bc

Wrong Destination

book_age18+
1.0K
FOLLOW
9.5K
READ
love-triangle
reincarnation/transmigration
second chance
goodgirl
comedy
sweet
bxg
mystery
city
office lady
like
intro-logo
Blurb

Udah Tap Love, belum?

Wrong Destination (Salah Tujuan)

Disaat aku patah hati karena seorang pria yang tidak mengakuiku dan lebih memilih wanita yang dipilih orang tuanya, disaat itu pula aku bertemu seorang pria lain yang tampan, penuh kharisma dan pesona diri yang sangat berbeda. Bagaimana bisa aku menolaknya kelak bila dia terus merayuku?

Ah, ini kan hanya hidup sementaraku. Mungkin Tuhan ingin aku segera melupakan masa laluku dengan menghadirkan Dia sebagai penggantinya.

--------

Cover : Lanamedia

dipublikasi hanya di Innovel/Dreame. Jika menemukan ini di aplikasi lain maka sudah bisa dipastikan telah disebarluaskan secara Ilegal.

chap-preview
Free preview
Bab 1 - Awal Mula Terjadi Keanehan
Di penghujung tahun 2020. Ditemani musik klasik yang romantis, seorang wanita tengah duduk di depan meja riasnya. Hatinya yang sedang berbahagia terpancar dari raut wajahnya. Senyum meninggi, bingkai mata menyipit dan pipinya juga merona. Tidak ada yang bisa menurunkan senyuman itu hari ini sebab, dia akan bertemu dengan sang pujaan hati dengan rencana masa depan. "Cantik sekali, mau ke mana?" tanya seorang pria yang merebahkan tubuh di tempat tidurnya sejak datang 5 menit yang lalu ke rumah sahabatnya. "Aku mau menemui Damian," jawabnya dengan senyuman. Bibir indahnya sudah dipoles dengan perona bibir yang mengkilap berwarna coklat muda kemerahan. Sahabatnya menurunkan bibir seolah tidak senang. "Apa kau serius dengannya?" "Ayo lah, Earl! Kenapa kau tidak mendukungku untuk menjemput masa depan yang sudah kuidam-idamkan?" tanya wanita bernama Ayana itu. "Eh, Ayana Parker, aku adalah sahabatmu, aku selalu mendukung semua yang kau lakukan termasuk mendoakan masa depanmu bahagia. "Ayana bangkit dari duduknya lalu menghampiri Earl dan memeluknya. "Kau memang sahabat terbaikku." Earl merangkul Ayana, menepuk pelan lengan wanita itu dan tersenyum singkat. Batinnya tidak seirama dengan ucapannya. Jauh di dalam hati pria ini, harapan terbesarnya adalah agar Ayana putus dari kekasihnya sebab dirinya sangat mencintai wanita cantik berparas ayu yang punya lekukan indah di setiap sentimeter wajahnya. Alis matanya tebal, rambut matanya lentik, bingkainya indah dengan bola mata beriris abu muda. Hidungnya mancung dan bibirnya juga menggoda. Senyumnya membuat Earl susah bernafas, suaranya membuat pria tersebut tertarik bagaikan magnet untuk selalu dekat dengannya, lirikan matanya menusuk relung hati terdalam dan mematri namanya di sana. Earl selalu tidak pernah berani mengatakan isi hatinya sampai Ayana berhubungan dengan pria yang saat ini menjadi kekasihnya. Ayana bangkit dari samping Earl kemudian berdiri, merapikan bajunya dan rambut lurusnya yang sedikit berantakan. Wanita itu menarik Earl dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke lokasi tempat melihat kembang api terindah malam ini. Tepat di dekat tower paling terkenal di Paris, Chams de Mars, merupakan tempat yang akan memukau banyak orang. "Kau tidak pergi melihat kembang api malam ini?" tanya Ayana dalam perjalanan. "Haha, kalau kau mau, aku bisa menemanimu." "Astaga, Earl! Kau masih belum punya pacar?" tanya Ayana tertawa ringan. "Mencari pasangan itu tak semudah membeli pizza, Ayana!" "Haha, oke, aku salah! Kuharap kau menemukan wanita yang kau cintai." Earl tersenyum, sejujurnya sudah, tetapi dia tak menyadari dan selalu mencari pria lain. Alasan Ayana terus berharap pada kekasihnya saat ini adalah masalah kenyamanan. Nyaman hati dan finansial. Wanita yang berulang kali gagal menjalani pekerjaannya ingin sekali menikah dan menjadi seorang istri agar tidak lagi repot mencari pekerjaan serta berpindah kontrakan untuk menemukan biaya bulanan terendah. Beruntung dia bertemu dengan kekasihnya yang sangat kaya raya. Mereka telah pacaran selama 6 tahun, Ayana berharap Damian bisa melamarnya malam ini atau sebaliknya dia yang akan mendesak pria itu untuk menikahinya. "Aku akan menemuimu besok!" Dia melambaikan tangan. "Hubungi aku bila kau butuh jemputan." Ayana tertawa, "Haha, aku bisa pulang dengan Damian." "Baiklah, jaga dirimu!" Ayana tersenyum, melambai pada Earl kemudian pergi. Malam belum terlalu larut. Wanita itu datang tiga jam sebelum lonceng pergantian tahun. Ayana gabung bersama pesta orang lain sembari menanti kedatangan Damian. Dia disambut ramah dan dipersilakan duduk lalu minum bersama. "Haha, tidak perlu. Aku hanya ingin bergabung untuk duduk saja." Ayana merasa segan. Mereka malah memberikan sebotol minuman padanya. "Ayo lah, hanya satu saja. Kau bisa ikut bersama kami, jamin tidak akan membuatmu terbang." "Haha, baiklah!" Ayana menerimanya lalu meneguk bir beralkohol tinggi itu dengan cepat. Aaahhh! Rasa lega di kerongkongan terdengar sampai ke luar. Ayana sontak merasa malu karena semuanya menatap ke arah wanita itu. "Wah, kau hebat! Aku saja tidak berani meneguk sampai habis dalam waktu cepat," canda seseorang yang melihatnya. "Hehe, maaf! Aku sudah lama tidak minum." Pipi Ayana memerah, efek alkoholnya datang lebih cepat. Mereka pun saling berbincang hingga 1 jam kemudian. Tidak ada kabar dari Damian. Ayana melihat layar ponselnya terus, tapi tak menemukan titik terang. "Aku permisi ke kamar mandi," kata Ayana beranjak menjauhi kelompok yang sedang bersuka ria tersebut. "Ya, hati-hati!" "Oke!" Dalam keadaan sempoyongan dia mengeluarkan niatnya lalu berdiri di depan cermin setelah selesai. Ayana mencuci tangan lalu meneteskan air ke matanya agar lebih segar. Dres merah marun yang pas di tubuh itu membuatnya sangat cantik. Ayana mengelus tubuhnya sendiri. "Damian, kau di mana?" tanyanya sendiri lalu mengeluarkan ponsel, berniat untuk menghubunginya. Namun, belum pun pesan singkat itu terkirim, dia langsung mendapat pesan dari kekasihnya yang telah ditunggu-tunggu. [Ayana, maaf aku tidak bisa datang malam ini ke tempat yang kau inginkan karena hari ini aku akan bertunangan dengan wanita pilihan mamaku. Aku tahu ini menyakitkan untukmu, tetapi belajarlah melupakan aku. -Damian] Deg. Jantung Ayana rasanya mau berhenti, mata sayunya berubah menjadi nanar dan memastikan bahwa isi pesan itu sesuai dengan yang dibacanya tadi. Ayana keluar dari kamar mandi, berulang kali dia membacanya dan hasilnya tetap sama! Damian memutuskannya tepat pada momen malam tahun baru. Wanita itu spontan menangis dan bersandar di dinding. Orang-orang melihat ke arahnya, tetapi Ayana tidak peduli. Ayana berjalan dengan tubuh gemetaran, isak tangisnya makin dahsyat. Ayana harus mencari tempat untuk meluapkan rasa sedihnya. Ayana berlari dan terus berlari dengan derai air mata, melalui kerumunan orang yang mencari lokasi terbaik untuk melihat kembang api. Bagi mereka, malam ini adalah malam bahagia, baginya justru petaka yang meretakkan jiwa. Kenapa harus aku yang mengalami kehancuran ini? Kenapa semua pria tidak menerimaku dengan tulus? Di saat aku sudah mencintai setulus hati, mengapa Damian memilih wanita pilihan ibunya? Apa kurangku? Hiks, Aku hanya tidak punya harta, hidup sebatang kara dengan motivasi ingin tetap bernafas keesokan harinya dengan berbagai cara. Ayana menyusuri lorong-lorong rumah orang agar sampai di tempat paling sepi yaitu, di tepi sungai Seine. Luapan kekesalan Ayana tidak ada yang mendengarnya sebab orang-orang sibuk menyambut tahun baru. "Haks-haks, Damian!" jeritnya dengan nada yang sangat sedih. Tangannya memukul-mukul tubuhnya sendiri, sakit rasanya bagaikan ditusuk sembilu menghujam hati terdalam. Hubungan mereka sangat romantis, tidak pernah bertengkar dan selalu terlihat baik-baik saja sampai akhirnya mama Damian mengatakan bahwa dia tak pantas untuk anaknya sebab bukanlah dari kalangan bangsawan. Damian membela Ayana saat itu, meyakinkan hatinya bahwa pria yang dipilihnya sudah tepat. Ayana pun meneruskan hubungan itu hingga sekarang. Namun, entah apa yang telah mengubah pendirian Damian sampai hati dia melepas semuanya? Ayana menatap dunia tak lagi berwarna, hanya hitam dan putih yang terbias dari retinanya yang mencoba mengembalikan impuls dari otaknya. Earl menghubunginya. Ayana menjawab dengan nada datar. "Bagaimana, apa dia datang?" tanya Earl. "Bagaimana kau tahu kalau dia tidak datang?" tanya Ayana menerjemahkan inti pertanyaan yang bermakna sebaliknya. "Ayana, aku minta maaf - tetaplah di sana aku akan menjemputmu." Panggilan diputus oleh wanita itu lalu dia menjatuhkan ponselnya, melepas sandal tinggi dan ikat rambutnya. Helaian itu bergoyang mengikuti arah angin ke kiri. Ayana berjalan mendekati pembatas lalu naik, berdiri dengan penuh kekecewaan. Menganggap semua orang telah bermain di belakangnya. "Bila aku punya kesempatan untuk hidup lagi, aku ingin berada di kehidupan yang membuatku bahagia." Ayana menjatuhkan dirinya tanpa beban. Byur! Air menampungnya dengan sukarela, mereka bahkan senang karena wanita itu menemaninya dalam pergantian tahun. Cuuut. Duar! Cuut, Duar duar! Seiring meledaknya kembang api di malam menuju pagi, di sana pula Ayana memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Ayana membiarkan dirinya terbawa arus, bebatuan menghempas kepalanya dan membuat keseimbangannya berkurang. Mata Ayana masih terbuka, menyaksikan kembang api dari dalam air. Perlahan air mulai masuk ke alat pernafasan wanita itu, mendesak masuk ke bronkus serta bronkiolus. Ayana tersedak dan kesulitan mengambil udara sebab hemoglobin dalam pembuluh darahnya tak lagi mengikat oksigen melainkan hidrogen yang telah menguasai paru-parunya. Detik-detik hidupnya akan selesai, Ayana melihat sebuah cahaya terang dari sisi kanannya. Cahaya itu seperti percikan api yang tidak tahu sumbernya dari mana? Ayana menoleh beberapa detik lalu matanya terpejam, dalam keadaan paling akhir dia merasa tubuhnya tertarik menuju cahaya terang itu. * Sore hari di akhir tahun 2016. Tubuh polos seorang wanita cantik berambut ikal tengah menjadi sandaran pria yang berstatus sebagai suaminya. Senja indah sore ini semakin menawan dengan kemolekan tubuh istri yang begitu dicintainya. "Istirahatlah, Sayang! Aku mencintaimu," bisik pria itu lalu menyelimuti tubuhnya dan mendaratkan bibirnya ke kening. Senyuman terbiasa dari raut wajah pria itu sembari jalan ke kamar mandi. Namun, wajah istrinya meringis sedih dengan buliran air mata yang menetes ke pipi. Dengan cepat dia menyekanya, tak ingin dilihat oleh suaminya kalau dia tidak pernah bahagia kala tubuhnya dijamah. Hanya ada rasa terpaksa bagaikan digari dengan besi. Hati dan hidupnya dipaksa tinggal bersama Calvin Smith, pria kaya raya yang begitu mencintainya. Pernikahan mereka memang berawal dari perjodohan, tetapi Jovanka Lovata, tak pernah mencintai suaminya walau sedikit pun. Jovanka memiliki seorang kekasih sebelum dirinya menikah. Begitu tahu kalau Jovanka akan dijodohkan, Nuke langsung memutuskannya dan pergi tanpa jejak. Setiap hari bagaikan hidup seperti mayat, tak punya gairah dan kekuatan untuk memiliki tujuan. Dalam setiap kesempatan, rasanya dia ingin membunuh suaminya dan melarikan diri dari rumah yang penuh dengan aturan ini. Mama, nenek dan bibinya Calvin sangat otoriter. Semua yang dilakukannya serba dilarang. Mereka meminta Jovanka untuk istirahat dan fokus menghasilkan keturunan. Hanya papanya saja yang baik dan menyapanya hangat. Namun, setiap Calvin menyentuhnya hanya ada rasa risi yang terus tertimbun hingga saat ini. Sudah 4 tahun Jovanka menikah, tetapi obat kontrasepsi yang bertujuan untuk menghambat kehamilan tak pernah absen dia minum. Jovanka tidak rela rahimnya dijadikan tempat berkembang anak dari suami yang tidak dicintainya. Beberapa menit kemudian Calvin keluar dari kamar mandi lalu memakai pakaian rapi. Jovanka menatapnya datar, Calvin sudah menyadari bahwa istrinya tidak mencintai dirinya, tapi pria itu bersabar. Calvin yakin bahwa akan ada masa di mana cinta tumbuh dan menyambut perasaan tulusnya. Pria itu duduk di sampingnya, mengelus rambut dan pipinya. "Nanti supirku akan menjemputmu tepat pukul 7 malam, pakailah gaun yang ada di dalam kotak putih itu. Aku menunggumu di suatu tempat," ujarnya dengan lembut lalu menarik bibirnya sejenak sebelum pergi. Jovanka melihat kotak putih yang dimaksud. Sungguh tidak pernah dia merasa bahagia ketika suaminya memberikan sesuatu. Hatinya benar-benar mengeras seperti batu. Wanita itu beranjak dari tempat tidur lalu membersihkan tubuhnya. Satu jam setelahnya, ada pelayan masuk membawakan teh dan makan malam untuknya. Seperti perintah Calvin, Jovanka akan makan di kamarnya karena malam ini semua keluarga pergi ke luar kota maka wanita itu sendirian ditemani pelayan yang berjaga di depan pintu. Alasan Calvin tidak membawanya sekalian adalah niatnya memberi kejutan untuk sang istri dengan membelikan dirinya rumah baru yang sangat indah. Di pelataran halamannya yang luas terdapat kebun bunga dan anggur. Harapan Calvin dengan memberinya tempat tinggal baru, dia pun bisa merasa bebas dari keluarganya yang otoriter itu. Calvin ingin dicintai oleh istrinya suatu saat nanti. Semoga kejutan malam ini bisa mengetuk pintu hati Jovanka. Jovanka merasa muak pada semua kepura-puraan ini. Dia tidak bisa melawan sebab mamanya mengancam untuk tinggal bersama suaminya. Sekali kaki melangkah pergi karena menikah maka pantang kembali sendirian tanpa suami. Lebih baik kembali dalam keadaan tak bernyawa, dari pada kembali sendirian dengan sejuta alasan. Keluarganya menganggap aib terbesar orang tua adalah saat mengetahui anaknya berpisah dengan pasangannya. Oleh karena itu semua gundah dan masalah dalam hati Jovanka dipendamnya sendiri. Menggunakan gaun yang dibelikan Calvin, Jovana membuka jendela lalu keluar dari sana. Merasakan angin sejuk menerpa wajahnya. Maafkan aku, Ma! Aku akan menjalani perintahmu. Jujur aku ingin kembali ke rumah Mama dengan status janda dan pisah dari Calvin, tetapi aturan tetap lah aturan. Aku memutuskan untuk mencari jalan lain agar aku bisa lepas darinya. Terima kasih Calvin karena kau telah mencintaiku, tapi maaf, cintaku hanya untuk Nuke seorang. Tanpa menggunakan sendal, Jovanka berjalan ke arah danau yang letaknya di belakang rumah mereka berjarak 20 meter. Ketukan pintu terdengar dari luar kamar. "Nyonya, sudah selesai berpakaian?" tanya pelayan pribadi Jovanka. Tidak ada jawaban dari dalam. Wanita itu langsung masuk dan melihat Jovanka. Dia panik karena tidak melihat siapapun di kamarnya termasuk kamar mandi. Jendela terbuka, sendalnya ditinggal, wanita itu menjerit untuk segera mencari Jovanka ke semua tempat. Tubuh Jovanka sudah masuk ke dalam air, dia tidak takut sama sekali menghadapi kematian yang direncanakannya. Lama kelamaan, tingginya air menutupi leher, dagu dan hidungnya. Jovanka terus berjalan. Dia tahu bahwa danau ini sangatlah dalam, cocok baginya melepas hidup yang menyiksa batin. Bruk! Bloop. Bloop. Sesuatu masuk ke dalam air, seperti batu berwarna biru muda yang terus memancarkan cahaya. Bahkan Jovanka bisa melihatnya dari jarak 10 meter. Rasa terkejutnya membuat air mendesak masuk lebih cepat, gelombang air dari dalam membuat ombak di permukaan, tetapi Jovanka tak mampu lagi naik sebab tubuhnya melemah. Cahaya itu semakin membesar, menghentikan waktu di luar danau. Semua orang berhenti seperti patung dan hanya Jovanka saja yang bergerak dalam air. "Mmh!" jeritnya terkejut karena tubuhnya tertarik menuju cahaya itu. Jovanka menembus cahaya biru yang isinya bukanlah air, melainkan udara! Wanita itu seperti terbang di angkasa, ruangan tersebut membuatnya melayang sementara. Dari kejauhan, dia melihat seseorang juga sama sepertinya, melayang dan kebingungan. Hingga akhirnya mereka terbawa arus angin di dua saluran berbeda, dua wanita itu berpapasan dan saling memandang. Tidak bisa berbicara, bagaikan ada penghalang pada pita suaranya sampai tak mampu bergetar. Lalu waktu berputar sangat cepat dan mereka menuju ke arah sebaliknya. Jiwa dua wanita itu tertukar! Jovanka masuk ke dalam tubuh Ayana dan begitu juga Ayana merasuki tubuh Jovanka. Zzrrttt! Mata mereka berdua yang sempat mau terpejam selamanya mendadak terbuka. Hanya saja mereka bertahan sadar dalam waktu 5 detik saja, setelah itu Ayana dan Jovanka tak sadarkan diri. Jovanka terdampar di tepi sungai, tempat Ayana menceburkan diri. Malam semakin kelam, dinginnya angin membawa aroma hujan. Asap yang mengepul di langit kota Paris setelah malam tahun baru, membuat legamnya malam menjadi merah. Seseorang menemukan Jovanka, pria itu segera mencari bantuan dan meminta kesaksian orang lain atas penemuan mayat. "Tolong!" "Tolong!" jeritnya berulang kali. Tidak berapa lama kemudian banyak orang berdatangan dan mengecek nadi dari wanita itu. Kebetulan ada seorang dokter yang ikut melihat kejadian. Jarinya menyentuh leher dan pergelangan tangannya. Pria itu menggeleng lemah, "Dia sudah tidak ada," ucapnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.6K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
120.7K
bc

Romantic Ghost

read
161.9K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.8K
bc

Time Travel Wedding

read
5.1K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
1.9K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook