bc

MENIKAH DENGAN BERONDONG MUDA

book_age18+
1.9K
FOLLOW
13.4K
READ
love-triangle
love after marriage
badgirl
bitch
confident
comedy
sweet
bxg
female lead
wife
like
intro-logo
Blurb

Menikah dengan berondong muda?

Anna adalah perempuan yang lahir di Indonesia, namun besar di Amerika. Terbiasa hidup manja dengan keluarga ayahnya, ia sama sekali tak memiliki keinginan untuk pulang ke Indonesia. Namun, saat sang ibunda sakit, mau tidak mau Anna harus pulang dan mendapat kenyataan yang demi apa pun sangat mengejutkan.

Anna dijodohkan.

Dengan laki-laki yang umurnya jauh lebih muda darinya. Namanya Rakha, Rakha Alexi. Awalnya Anna menolak keras, mengingat umur mereka yang selisih lima tahun. Namun, ketika melihat wajah laki-laki itu, ia berubah pikiran dan setuju akan perjodohan itu. bukan hanya dalam segi wajah yang sangat tampan, finansial laki-laki itu juga sudah tidak perlu dikhawatirkan.

Terlebih lagi, ada sesuatu yang lebih menarik dari dua hal itu. Yaitu sikap Rakha yang terkesan dingin dan tidak banyak bicara, hal itu tentu saja menarik bagi seorang Anna Lee.

Namun, akankah Anna mampu menghadapi sikap Rakha yang terkadang sedikit menyakiti hatinya?

chap-preview
Free preview
Anna Lee
“Pak Toto, ya?”   Seorang laki-laki berpakaian serba hitam menganggukkan kepalanya dengan ekspresi wajah yang terlihat sungkan. “Benar, Bu. Saya Toto, suruhan dari Tuan Edgard untuk mengantarkan Ibu Anna ke ruangan nyonya Melati.”   Seorang perempaun dengan gaya pakaian yang terlihat ke barat-baratan, mengerutkan keningnya akibat aneh dengan ucapan laki-laki yang tengah berbicara dengannya itu. “Jangan panggil saya Ibu, meski saya sudah tua, saya yakin tidak jauh lebih muda dari umur kamu.”   “Lalu, saya harus panggil apa? Kebetulan, umur saya dua puluh delapan,” ucap laki-laki itu lagi.   Sialan, rupanya umur laki-laki itu memang berada di bawah umurnya. Perempuan berambut coklat terang itu mulai berjalan mendahului laki-laki tadi, memasuki area rumah sakit yang terlihat sepi malam ini. “Terserah kamu saja, asal jangan panggil saya ibu,” ucapnya ketika menyadari bahwa laki-laki tadi mengikut di belakangnya.   “Ampun sebelumnya, tapi saya sedikit bingung. Kalau dipanggil Nyonya, tidak masalah?”   “Itu sama saja,” ucap si perempuan sembari memutar bola matanya.   “Apakah ‘Nona’ lebih terdengar baik?”   Perempuan itu menggeleng kecil. “No, umur saya kelewat tua untuk dipanggil seorang Nona.”   Laki-laki tadi terlihat bingung, serba salah harus memanggil dengan sebutan apa. “Lalu saya harus memanggil apa?”   Sampai di depan lift, perempuan itu menghentikan langkah kakinya. Sembari menunggu pintu lift terbuka, ia membalikan tubuhnya menatap laki-laki tadi. Pandangannya menyeluruh, menatap laki-laki itu dari atas sampai bawah, menatapnya dengan tatapan penasaran. “Sebelumnya, Dad pernah membahas kamu. Kamu berasal dari daerah Sunda, ya?”   Laki-laki itu mengangguk. “Itu benar.”   “Kamu juga yang akan jadi asistan saya selama di Indonesia?”   Laki-laki itu kembali mengangguk. “Itu juga benar.”   Kini, perempuan itu juga ikut menganggukkan kepalanya. “First, you can call me Nyai. Itu panggilan yang cocok buat saya, bagi kamu yang tinggal di daerah. Kamu setuju?”   Meski terlihat bingung, laki-laki itu terlihat mengangguk. “Siap, Nyai.”   “Kedua, kamu nggak perlu kaku, cukup bicara santai saja. Saya dengar, kamu tipe orang yang pandai berlelucon juga. Kebetulan, meski selera humor saya tinggi, nggak apa-apa kalau kamu mau menunjukannya.” Perempuan itu kembali berbalik ketika pintu lift terbuka, dengan kaki yang melangkah masuk, ia kembali bersuara. “Intinya, meski saya anak dari seorang Tuan, juga umur saya yang ternyata sedikit lebih tinggi dari kamu, saya harap kamu bisa berbicara santai seperti kepada seorang teman. Paham?”   “Ampun, Nyai, tapi?” laki-laki itu terlihat ragu. Bagaimana bisa, dia hanya seorang supir pribadi yang tugasnya hanya sekadar mengantar dan menyiapkan beberapa keperluan, namun perempuan yang tidak lain adalah anak dari majikannya itu malah menginginkan dirinya untuk bersikap santai. Bahkan, seperti dengan seorang teman. Bukannya itu tidak sopan?   “Oh, ya, yang terakhir, saya nggak mau kalau kamu bantah ucapan atau perintah dari saya. Kecuali, kalau saya sedang berada di jalan yang kurang baik, sedikit saja, kamu bisa memperingatkan.” Perempuan itu menoleh menatap laki-laki yang mulai sekarang menjadi asistannya itu. “Paham?”   “Paham, Nyai.”   Terdengar aneh, namun jika itu yang diinginkan oleh majikannya, Toto bisa apa?   ***   Pintu lift kembali terbuka, perempuan tadi melangkah keluar dengan Toto yang mengikut di belakang. Dengan gaya classy, dia kembali memakai kacamata hitamnya, tidak lupa dengan dagu yang sedikit diangkat.   Dia memang terlihat arogan, bago orang yang belum mengenalnya sama sekali.   Namanya Anna Lee. Perempuan yang tahun ini menginjak usia kepala tiga, belum menikah dan baru kembali dari Amerika. Ah, tidak, lebih tepatnya, dia memang tinggal di negara itu bersama keluarga Dadnya. Perempuan yang merupakan anak terakhir dari keluarga Edgard, yang sikapnya terkadang membuat Momnya pusing bukan main.   “Ampun Nyai, tapi ruangan Nyonya ada di sebelah sana,” ucap Toto.   Anna berbalik, menatap Toto dengan kerutan di dahinya. “Kenapa kamu tidak bilang?”   “Tapi Nyai yang jalan duluan.”   “Harusnya kamu menghentikan saya.”   “Ampun Nyai, tidak akan saya ulang kesalahannya.”   Anna menghela napas pelan, okay, ini baru hari pertama, jadi, ia masih harus banyak belajar dengan orang sekitarnya. Memberikan hand bag-nya kepada Toto, Anna kembali mengayunkan kaki ke arah yang dimaksud Toto tadi. “Ada di sebelah mana?”   “Di depan, Nyai.”   “Di depan?” ulang Anna sedikit heran.   “Muhun—maksudnya, iya, Nyai, ada di depan. Tepat setelah Nyai belok kanan, lalu ke kiri, satu kali belok kanan lagi, dan di ruangan paling pojok, kita sudah sampai di ruangan Nyonya.”   Seketika kaki Anna berhenti melangkah, tubuhnya kembali berputar menghadap Toto yang ada di belakangnya. Dengan tampang tak bersalah laki-laki dengan kulit sawo matang itu tersenyum menatap Anna. “Ampun Nyai, apa ada yang belum jelas?”   Satu minggu sebelum pulang, Dad-nya sudah mengingatkan kalau Anna akan menetap di Indonesia dengan kurun waktu yang cukup lama. Awalnya Anna menolak, namun mengingat keadaan Mom-nya, ia jadi merasa tidak tega untuk menolaknya. Laki-laki itu juga mengatakan, selama di Indonesia ia akan diasistani oleh laki-laki yang bernama Toto, asistan sekaligus menjadi supir pribadinya.   Katanya, Toto ini laki-laki yang memoriable, tingkahnya selalu sukses membuat Dad ataupun Mom-nya tidak bosan jika berpapasan dengan laki-laki itu. Anak Sunda, yang selalu mengatakan punten dan hatur nuhun kepada keluarga di rumahnya.   Katanya tingkahnya gokil dan lucu, tapi kenapa yang Anna lihat dari Toto, malah laki-laki yang diam dan kaku? Ah, tidak hanya itu, Anna juga melihat tampang lemot dari wajah laki-laki itu.   ***   Sampai di depan ruangan di mana Mom-nya dirawat, Anna langsung membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam sana. Orang pertama yang ia lihat adalah Mom-nya yang tengah berbaring di brankar, kemudian Dad-nya yang duduk di samping wanita itu. Setelahnya, ketika ia menoleh ke arah kanan, di mana ada sofa di sana, ia melihat Damian—kakak kandungnya yang tengah duduk bersama Melia—istri dari laki-laki itu. Tidak lupa, ada banyak anak kecil juga di sana.   “Anna? Kamu sudah sampai?” Laki-laki yang tidak lain adalah ayah dari seorang Anna, laki-laki yang bernama Edgard itu beranjak dari duduknya, menyambut anak bungsunya dengan senyum yang merekah.   “Itu pertanyaan bodoh dan tidak berguna. Dad sudah bisa lihat Anna di sini, harusnya pertanyaan itu diganti dengan pertanyaan; ‘Oh, Anna sayang, putri Dad yang cantiknya kelewatan, bagaimana perjalanan kamu? Apakah menyenangkan atau melelahkan?’ gitu,” balas Anna. Meski sedikit kesal, ia tetap bergerak menyambut pelukan dari Dad-nya.   Edgard terkekeh pelan. “I’m so sorry. Anna sayang, putri Dad yang paling cantik, bagaimana perjalanan kamu?” ucapnya menirukan kata-kata yang diucapkan oleh Anna tadi.   Anna melepaskan diri dari pelukan itu, dengan tampang yang sangat kusut dan hampir berantakan. Tidak menjawab pertanyaan Dad-nya, Anna beralih menatap Damian yang baru saja menghampirinya. “Hi! What’s up, Honey! Udah lama nggak ketemu, makin cantik aja kamu,” ucap Damian.   Berbeda ketika dengan dad-nya, dengan Damian ekspresi wajah Anna terlihat lebih berwarna. “Hei, Bro! Lihat lawan bicaramu, ini seorang Anna, akan sangat memalukan jika bertemu dengan penampilan yang kurang sempurna,” balasnya, kemudian bergerak memeluk kakak laki-lakinya itu.   Setelah dengan Damian, Anna berlanjut bertegur sapa dengan Melia dan geng anak-anaknya. Perlu diingat, bukan tanpa alasan ia menyebut geng anak-anak kepada anak kakaknya itu sebab, jumlah mereka memang sudah pantas untuk membuat sebuah geng. Iya, ada enam orang. Keturunan hasil pabrik Damian, ada enam orang.   “Hi aunty!” ujar Daren, anak laki-laki yang umurnya sekitar sebelas tahun.   “Hi tampan!” balas Anna.   Selain Daren, di samping Melia juga ada si kembar bernama Aliya dan Aleya—adik daren yang umurnya sekitar delapan tahun. Di samping Aleya ada Chimon, adik si kembar yang umurnya baru enam tahun. Di samping Chimon ada Maura yang berumur empat tahun. Dan dalam pangkuan Melia, ada Mochi yang baru lahir sekitar tiga bulan yang lalu.   Setelahnya Anna berjalan menuju brankar di mana tempat mom-nya berada. Dengan senyum yang mengembang dan mata yang saling berpandangan dengan wanita itu, Anna langsung memeluk tubuh mom-nya yang terasa hangat di kulit. “I miss you so much, Mom,” ucapnya dengan nada yang sangat pelan.   Wanita yang tidak lain adalah ibu dari seorang Anna, wanita yang bernama Melati itu membalas pelukan putrinya dengan senyum yang mengembang. “Mom juga kangen banget sama kamu. Putri mom yang paling cantik ini, gimana kabarnya?”   “Anna baik, Mom. Mom sendiri gimana? Jangan sakit terus, cepet sembuh,” balas Anna.   Anna melepaskan pelukannya, ia menyeka ujung matanya yang sedikit mengeluarkan air mata. Memalukan, sudah sedewasa ini, ia masih saja menangis dalam pelukan mom-nya.   “Don’t cry, Honey, Mom will be fine, okay?” ucap Melati yang kemudian dibalas dengan anggukan oleh Anna.   Umurnya memang sudah tidak muda, bahkan sudah mencapai angka kepala tiga. Namun ini seorang Anna, di mana orang yang selalu dimanja ketika bersama keluarganya. Tiga puluh tahun lebih satu bulan, Anna masih bersikap layaknya seorang bungsu perempuan yang masih memiliki sikap kelabilan. Akibat terlalu di manja oleh ayah dan ibunya, Anna selalu merasa ingin sempurna dalam hidupnya. Perempuan yang ingin selalu dibilang cantik dan menarik, berkelas dan berwibawa.   Di umur yang seharusnya sudah menikah—jika melihat teman-temannya yang lain, Anna malah masih sibuk menyenangkan dirinya ke sana kemari. Sejak umur sepuluh tahun ia sudah tinggal dan hidup bebas di Amerika, sesekali pulang ke Indonesia ketika ada sesuatu yang mendesak dan tak bisa ditunda. Jauh dari orang tua tidak membuat wanita itu lemah, bahkan hal itu menjadi keuntungan tersendiri baginya.      

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook