bc

Slave Become Lover

book_age18+
6.4K
FOLLOW
65.2K
READ
sex
age gap
drama
bxg
suger daddy
city
sassy
virgin
bondage
like
intro-logo
Blurb

WARNING ! CERITA BANYAK MENGANDUNG KONTEN DEWASA

Setelah kematian kedua orang tuanya, Emily Wilson harus melunasi hutang sebesar 100.000 Dollar, pada pemilik perusahaan Allan Anderson, Duda tampan dan kaya berumur 47 tahun. Perusahaan tempat ayah Emily bekerja.

Emily yang hanya sebagai mahasiswi tingkat akhir atas bantuan bea siswa dari pemerintah, selama ini bekerja part time sebagai waitres di sebuah coffe shop. Merasa takkan sanggup melunasi hutang, Emily menerima tawaran Allan Anderson untuk menjadi slave walau keperawanan Emily menjadi taruhannya.

Disaat bersamaan Emily bertemu dengan Ernest Anderson, anak Allan yang tertua dari istri pertama. Pria tampan yang pernah menolongnya di jalan.

Apakah Emily berhasil melunasi hutangnya setelah setahun menjadi b***k Allan? Atau bahaya lain mengancam jiwanya setelah jatuh cinta pada Ernest, anak Allan Anderson?

"Dia harus membayar hutang ayahnya padaku. Dan.. jadikan dia peliharaanku!"

( Allan Anderson )

“Bos kalian? Huh. Dia pasti sudah tua dan berpenampilan kuno. Aku yakin kau akan mempertemukanku pada seorang pria tua yang akan kupanggil ‘Grandpa’."

( Emily Wilson )

"Aku tak peduli, sekalipun ia 'peliharaan' ayahku, aku harus bisa menikahi Emily secepatnya. Karena aku juga mencintai dia."

( Ernest Anderson )

TAP LOVE DULU SEBELUM MEMBACA YA, FOLLOW AKU DAN BACA JUGA CERITA YANG LAINNYA.

chap-preview
Free preview
She is Emily Wilson
“Bisakah kau kecilkan volume musik itu, Jack?” pinta Emma dengan sebelah tangan memegang ponsel, mendengarkan nada sambung yang sejak tadi tidak berubah. Sudah ketiga kalinya ia menghubungi seseorang, tapi panggilannya tidak juga tersambung sejak tadi. Wanita berusia empat puluh lima tahun itu mengernyit kesal, melihat suaminya, Jack Wilson, bersenandung mengikuti irama musik dari tape player mobilnya sejak sepuluh menit yang lalu. Bukan musik hiphop yang Jack dengar, hanya lagu Vanessa Carlton yang berjudul A thousand miles, sebuah lagu yang didominan suara piano dan biola. “Jack?!” Sekali lagi Emma menegur Jack yang reflek menghentikan goyangan kepalanya, menghela napas lalu tangannya memutar tombol volume. “Terima kasih, Honey.” Emma tersenyum paksa dan menempelkan kembali ponsel itu di telinga. “Come on, Emily.” Emma bergumam memanggil nama anak gadis satu-satunya. Ia kembali menggerutu mendengar nada panggilannya masih tidak tersambung, sama seperti panggilan sebelumnya. Jack mengemudikan mobilnya pelan. Seperti berita yang baru saja ia dengar bahwa malam ini akan datang badai salju, tepat di daerah tempat mereka berada sekarang. Mengunjungi Bob dan Nancy adalah rutinitas mereka setiap tahun, melakukan perjalanan jauh menuju Arizona bukan hal sulit untuk Jack yang sehari-harinya bekerja sebagai sopir mobil pengantar sayuran dan buah-buahan dari satu supermarket menuju supermarket lain di Kota Washington. Selama lima belas tahun Jack Wilson bekerja di perusahaan besar pemasok buah dan sayur AA Company yang mempunyai puluhan kantor cabang di Amerika, bukan berarti hidup mereka mewah. Menerima gaji empat ribu dollar setiap bulan dan tinggal di Kota Washington, termasuk golongan warga yang hidup pas-pasan. Membesarkan seorang anak perempuan yang tidak lama lagi lulus kuliah dan seorang istri cantik yang berprofesi sebagai guru TK, gaji Jack hanya cukup untuk menghidupi mereka, itu pun sebagian gaji Emma membantunya untuk makan sehari-hari. Harapan Jack adalah Emily, gadis berusia 23 tahun (tepat lima bulan mendatang), yang akan segera lulus dan melamar pada perusahaan tempat ia melakukan magang, perusahaan besar Strong Electronic LTD. Perusahaan yang bergerak di bidang perabot elektronik, anak perusahaan Strong Electronic Corp. Jack tidak mengetahui alasan perusahaan itu merekomendasikan Emily bekerja sebagai Asisten Sekretaris. Jika ada yang mengatakan Emily cantik, Jack pasti mengangkat kerah kemejanya ke atas, sudah pasti ia bangga. Emily Wilson memiliki mata indah berwarna coklat yang ia dapatkan dari neneknya, Janeta Wilson, wanita yang berasal dari kedua orang tuanya yang berkebangsaan Spanyol. Namun, sayangnya Jack mendapatkan warna kelabu dari ayahnya yang asli Amerika. Selain memiliki bola mata berwarna coklat, rambut Emily panjang sepunggung dan selalu tergerai indah. Dengan tinggi tubuh, lima kaki tujuh inci atau 175 cm dan berat 50 kilogram, memang ideal untuk dijadikan sebagai model. Tawaran yang kebanyakkan perwakilan Agency yang selama ini lakukan untuk membujuk Emily. Walaupun Emily memenuhi syarat sebagai model, ia tidak tertarik. Bekerja part time setelah pulang kuliah menjadi waitress di sebuah kafe milik salah satu orang tua kawan satu kampusnya, adalah pekerjaan yang tidak mengharuskan dirinya mengumbar keseksian tubuh seperti yang dilakukan wanita Amerika lainnya, melainkan kesigapan melayani pengunjung yang dibutuhkan di sana. Emily memang tidak menyukai pakaian yang terlalu terbuka. Baginya, memakai tanktop yang dilapisi cardigan dan celana jeans sudah merasa seksi. Begitu juga dengan one piece swimsuit yang ia pakai saat berada di pantai atau kolam renang. Naif ? Tidak juga. Hanya saja ia tidak terlalu menyukai mengenakan baju yang memamerkan lekuk tubuhnya kecuali tidak ada alasan untuk menolaknya. Itulah sekelumit tentang Emily yang Jack ketahui sebagai Ayah. Ia sangat menyayangi anak isterinya dan akan melakukan apapun walau harus meminjam uang pada perusahaannya bekerja. Ya. Jack baru teringat jika dirinya masih mempunyai hutang dan tidak ada tempat untuk mengadu selain kepada Emma, isterinya yang sejak tadi mengeluh dengan panggilannya yang tidak terjawab. “Honey?” Jack melirik Emma. Kali ini bukan nama Emily yang keluar dari mulut Emma tetapi Marge, anak tetangga mereka yang sebaya dengan Emily. Emma menaruh telunjuk di tengah bibir. “Sst ....“ Meminta Jack untuk diam. “Aku sedang menanyakan Emily kepada Marge,” jelasnya yang kembali melanjutkan pembicaraan denga Marge. Jack menggeleng. Ia terkejut angin bertiup kencang, titik pandangnya menjadi berkurang. Ternyata badai datang sesuai berita yang ia dengar beberapa jam yang lalu, bahkan gerak angin melebihi apa yang diberitakan oleh Samuel Lycon, pembawa berita cuaca. Jack melambatkan laju kendaraannya, menyalakan lampu depan, bahkan jika ada kendaraan di belakangnya ia tidak segan menghidupkan lampu sein waspada, memberitahu jika dirinya tidak bisa melaju cepat, hanya pada kecepatan 40/km. “Dia sedang tidak ada di rumah,” kata Emma, menutup panggilannya lalu bersandar melihat pandangan di depannya tidak jelas. Emma mengusap kaca mobil bagiannya dengan tisu lalu melirik Jack yang serius membawa mobil. “Sebaiknya kita berhenti dulu, Jack,” pintanya cemas, melihat beberapa mobil yang lewat di sisi berlawanan arah dengan mereka, membuat desir darah Emma tidak karuan. Jack meliriknya sebentar. “Maaf, Honey. Aku tidak bisa.” Ia menolak dan terus mengemudikan mobil walau pelan. “Aku tidak mau mereka menunggu lama kedatangan kita. Ibumu sudah memasakkan masakan kesukaanku. Aku merindukan steak bison yang hanya bisa kunikmati setahun sekali. Mereka pasti sudah menyiapkan semua.” Jack membuat alasan. Steak buatan Nancy yang selalu ada di dalam ingatan Jack. Daging bison yang lembut dan renyah saat mengunyah, bumbu yang meresap dan harumnya yang menggoda berhasil membuat Jack menelan air liurnya sekarang. “Jack, please.” Emma memohon, melihat mobil dari arah berlawan mulai terlihat dan melambatkan laju mereka. “Aku janji akan belajar memasak steak itu asalkan kau menghentikan mobilmu,” bujuknya lagi. Jack menoleh sebentar. “Honey, aku punya kejutan untukmu yang aku taruh di dalam lemari pakaian.” Lalu tersenyum lebar. Dahi Emma berkerut. “Kejutan? Kenapa kau memberitahuku sekarang? Ini bukan hari perayaan pernikahan kita yang ke 24 bukan?” tebak Emma. Ulang tahunnya sudah berlalu dua bulan yang lalu dan Jack saat itu memberikan kado berupa tas branded KW satu. Tas yang akhirnya tidak ia pakai karena modelnya yang sama dengan wali murid yang memiliki tas dengan motif yang sama, hanya saja wanita itu memiliki versi orisinilnya, lengkap dengan sertifikat dari Perancis. Kali ini Jack mengatakan akan memberi kejutan, tentu saja Emma penasaran dan tidak sabar untuk mengetahui kejutan itu walau tidak berharap banyak mengingat Jack selalu membuatnya terlihat konyol. “Dalam rangka apa kau memberiku kejutan, Jack?” Pandangan Emma masih tertuju ke depan. Jack tersenyum. “Karena aku---“ Emma spontan menutup wajahnya setelah menangkap seberkas cahaya dari sebuah mobil truk dari arah berlawanan. “Jack, awas!!!” teriaknya yang membuat Jack spontan membanting stir ke kiri. ❤❤❤ Dua bulan kemudian, Washington.D.C ‘Prang’ Emily membungkuk dan membersihkan pecahan gelas itu lalu menaruhnya di sebuah wadah. “Ini kedua kalinya hari ini kau memecahkan gelas, Emily.” Helen berkacak pinggang sambil menggeleng melihat anak buahnya, Emily Wilson, memunguti pecahan gelas itu dengan hati-hati tapi tetap saja gadis itu melukai dirinya untuk kedua kali di hari yang sama. Emily menghela napas pasrah. "Kau bisa memotong gajiku bulan ini, Helen," sahutnya lalu berdiri dan membawa pecahan gelas itu menuju ruang belakang. Helen menggeleng. "Apa yang harus kupotong lagi, Emi. Bisa-bisa kau tidak bisa membayar kuliahmu," gumamnya, berjalan menuju meja Barista. "Kau kenapa? Apa yang kau pikirkan, Emi?" tanya Tom, salah satu pria yang menjadi kawan dekat Emily semenjak duduk di Junior High School. Ia juga yang membantu memasukkan Emily bekerja di Kafe milik ayah Chloe, sahabat kecil Tom. Kawan yang masih satu kampus dengan Emily. Tom tampan, ia berambut gondrong dan selalu menguncirnya rapi. Walaupun ia menindik salah satu telinganya, ia bukan gay. Tom menyukai Emily, tetapi di saat bersamaan Emily menolaknya karena sudah menyukai seorang pria yang sampai saat ini masih misterius. Emily tidak pernah menceritakan pria itu, tapi Tom berkeyakinan jika itu hanya alasan Emily yang tidak ingin kehilangan dirinya sebagai sahabat. Hubungan yang sudah mereka jalin sampai sekarang. Emily membersihkan luka di bawah aliran air kitchen sink, air matanya mengembang dan yakin Tom pun tahu apa yang sedang ia pikirkan sekarang. Tom mendekati Emily, memeluknya lalu menepuk pelan punggungnya sambil berkata, "Kau pasti bisa, Emi. Kau tidak sendiri, masih ada aku dan Jessie yang siap membantumu." Selalu ucapan itu yang Tom katakan kepada Emily, menguatkan dirinya walau selama dua bulan ini menjadi anak yatim piatu setelah ditinggalkan kedua orang tuanya yang tewas karena kecelakaan dalam perjalanan menuju rumah neneknya di Arizona. Tom selalu berniat membantu Emily, ia selalu berniat memberi gajinya yang ia dapatkan sebagai waiter kepada Emily tapi wanita cantik itu selalu menolak dengan alasan masih memiliki simpanan di bank untuk menyambung hidup ataupun menambah biaya kuliahnya. Yang Tom bisa sekarang hanya menguatkan hati Emily, seperti yang ia lakukan sekarang. ❤❤❤ Suara ketukan dua kali terdengar dari balik pintu tebal. "Masuklah, Perrie," sahut seorang pria yang duduk bersandar di kursi besar berwarna coklat tua. Di tangannya yang kokoh memegang gelas berisi red wine yang baru ia dapatkan dari klien yang habis melakukan perjalanan bisnis dari Spanyol. Red wine yang sudah berusia sepuluh tahun itu terasa nikmat di lidah walau sayangnya ia menyesapnya seorang diri. Pria kurus berkacamata dan rambut hitam yang disisir ke belakang menggunakan wax itu, masuk ke dalam ruangan sambil memegang beberapa lembar kertas di tangan. Ia melangkah mendekati pria tampan tadi. "Ini data mengenai Jack Wilson, Sir, karyawan dari anak cabang Washington DC yang tewas karena kecelakaan." Memberi beberapa lembar kertas pada pria yang ia hormati sebagai atasannya, pri tampan yang berusia 47 tahun, tetapi masih terlihat kuat dan gagah. Meskipun usia pria itu hampir memasuki kepala lima, orang lain akan menyangka usianya 35 tahun atau dua belas tahun dari usia yang sebenarnya. Orang-orang memanggilnya Allan Anderson, CEO sekaligus owner AA Company, perusahaan pemasok sayuran dan buah di setiap supermarket yang ada di Amerika. Allan membaca berkas itu satu persatu sambil mengusap bulu halus rahangnya yang tegas. "Emily Wilson? Hmm ... gadis yang cantik." Senyumnya mengembang lalu menatap serius Perrie, pria yang menjadi asisten pribadinya dan kini siap menanti komando. "Jemput dia besok pagi," titah Allan tegas. "Dia harus membayar hutang ayahnya padaku. Dan ... jadikan dia slaveku!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

When The Bastard CEO Falls in Love

read
369.9K
bc

BILLION BUCKS [INDONESIA]

read
2.1M
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Sweet Sinner 21+

read
879.7K
bc

HOT NIGHT

read
605.3K
bc

Marrying Mr. TSUNDERE

read
380.2K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook