Pengenalan
Dengan tergesa-gesa, Clara menuruni tangga. Hampir saja dirinya terjatuh, jika tidak ada tangan yang merengkuh pinggangnya dari belakang.
“Kalo jalan pake mata!”
Clara langsung melepaskan tangan yang merengkuh pinggangnya, “Minggir ah!” dia kembali melanjutkan langkahnya ke ruang makan.
“Apa ini pagi-pagi Bunda udah dengar keributan,” ucap bunda Farah seraya menata makanan yang dibawakan bi Ijah dari dapur.
“Hampir jatuh tadi dia Bun di tangga,” adu Jeo yang langsung mendapatkan pelototan dari Clara, Jeo hanya membalas menjulurkan lidahnya meledek.
Jeonardo Ghazanvar Abraham, anak kedua dari pasangan Farah dan juga Dika. Farah merupakan anak terakhir dari keluarga besar Wiratama. Jangan merasa heran ketika nama kedua anaknya berbeda dengan yang lain. Sebab nama anak-anaknya mengikuti suaminya.
Jeo paling suka meledek Clara, tapi di samping itu dia sangat menyayangi adik sepupunya itu.
“Ya lagian aku ngga dibangunin Bun sama Bang Jeo,” Clara tak mau kalah ketika sepupunya itu meledek dirinya.
“Pagi semua.”
Pertengkaran berhenti sejenak ketika seorang pria yang berumur di atas Clara dan Jeo memasuki ruang makan, “Kok pada diem?” tanya Jiyad aneh menatap adik-adiknya.
Jiyad menoleh ke bundanya, “Kenapa Bun?” tanyanya yang tak paham situasi.
“Biasa Bang.”
Jiyad hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tak ayal, Clara dan Jeo memang kerap kali bertengkar hanya karena hal kecil. Padahal umur keduanya sudah lebih dari kepala dua.
“Dek Clara berangkat sama siapa? Sama aku atau sama Jeo?”
“Sama Abang aja,” jawab Clara setelah menyuapkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
“Sama gue aja sih cil.”
Mendengar panggilan yang amat tidak disukainya, Clara melayangkan tatapan tajamnya ke Jeo yang mana duduk tepat di hadapannya, “Coba panggil sekali lagi?!” tantang Clara.
“Bo to the cil, bocil.”
“Hush, udah ah. Ngga baik, di depan rezeki bertengkar. Memangnya Bang Jiyad ndak kejauhan kalau mau anter Dek Clara dulu?” tanya bunda Farah yang tahu letak kampus anak sulungnya dengan keponakannya lumayan jauh.
“Ya kalau adeknya mau, Abang ngga keberatan sama sekali Bun.”
Jiyad Mahardika Abraham, putra sulung Farah dan juga Dika. Pria yang sangat menyayangi Clara selayaknya adik kandung. Jiyad ingin memiliki adik perempuan, tapi apa daya Tuhan memberikannya Jeo. Tapi dia tetap menyayangi adiknya itu, sangat menyayangi.
“Clara sama aku aja Bang,” ucap Jeo yang sudah menyelesaikan sarapannya.
“Anterin sampai fakultasnya ya Je?”
Jeo mengangguk setelah menenggak air putih segelas penuh, “Iya gampang itu.”
Jiyad mengelus kepala Clara, “Sama Bang Jeo dulu ya berangkatnya? Nanti pulangnya baru Abang jemput.”
Sebenarnya Clara juga tidak tega, jika Jiyad mengantarkannya ke kampus. Seperti apa yang bunda Farah katakan tadi, jarak kampusnya dengan kampus Jiyad memang lumayan jauh.
“Yuk,” Jeo sudah turun dari kamarnya dengan tas yang sudah bertengger dibahunya.
Berhubung tasnya sudah dia turunkan dari kamar, jadi Clara hanya tinggal pamitan saja.
Farah turut mengantarkan anak-anaknya ke halaman rumah. Clara dan Jeo memang satu universitas, tapi berbeda fakultas.
“Bang Jiyad ngga ngampus Bun?” tanya Clara, dia kira abangnya yang satu itu juga ikut berangkat pagi ini.
Farah menggelengkan kepalanya, “Bang Jiyad nanti jam delapan baru berangkat.”
Clara mengangguk, setelah selesai mengenakan sepatunya dia bangun dan menyalimi Farah.
“Ara berangkat dulu ya Bun,” ucapnya setelah menyalimi punggung tangan bunda Farah.
“Hati-hati ya.”
Jeo pun melakukan hal yang sama seperti Clara, “Adek berangkat dulu Bun,” jika Clara hanya salim saja, tapi tidak dengan Jeo yang meminta di cium pipinya.
Clara yang sudah tahu kelakukan abang sepupunya yang satu itu, hanya bisa menahan tawanya saja. Sudah hal biasa memang, tapi tetap saja lucu di matanya.
“Ketawa aja kalo mau ketawa! Ngga usah ditahan!”
Melihat tingkah keduanya, Farah hanya bisa geleng-geleng kepala. Jarang sekali mereka akur, akur di saat mereka saling membutuhkan saja.
Selesai memanaskan mobilnya, Jeo mulai menjalankan mobilnya. Tak lupa, dia membunyikan klakson sebelum mobilnya benar-benar keluar dari halaman rumah.
“Papah Dika kapan balik Je?” tanya Clara.
Jeo mengangkat kedua bahunya, “Entah. Katanya sih lusa, tapi ngga tahu deh bener apa ngga,” jawab Jeo tanpa mengalihkan tatapannya dari jalanan di depannya.
Merasa tasnya bergetar, Clara bergegas membuka tasnya untuk mengambil benda yang menimbulkan getaran tersebut.
“Bang Yo telfon Je,” ucap Clara sebelum mengangkat panggilannya.
Ketika tombol hijau diangkat, muncullah wajah seorang pria yang sangat Clara sayangi.
“Assalamu’alaikum Bang.”
Wa’alaikumsalam, kamu udah berangkat Dek?
“Udah,” Clara mengarahkan layar ponselnya ke samping, “Dianter Jeo pagi ini Bang.”
Oke, Je hati-hati ya bawa mobilnya.
Jeo menoleh sekilas, “Siap Bang.”
Ngga ngerepotin bunda Farah kan Dek?
Kini layar ponsel tersebut sudah kembali mengarah ke Clara, "Ngga kok Bang. Pipi kapan pulang sih? Katanya cuman tiga hari di Ausi, kok lama banget?!”
Diam-diam Jeo mencibir mendengar nada manja yang Clara keluarkan. Adik sepupunya itu memang sangat manja jika dihadapan abang-abangnya yang lain.
Kamu udah coba telfon?
“Ngga mau. Mahal telfon keluar negeri. Abang aja ya yang telfon? Nanti infoin ke aku?”
Iya.
Yoovan Ginanjar Abraham, anak tertua dari pasangan suami istri Laras dan Nando. Nando merupakan anak ketiga dari keluarga besar Abraham. Yoovan amat menyayangi adiknya itu, bahkan Clara sering menyebutnya sebegai ‘Abang galak!’
“Nanti balik ngampus, aku ke basecamp dulu ya Bang,” izin Clara.
Yaudah, nanti Abang nyusul ke sana ya.
“Oke.”
Tak terasa, mobil yang dikemudikan Jeo sudah sampai di kampus keduanya. Dan panggilan video dari Yoovan juga sudah selesai.
“Nih ya, gue turunin lo di fakultas farmasi,” ucap Jeo yang sudah membelokkan mobilnya ke fakultas Clara.
“Nah gitu dong. Kan lu mah biasanya udah markir di fakultas lu sendiri dan berujung gue yang harus jalan kaki ke sini,” kesal Clara mengingat bagaimana jahatnya abang sepupunya itu yang tega membiarkan dirinya jalan jauh.
“Ck, dah sana masuk. Gue mau langsung ini,” usir Jeo membuat Clara langsung mencibir pria itu, walaupun mereka jarang akur tapi Clara tetap menganggap Jeo abang sepupunya. Sebelum dia turun, tak lupa menyalimi punggung tangan Jeo dan mengucapkan terima kasih.
***
Sebelum keluar dari kelasnya, Clara memilih menghubungi abang sepupunya yang tadi pagi sudah berjanji mau menjemputnya.
“Halo, Abang di mana?”
Dek Ara udah keluar?
“Masih di kelas sih Bang, tapi udah selesai mata kuliah Ara.”
Kamu langsung ke parkiran aja ya, Bang Jiyad sama bang Kevin udah di parkiran.
“Oke-oke.”
Tut,
Clara buru-buru merapihkan peralatan tulisnya. Tak mau membuat para abangnya menunggu.
“Dijemput cogan siapa lu kali ini?”
Mendengar sebutan yang disematkan sahabatnya itu, Clara terkekeh sejenak, “Bang Jiyad sama bang Kev. Napa? Mau liat?”
“Yah, gue kira bang Rafa.”
Andria Maheswari, sahabat Clara dari mereka masih duduk di bangku putih biru. Sahabat yang selalu ada di saat Clara membutuhkannya. Bukan lagi sebagai sahabat Clara menganggap Ria, melainkan sebagai saudaranya sendiri.
Ditemani dengan Ria, mereka berjalan menuju parkiran seperti yang Jiyad katakan tadi. Dari kejauhan, Ria sudah menemukan salah satu abang sepupu Clara yang amat dia hindari.
“Dari sini aja gue udah bisa nyium kejailan apa lagi yang mau bang Kev perbuat,” sungut Ria.
Clara terkekeh, abangnya yang satu itu dan Ria memang tidak pernah akur jika sudah bertemu. Ria yang mudah terpancing emosi, dan Kevin yang sangat suka meledek Ria.
“Abangg..” Clara menyalimi punggung tangan Jiyad lebih dulu dan disusul menyalimi Kevin.
“Eh, ada enengnya Bang Kevin,” sapa Kevik tak lupa mengedipkan sebelah matanya ke Ria yang sontak membuat Ria bergidik ngeri.
Ria memilih berdiri dibelakang Clara, “Kev, bisa ngga kalo ketemu Ria jangan ngeledek gitu?”
“Lah, gue ngga ngeledek Jiy.”
“Itu namanya ngeledek Bang Kev.”
“Bye the way, kalian udah pada makan siang belum?” tanya Jiyad.
Clara menggeleng, “Belom sempet Bang. Tadi istirahat Ara sama Ria ke perpus nyelesaiin tugas.”
“Nah kebetulan banget, tadi mas Varo wa, katanya langsung disuruh ke basecamp aja. Dia masak banyak.”
Clara mengangkat salah satu alisnya, “Ada acara apa? Ngga biasanya mas Varo masak banyak?”
“Dia mah kalo gabut masak Ra,” cetus Kevin yang dari tadi asik menggoda Ria.
“Eh, gue ngga ikut dulu ya Bang Jiy. Udah ditungguin sama orang rumah. Mau ke rumah nenek soalnya.”
Kevin langsung memasang raut wajah sedihnya, “Yah, pujaan hati Abang ngga ikut,” ucapnya lesu.
Kevin Altaerezky Wiratama, anak kedua dari pasangan Rika dan Vino. Vino sendiri merupakan anak tertua di keluarga Wiratama.
“Bang Kev,” panggil Clara penuh penekanan.
Ria bergegas pamit ke semuanya, dia sudah tak tahan dengan tampang Kevin yang sangat menyebalkan.
“Yaudah, yuk langsung aja.”
Mereka langsung masuk ke dalam mobil, tak mau membuat orang di basecamp menunggu lama.