan mata bersinar. “Maksudmu?”   ** Pemilik cahaya yang paling besar, tengah memperlihatkan kekuasaannya saat ini. Tidak mempedulikan jika sinarnya sanggup membuat beberapa umat manusia mengeluh karena harus berulang kali mengusap peluh. Itu yang kini tampak di sebuah pelataran depan sebuah rumah sakit swasta. Beberapa orang terlihat hilir mudik masuk dan keluar dari rumah sakit, sesuai keperluannya masing-masing. Hingga sebuah mobil sedan berhenti secara tiba-tiba. Pintu mobil terbuka dan tertutup secara kasar. Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan tegap, dengan wajah teramat tampan dan tegas yang baru saja keluar dari mobil, memilih berlari daripada berjalan santai. Ia tidak mempedulikan beberapa orang yang nyaris ia tabrak di tengah jalan.  Seolah berkejaran dengan waktu, langkah mengiringi napasnya yang semakin memburu. Dia adalah Dayan Athari Fawwaz. Hari ini ia mendapat kabar istrinya melahirkan. Segala pekerjaan segera ia tinggalkan begitu saja. Apalagi mendengar sang istri tercinta harus menjalani secar. Karena seingatnya keadaan istrinya baik-baik saja. Langkahnya berhenti ketika sampai di depan ruang perawatan istrinya. Semuanya berkumpul di sana. Pihak keluarganya dan pihak keluarga istrinya. “Bang Dayan.” Semua yang ada di sana menatap ke arahnya dengan kesedihan mendalam. Langkah lelaki itu mendadak berat, kala mendengar tangisan dari  Mamanya, wanita yang telah membesarkan dirinya dengan penuh kasih sayang. Ada apakah ini? Mengapa Mama menangis? “Papa, Mama. Andita … bagaimana keadaan Andita?” Pertanyaan yang ia ajukan seiring dengan degup jantungnya yang mendadak berpacu. Deru napasnya pun masih terdengar, menandakan jika Dayan sudah berusaha berlari secepatnya demi sampai di tempat ini. Melihat bagaimana semua menatapnya, hati Dayan bagai tercabik. “Bang Dayan, Mbak Andita bang. Mbak Andita gak selamat. Mbak Andita meninggal.” Suara seorang wanita yang Dayan kenal sebagai adik iparnya terdengar, sekaligus meruntuhkan semua harapannya. Bumi yang ia pijak seakan menenggelamkan tubuhnya hingga ke dasar. Lututnya serasa lemas, tak lagi sanggup menopang berat tubuhnya. Hingga ia menjatuhkan tubuhnya dengan bersangga lutut. “Apa? Meninggal?” Tiba-tiba Dayan merasakan semua angannya musnah. Kenangan bersama sang istri terpatri di ingatan. Bagaimana Andita ingin sekali melahirkan ditemani olehnya. Tapi masalah pekerjaan yang mengharuskan ia pergi sebentar. Hanya sebentar, karena ia berjanji akan kembali sebelum istrinya melahirkan. Tapi tadi pagi ia mendengar istrinya jatuh dari kamar mandi, pendarahan dan dilarikan ke rumah sakit. Dan kini, pemilik hatinya itu pergi. Secepat itu? “Tabahlah Dayan, kamu seorang laki-laki. Putrimu membutuhkan dirimu.” Dayan merasakan tubuhnya di bawa berdiri dari posisinya semula. Pelukan hangat dari sosok laki-laki yang menjadi panutannya. Papanya. Abizar Fawwaz. “Andita tidak selamat Papa? Tapi mengapa Papa?” lirihnya tak percaya. Bening di matanya sudah berkumpul menjadi satu, bersiap untuk turun. Ia pantang menangis, tapi saat ini ia ingin menangis. Menangisi takdir yang begitu teramat kejam, yang sudah tega memisahkan dirinya dengan cinta sejatinya. “Putrimu selamat, kamu harus berjuang sendiri merawatnya Dayan. Kamu harus kuat.” Tepukan di bahu menyadarkan Dayan, jika masih memiliki tanggung jawab lainnya. Putriku? Putriku selamat? Selepas kemudian, Dayan memeluk erat tubuh ayahnya. Tidak peduli bagaimana berpasang mata melihatnya menangis tergugu. Hari ini saja ia ingin menangis, mempersembahkan tangisannya pada takdir yang begitu tega memisahkan mereka. Mengapa kebahagiaan yang mereka rasakan hanya sekejap. Bagaimana bisa Andita pergi dengan mempersembahkan bayinya padanya. Tidakkah Andita tahu, ia hanya seorang laki-laki yang tak pandai mengurus bayi? “Sabar Dayan, tabahlah. Ikhlaskan kepergian istrimu, biar langkahnya ringan menuju tempat terakhirnya. Kau masih memiliki tugas, merawat putrimu.” Dayan tahu itu hanya sebuah penghiburan untuk hatinya saat ini. Sekuat apapun ia protes tentang suratan takdir diantara dia dan istrinya, nyatanya Andita telah pergi meninggalkan dirinya. Kini ia sendiri di dunia yang baru saja ia kecap manis bersama istrinya tercinta. “Aku-aku ingin melihatnya untuk yang terakhir kalinya Papa.” Dayan melerai pelukannya dari sang Ayah. Menghapus basah di matanya. Menyadari raut wajah mertuanya yang terlihat sedih, Dayan mengangguk pada kedua mertuanya. “Kami menunggumu untuk memakamkannya Dayan. Papa yakin, kamu akan melihat wajah istrimu untuk yang terakhir kali.” Abizar Fawwaz merangkul bahu putranya ke dalam. Dimana sudah bersemayan Andita istri dari putranya. Wanita yang satu tahun lalu di nikahi Dayan atas dasar cinta. Dayan melangkah perlahan memasuki ruangan sambil memantapkan hati, untuk melihat pemilik hatinya sesaat lagi. Hingga ia menemukan seraut wajah yang terlihat damai dalam tidur panjangnya, saat itulah hati Dayan semakin hancur. Netranya menatap dengan mata berembun pemilik hati dan cintanya. “Andita, aku datang.” Dayan berdiri di samping ranjang. Meneliti dengan kembali memastikan jika ini benar tubuh istrinya, yang baru seminggu yang lalu ia peluk terakhir kali sebelum ia berangkat keluar kota. Bagaimana bisa tubuh ini kini diam tak bergerak? “Hati-hati sayang, kami menunggumu di rumah. Cepatlah pulang, aku ingin kamu ada di sampingku saat putri kita ini lahir nanti.” Saat itu ia hanya memberikan kecupan di kening, kedua pipi dan berakhir di bibir sang istri, sambil berjanji akan pulang sesegera mungkin. Berjanji akan ada di ruangan yang sama saat mereka menanti kelahiran putri pertama mereka. Dayan masih mengingat senyuman Andita kala itu. Siapa sangka itu adalah senyuman terakhir yang ia lihat. Hangat wajah istrinya yang terakhir kali ia sentuh. Dayan menutup mata, membiarkan bulir bening turun di pipinya. Rasa sesak semakin bertambah dan menggunung di dalam dadda. Tak pernah ia membayangkan hanya sebentar kebahagiaan mereka merajut cinta kasih menjadi sepasang suami istri yang bahagia. “Bukankah kamu janji, akan menungguku sayang? Bagaimana mungkin kamu pergi begini. Bagaimana aku mengurus buah hati kita? Aku gak akan bisa Andita, gak akan bisa.” Dayan meraih telapak tangan istrinya dengan mengecupnya mesra. Kembali basah dari matanya ikut membasahi telapak tangan yang  ia kira akan ia genggam hingga usia mereka sama menua. Ia menangis  tergugu di hadapan tubuh istrinya. “Ya Tuhan, aku berharap ini hanya mimpi burukku.” Saat mengucap ijab mensahkan wanita bernama Andita Rukmana menjadi istrinya, Dayan mengira mereka akan memiliki putra dan putri yang akan memenuhi rumah besar mereka. Melihat keturunan mereka tumbuh dan berkembang, mendampingi hingga mereka melihat anak dari anak mereka lahir nanti. Manusia bebas untuk berencana semau mereka. Tapi semua kembali pada kehendak yang Maha Pemilik Semesta. Tidak ada satupun yang bisa menghalangi saat ketentuan itu datang, tanpa rencana dan tanpa pemberitahuan. Kini Dayan hanya bisa menerima semua yang sudah ditentukan dalam hidupnya. Dengan penuh cinta kasih, Dayan menatap wajah cantik yang kini telah menutup mata. Sekalipun mata itu terpejam, raut wajah Andita masih terlihat cantik di mata Dayan. Ia akan merekam untuk terakhir kalinya setiap sudut wajah Andita. “Tunggu aku di sana sayang. Tunggu aku di tempat keabadian. Aku yakin kita akan dipertemukan di sana.” “Aku akan menjaga putri kita, membesarkannya dan akan selalu menceritakan jika ia memiliki ibu yang hebat sepertimu.” Perlahan Dayan mendekati wajah istrinya, mengecup kening itu dengan penuh cinta kasih, membiarkan air matanya kembali mengalir di pipinya. “Selamat jalan istriku, selamat jalan cintaku, selamat jalan bidadariku.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook