bc

Boss and Me 1 (Evan & Stella)

book_age0+
31.0K
FOLLOW
159.9K
READ
possessive
one-night stand
opposites attract
goodgirl
boss
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

[21+]

Menurut Stella, salah satu kesalahan paling fatal yang pernah Stella lakukan dalam hidupnya adalah tidur bosnya sendiri.

Jelas salah karena sejak awal Stella selalu menghindari Evan, si boss yang terkenal dengan sifat womanizernya. Dan ketika hal itu terjadi, Stella tidak tau harus bersikap seperti apa ketika menghadapi bosnya itu.

Berpura-pura tidak terjadi apa-apa?

That's bullshit, she can't do it. Nyatanya setelah malam itu bosnya selalu datang untuk mengganggunya.

Tapi, Stella bukanlah penentu takdir karena dia tidak tau kalau sang womanizer-lah yang menyelamatkannya dari kegilaan hidupnya.

Lalu bagaimana ceritanya sampai akhirnya Stella yang awalnya antipati pada Evan akhirnya bisa takluk pada sang boss womanizer?

chap-preview
Free preview
SATU
Mabuk, satu hal yang seharusnya tidak pernah Stella lakukan karena biasanya dia akan melakukan kekacauan jika dia dalam keadaan itu. Tapi malam ini karena ajakan teman sekantornya untuk bersenang-senang, dia lupa diri. Dia meminum minuman beralkohol yang lebih dari tolerasinya sehingga dia sampai mabuk seperti sekarang ini. "Stella... udah yuk, kita pulang aja. Gue nggak yakin lo nggak buat masalah setelah ini." Kinara, teman dekat Stella ditempat kerja mereka menarik tangan Stella untuk membawanya keluar dari meja tempat mereka berkumpul. Menggelengkan kepalanya dan memasang wajah sok imutnya, Stella tidak bergerak dari duduknya. Dia bersikukuh tidak mau meninggalkan tempat itu. "Ngga mau Ki, gue mau senang-senang dulu," katanya jelas dalam keadaan mabuk. "Lagian anak-anak yang lain masih disini kok," tambahnya lagi sambil menunjuk tidak jelas pada temannya yang turun di dance floor club yang mereka kunjungi. "Stell gue harus pulang sekarang karena mama gue sendirian di rumah. Dan gue nggak mungkin ninggalin lo sendiri." Ucap Kinara sambil membawa tas dia dan Stella bersamaan, sebelum kemudian dia mencoba membawa Stella bersamanya juga. Tapi seperti tadi, Stella ngotot untuk tinggal. Dia ingin bersenang-senang malam ini, melupakan beban pekerjaannya. Menegakkan tubuhnya, lalu tersenyum Stella kemudian berkata pada Kinara, "Lo pulang aja Ra, gue nggak papa kok. Gue janji nggak bakal buat masalah." Janjinya terlihat meyakinkan. Kinara diam, dia menatap lekat Stella untuk beberapa saat. Kemudian dia menghembuskan napasnya dan meletakkan kembali tas kerja temannya itu. "Baiklah kalau lo maunya gitu, gue pulang dulu. Nanti gue minta Vita buat ngawasin dan ngantar lo pulang," Ucap Kinara lalu pergi dengan berat hati meninggalkan Stella. Dengan keadaan setengah sadar, Stella melihat kepergian temannya itu. Dia tidak marah Kinara memilih pulang daripada menemaninya karena dia tau keadaan keluarga temannya. Selain itu dia tidak punya hak untuk menahan Kinara lebih lama disini hanya untuk menemaninya. Lagipula dia bukan anak kecil yang perlu diawasi lagi, Stella yakin kalau dia bisa mengontrol dan menjaga dirinya. "Stell, lo nggak mau turun?" Tanya Vita yang datang bersama Paula setelah sekitar 5 menit Kinara meninggalkannya. "Nggak ah, nanti aja." Katanya kembali menyesap minuman yang baru dibawa Vita. "Terus lo mau duduk sendiri disini?" Kali ini Paula yang bicara. Stella diam, dia berpikir kalau Paula dan Vita benar. Ngapain dia sendiri disini? Bukankah itu terlihat menyedihkan? Alasan dia kesini mau senang-senang, lalu kenapa dia tidak totalitas saja sekalian dalam senang-senangnya. "Baiklah. Ayo kalau begitu," ucapnya berdiri. Seketika Stella lupa janjinya pada Kinara kalau dia tidak akan membuat masalah. Dia lupa kalau saat ini dia sudah mabuk. Sedikit lagi saja dia memasukkan alcohol kedalam tubuhnya, maka akal sehatnya akan hilang saat itu juga. Biasanya Stella akan melakukan hal yang akan dia sesali keesokan harinya karena biasanya masalah yang dibuatnya saat mabuk pasti selalu besar Minuman beralkohol, musik yang diputar dengan kuat oleh DJ, lalu suasana remang-remang adalah beberapa dari banyak hal yang bisa membuat orang lupa diri di diskotik. Seperti Stella saat ini, dia menggila begitu dia turun ke lantai dasar diskotik. Dia bergoyang mengikuti alunan musik dengan semangat yang jelas di luar dari perintah otaknya karena alkohol sudah mengambil alih pikirannya. "VIT... VITA... gue ke sana dulu ya. Gue mau minum," katanya sedikit berteriak agar temannya itu bisa mendengarnya. Vita menganggukkan kepalanya, lalu melanjutkan goyangannya untuk menggoda pria yang berada didepannya. Bergerak dengan sedikit sempoyongan, Stella akhirnya berhasil sampai di bar counter dan memesan air mineral untuk menawar rasa dahaganya. "Air mineralnya satu," ucapnya lalu mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat duduk di sekitar situ. Sialnya bukan mendapat tempat duduk, Stella malah menemukan seorang pria tengah menatapnya. Pria yang sejujurnya tidak jelas gambarannya buat Stella, tapi tetap dia datangi setelah mendapat minumannya karena Stella merasa penasaran saja. "Hi," sapanya sambil tersenyum tipis. Pria itu tidak menjawabnya, dia hanya menaikkan satu alisnya untuk menanggapi sapaannya. "Oh pak Evan?" Seru Stella terlihat senang karena tidak menyangka boss diperusahaannya akan muncul di tempat seperti ini. "Saya tidak menyangka bapak akan muncul di tempat seperti ini." Ternyata akal Stella masih tertinggal sedikit, buktinya dia masih menggunakan sebutan formal untuk sang boss. "Apakah ada yang salah jika saya disini?" Keformalan Stella dibalas formal oleh pria yang dipanggilnya Evan itu. Mendudukkan dirinya di depan sang boss tanpa ijin, Stella kemudian tersenyum sambil menggeleng. "Tidak, tidak ada yang salah." Katanya terkekeh, lalu melanjutkan perkataannya yang berbuah senyuman miring dari Evan. "Apakah bapak mencari wanita disini?" "Kenapa, apa kamu mau menjadi wanita itu." Melakukan hal yang sama dengan Evan, Stella tersenyum miring. Kemudian dia meminum setengah air mineral yang dibelinya tadi dan berdiri, "Baiklah. Siapa takut," katanya lalu memberikan ciuman panas pada pria yang tidak pernah terlibat pembicaraan ringan dengannya itu. Stella gila? Yaps, she is crazy. She let alcohol take over her sanity. >>>O "Ah... ssshhh.." desah Stella berat saat dirasakannya perih yang berasal dari bagian dadanya. Namun pengaruh alkohol dan sentuhan dari Evan, mampu membuatnya mengalihkan dari rasa perih itu seketika menjadi rasa nikmat. Hebat memang alkohol ini karena dia mampu membuat wanita anggun dan selalu berpikiran rasional seperti Stella menggila. "No... no... not there..." Katanya dengan napas tersenggal. Sepertinya meskipun Stella dalam keadaan menggila, pikirannya untuk terus tampil sempurna ketika bekerja tidak hilang sama sekali. Buktinya sekarang ini, ketika Evan akan memberikan dia hickey dilehernya, Stella masih sempat menahan pria itu. Dia tidak mau bekas mereka malam ini menjadi masalah untuk dia berpenampilan sempurna besok saat bekerja. Menuruti apa yang dimau Stella, ciuman Evan berpindah ketengkuknya. Lalu diberikannya ciuman dan jilatan disana sebelum pria itu akhirnya menghisapnya dengan kuat. Hisapan yang akan menjadi tanda dan bukti kalau mereka telah tidur bersama malam ini. Ketika bibir Evan sibuk dengan tengkuk Stella, tangannya juga sibuk membuka sehalai demi sehelai pakaian Stella. Tangan itu cukup ahli hingga siapapun yang melihatnya akan tau kalau Evan cukup tau apa yang harus dilakukannya agar Stella terlepas dari balutan pakaian itu. Sama seperti yang dilakukan tangan Evan, tangan Stella juga sibuk membuka pakaian yang digunakan oleh atasannya tersebut. Makanya ketika tubuhnya sudah tidak ditutupi sehelai benangpun, keadaan Evan-pun juga sama dengannya. "I can't hold it anymore..." ucap Evan setelah memberikan ciuman kuat di bibir Stella. Lalu dengan lihainya pria itu menjatuhkan Stella di ranjang hotel, tempat dimana mereka akan menghabiskan waktu malam ini. Kemudian tanpa mengatakan atau melakukan apa-apa lagi, Evan langsung melakukan inti dari yang mereka ingin lakukan sedari tadi. Pria itu membawa dirinya dan Stella ke puncak kenikmatan yang ingin mereka raih bersama saat ini >>>O Sakit kepala yang teramat sangat, adalah hal lain yang menahan Stella selama ini untuk tidak meminum alkohol. Dia sangat benci sakit itu karena sakitnya melebihi sakit kepala karena demam akibat bermain hujan. Saking sakitnya kepala akibat mabuk kadang membuat Stella ingin memisahkan kepalanya dari tubuhnya. "Akh..." Ringis Stella pelan ketika dia terbangun dari tidurnya. Hanya sebentar saja dia membuka matanya, kemudian matanya itu dia tutup kembali berharap itu bisa membantunya menghilangkan rasa sakitnya. "Ini minum." Jantung Stella berdetak kencang, tangan kanan yang digunakannya untuk memijit keningnya tadi terhenti. Dia tidak berani membuka matanya karena dia ketakutan. Takut yang bercampur panik hingga membuatnya melupakan rasa sakit dikepalanya. 'Oh s**t. Apa udah gue lakuin kemarin malam? Apakah sangat gila, makanya gue sampai berakhir dikamar orang?' Stella bertanya dalam hatinya karena sama sekali tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi kemarin malam. Ketika mencoba mengingat apa yang telah dilakukannya tadi malam, Stella merasa aneh pada tubuhnya, aneh karena dia merasa telanjang. Wajah Stella berubah pucat, dia ketakutan setelah menebak kekacauan apa yang mungkin sudah dia lakukan kali ini. Ingin sebenarnya dia menangis menyesali kebodohan dan kebebalannya karena mengabaikan pesan Kinara, tapi dia menahan air mata itu karena dia masih ingat ada orang lain di sana. "Apa kamu baik-baik saja." Kembali suara tadi terdengar oleh Stella, suara yang cukup familiar namun sulit untuk dia menebak siapa pemiliknya. Sambil menguatkan dirinya, Stella juga coba menebak-nebak siapa kemungkinan pemilik suara tersebut. 'Oh Stella, semoga ini tidak lebih buruk lagi.' Mohon Stella dalam hatinya, sebelum dia bangkit dari posisi berbaringnya tadi dan duduk diranjang itu dengan tangan yang mencengkram erat selimut didadanya. Memejamkan matanya lagi untuk sesaat agar dia berani menghadapi kenyataan, barulah Stella berani melihat pria yang ada bersamanya saat ini. "Um terima..." Ucapan Stella terputus seketika. Dia sangat terkejut saat tau siapa pria yang tidur dengannya kemarin malam. "Pa... pak Evan..." katanya dengan nada pelan dan mata yang membelalak pada pria yang berdiri di samping ranjang itu. Entah karena dia yang terlalu terkejut dengan kenyataan kalau dia tidur dengan bosnya, atau dia yang ingin segera lepas dari keadaan ini, tubuh dan otak Stella bekerja cepat. Bertingkah seolah hanya dia sendiri saja yang ada di kamar itu, Stella mencari pakaiannya dengan cepat. Lalu dia menggunakannya secepat yang dia bisa. Kemudian dia segera keluar dengan bertelanjang kaki setelah dia mengambil tas dan sepatunya yang ternyata tergeletak begitu saja disofa luar kamar. Stella tidak repot-repot menggunakan sepatunya di kamar itu agar dia segera bisa pergi dari sana. Namun saat dia masih beberapa langkah meninggalkan kamar itu, suara Evan menghentikannya. "Are you really want to act like this? Act as if I raped you last night." >>>O Melangkah dengan badan tegap dan dagu terangkat, Stella memasuki perkantoran tempat dia bekerja. Tidak peduli seburuk apa paginya hari ini, dia tidak akan menunjukkannya disini karena dia selalu berusaha untuk selalu tampil sempurna. "Stella... Stella..." Panggilan dari belakangnya membuat Stella berhenti dan menoleh kepemilik suara itu. "Kinara, kenapa?" Tanya Stella saat dia tau ternyata teman dekatnya itulah yang memanggilnya. Mempercepat langkahnya agar sejajar dengan Stella, Kinara baru menanyakan maksudnya memanggil temannya itu. "Lo tidur dimana tadi malam?" Sebenarnya Stella terganggu setiap kali dia diingatkan dengan kejadian tadi malam. Malam dia mabuk dan melakukan kegilaan di atas kegilaan yang pernah dia lakukan selama ini. Tapi melihat wajah Kinara terlihat benar-benar khawatir ketika menanyakan itu, membuat Stella tersenyum. Dia tidak ingin Kinara merasa bersalah karena telah meninggalkannya sendiri kemarin malam. "Tidur di apartemen gue lah Ra. Emang mau dimana lagi?" Jawab Stella sambil berjalan melanjutkan langkahnya. Mengikuti Stella yang sudah berjalan, Kinara juga berjalan sambil melanjutkan apa yang ingin dikatakannya. "Lo yakin?" Tanyanya, "masalahnya lo nggak pamit sama Vita, makanya dia panik banget tadi malam. Dia sampai nyariin ke apartemen lo." Stella menggigit kulit bibirnya dari dalam. Bentuk hukuman karena dia sudah mengeluarkan kebohongan yang bodoh. Dia seakan lupa kalau Kinara sangat tau dan mengenal dia, jadi temannya itu pasti akan tau kalau dia sedang berbohong. "Lo boong ya? Baju yang lo pakai ini masih baju yang kemarin loh." See. Baru saja Stella mengatakannya dalam hati dan sekarang Kinara sudah menebaknya. "Ra..." TING. Ketika Stella akan menjawab dan meminta waktu Kinara nanti malam untuk menceritakan semuanya, suara lift menghentikannya. "Nanti malam gue nginap di rumah lo, gue cerita semuanya disitu nanti." Kata Stella tersenyum yang segera diangguki oleh Kinara. Satu hal yang Stella suka dari Kinara adalah, temannya itu tidak pernah memaksanya untuk bicara. Kinara bukan orang pemaksa dan selalu harus tau, dia akan selalu menunggu Stella kapanpun Stella siap dan mau cerita kepadanya. Pintu lift terbuka, Stella akan melangkah masuk ke dalam. Namun dia berhenti saat dilihatnya siapa yang sudah ada disana. Tubuhnya terasa kaku karena dia terlalu terkejut dengan keberadaan Evan di dalam lift itu, "Pagi pak," sapa Kinara sopan yang dibalas anggukan oleh Evan. Sedangkan Stella, dia masih terdiam di luar lift. Dia terlihat kebingungan apakah dia perlu masuk kesana atau tidak. Buatnya sekarang, lebih baik dia menggunakan tangga ke lantai 7 daripada harus satu tempat dengan boss-nya itu. Tapi kalau dia melakukan itu, Kinara akan curiga dan Evan mungkin akan mengskakmat-nya lagi seperti tadi pagi. Dan Stella tidak mau itu. "Selamat pagi pak," meski canggung Stella melakukan hal yang sama dengan Kinara. Bagaimanapun dia perlu menghormati Evan sebagai atasannya di kantor. Pria itu hanya diam menatapnya, dia tidak membalasnya seperti apa yang dilakukannya pada Kinara barusan. Tapi Stella tidak peduli, dia malah berterima kasih kalau boss-nya tersebut bisa bertingkah seperti biasanya. Bertingkah layaknya atasan dan bawahan yang mungkin tidak saling tau keberadaannya kalau bukan berkerja ditempat yang sama. "Stell, lo kok kayaknya makin aneh gitu deh kalau ada pak Evan." Begitu Stella dan Kinara keluar dari lift, Kinara menanyakan hal itu pada Stella yang masih sibuk menenangkan dirinya dalam hati. Kinara mungkin mengamatinya tadi ketika mereka masih di lift dan Stella mengerti itu. Kenyataannya sejak dia mengenal Evan pertama kali, Stella selalu memiliki pandangan lain untuk atasannya tersebut. Pemikirannya itu sedikit berbeda dengan kebanyakan wanita dikantornya. Jika kebanyakan wanita dikantornya berlomba-lomba untuk dekat dan ingin menjadikan Evan sebagai kekasih mereka, maka berbeda dengan Stella. Dia tidak pernah ingin Evan dekat dengannya karena entah kenapa Stella merasa pria itu mampu memberikan patah hati yang teramat sangat pada seorang wanita. Bagaimana tidak, Evan memiliki semua modal yang dapat digunakannya untuk menjadi seorang ‘pria b******k’. Tidak, Stella tidak membenci Evan karena pandangan personal-nya itu. Hanya saja dia selalu mengingatkan dirinya untuk menjaga jarak dengan atasan mereka yang hampir sempurna itu. Stella tidak mau kalau jarak yang dibangunnya selama ini rubuh dan membuatnya masuk pada pesona pria yang menjadi salah satu most wanted di Greenleaf tersebut. Stella tidak mau hancur hanya karena seorang pria. 'Tidak. Dia tidak sebodoh itu membiarkan seorang pria menghancurkannya.' >>>O

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.1K
bc

Marriage Agreement

read
590.5K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

LAUT DALAM 21+

read
289.1K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
601.5K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.2K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook