bc

Lelaki yang Menikahiku

book_age16+
255
FOLLOW
1.3K
READ
love-triangle
HE
arrogant
boss
bxg
kicking
campus
city
substitute
like
intro-logo
Blurb

Wulan yang telah menjalin hubungan asmara dengan Alvian hampir dua tahun ini, dibuat kecewa saat kekasih yang mengatakan siap melamar, tidak bisa hadir dan memenuhi janjinya. Namun, yang hadir justru laki-laki lain yang tak pernah Wulan impikan. Alan. Seorang mantan playboy berusia 30 tahun yang entah berapa kali bermain cinta dalam hidupnya. Gadis itu menerima Alan setelah seseorang mengiriminya gambar tak senonoh Alvian bersama wanita lain. Apakah Wulan sudah mengambil keputusan yang benar dengan menerima laki-laki itu?

.

.

.

Disarankan untuk membaca cerita Istri Bau Kencur dulu jika ingin kenal lebih dekat dengan Alan atau pun Wulan.

chap-preview
Free preview
Lamaran Tiba-Tiba
"Mbak Wulan, rombongan dari Jakarta sudah pada datang, lho." Icha, adikku, membuatku yang sedari tadi berdiam diri di kamar, tersentak. "Beneran, to, Cha?" Aku menatap adikku dengan tatapan tak percaya. Benarkah Mas Alvian jadi melamar? Bukankah sedari pagi tadi nomor ponselnya tidak aktif? Atau jangan-jangan … dia cuma sedang ingin mengerjai diriku? Dan kemudian … merencanakan ini sebagai kejutan? Benarkah begitu? Mungkin saja. "Iyo, Mbak," balas Icha sambil menganggukkan kepala. Dengan perasaan bahagia yang susah untuk aku gambarkan, aku buru-buru bangkit dan mengambil peralatan makeup. Setelahnya, aku berhias tipis-tipis di depan cermin lemari kayu di kamar ini. Ah, Mas Alvian, maafkan aku, Mas. Maafkan aku karena sempat berburuk sangka padamu sebelum ini. Cukup lama aku memoles wajah, mencoba menyembunyikan mata sembap karena sempat menangisi dia yang aku anggap ingkar janji sebelum ini. "Mbak, udah ditungguin, lho. Ayo buruan keluar." Lagi-lagi, Icha yang sebelumnya pergi ke ruang tamu, membuka pelan pintu kamar saat memanggilku. "Sebentar, to, Cha," balasku sedikit gugup. Aku menyempurnakan penampilan dengan lip tint yang kuoleskan di bibir. Memberikan kesan cerah dan membuatku merasa sedikit tertolong oleh kesan ceria yang tampak. Meski aku dan Mas Alvian sudah lama saling mengenal, tetap saja pertemuan kali ini terasa berbeda. Bukankah ini langkah awal kami sebelum menapaki hubungan yang lebih serius? Begitu keluar kamar dan menuju ruang tamu, tubuhku terasa dingin dan kaku saat menyadari jika ternyata yang melamarku … bukan Mas Alvian? Belakang leher terasa beku manakala lelaki kenyataanya yang melamarku … bukan kekasih yang selama ini mengucap janji manis untuk hidup bersama selamanya. Namun, sosok itu tak lain dan tak bukan adalah sepupunya sendiri. Alan. Si playboy kelas kakap yang tak diragukan lagi kepiawaiannya dalam menaklukkan hati banyak wanita. Apa tujuannya datang ke sini? Mendadak, hatiku bergejolak lagi. Perasaan damai dan bahagia yang sempat memenuhi rongga d**a, sirna dalam seketika. Rasa kecewa yang sempat menguap padanya, datang lagi. Jadi ini? Jadi inj alasanmu tidak membalas panggilanku sejak pagi tadi, Mas Alvian? Karena ingin memberikanku kejutan dengan mendatangkan sepupumu sebagai orang yang menggantikanmu untuk melamarku? Tega sekali kamu, Mas. Aku merasakan tenggorokanku tiba-tiba terasa tercekat saat menyadari jika mimpi untuk hidup bersamanya, ibarat sesuatu yang tinggi dan amat sulit untuk dijangkau. Aku merasakan persendianku seperti tak menyatu saat Ibu bangkit dan lantas menuntunku untuk duduk dan menampilkan senyum ramah kepada tamu jauh yang datang. "Gimana, Nduk? Kamu menerima, 'kan lamaran dari Pak Ramon untuk Nak Alan?" tanya Bapak penuh harap saat menatapku yang masih berdiri kaku pada posisiku. Ya Allah. Sungguh, ingin rasanya aku menolak dan mengatakan kalau lelaki yang melamarku sore ini adalah seorang buaya darat yang gemar bermain cinta, yang aku sendiri ragu, atas dasar apa dia melamarku. "Gimana, Nduk?" Kali ini, giliran Ibu yang bertanya, membuat lidahku semakin kelu. Aku memilin jari dengan kaku sebelum memutuskan untuk memberikan jawaban. "Eum, maaf, boleh minta waktu sebentar, Pak, mau bicara dulu sama Ibu," ujarku dengan nada sungkan pada rombongan tamu yang datang, serta perwakilan RT yang memang sudah dikabari sebelumnya oleh bapakku kalau hari ini akan ada lamaran di rumah. "Silakan." Ibu pun kemudian bangkit dan mengikuti langkahku masuk ke ruang tengah. "Ono opo, toh, Lan?" tanya Ibu setengah berbisik. "Anu … itu, Bu—." Belum sempat aku mengeluarkan unek-unek, aku yang sedang berusaha menyusun kalimat penolakan untuk menolak lamaran Mas Alan, dibuat terkejut saat Icha tiba-tiba memanggil namaku pelan. "Mbak, ada yang WA," ujar adikku sembari menyerahkan ponsel padaku. Dengan tangan bergetar, aku membuka ponsel yang diangsurkan Icha barusan. Astaghfirullah. Sebuah pemandangan yang tampak oleh kedua mataku, membuat dadaku berdenyut nyeri. Ada yang tersayat di dalam hati saat melihat pesan gambar yang masuk ke nomor ponselku. Teganya kau mengkhianatiku dengan cara seperti ini, Mas! Hatiku yang semula telah patah, kini hancur saat kedua mataku disuguhi sebuah pemandangan menjijikkan dari lelaki yang selama ini mengaku cinta padaku, tapi semudah itu mendua. Tega kamu, Mas! "Mau ngomong apa tadi, Lan?" tanya Ibu, membuyarkan lamunanku. "Ndak jadi, Bu. Wulan cuma mau … Wulan cuma mau ngomong kalau Wulan bersedia menerima lamaran Mas Alan, Bu," ucapku dengan suara bergetar. Ibu menatapku sekilas lantas mengangguk senang mendengar kata setuju yang terlontar dari bibirku. Sementara Icha sendiri, terlihat menatapku dengan tatapan prihatin. Ya, aku akui, di rumah ini, hanya Icha yang tahu betapa hangat hubunganku dengan Mas Alvian dahulu. Dan jika sekarang kenyataannya jadi seperti ini, akan sangat wajar kalau dia turut prihatin dan menyesalkan semuanya. "Alhamdulillah …." Semua yang ada di ruang tamu, kompak mengusap wajah setelah kata setuju terucap dari bibirku. Bagai mimpi, aku merasakan tanganku terasa dingin ketika Mas Alan menyematkan cincin di jari manisku dalam acara lamaran tak terduga kali ini. Ya Allah, apakah keputusanku menerima lamaran dari playboy satu ini adalah keputusan yang tepat? Beberapa saat setelah cincin tersemat di jari manis tangan kiriku, sesekali, aku dibuat begitu salah tingkah saat Mas Alan kedapatan mencuri-curi pandang padaku. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi dia untuk melamarku ya Allah? Benarkah dia memang telah menaruh hati padaku sejak lama? Makanya dia rela berkorban untuk menggantikan posisi Mas Alvian? Benarkah begitu? Ah, tidak! Jangan terlalu percaya diri, Wulan! Bukankah dia seorang playboy? *** "Tante percaya, kamu orang yang tepat untuk Alan, Sayang," bisik Tante Amara ketika dirinya memeluk tubuhku dengan begitu erat, sesaat sebelum para rombongan dari Jakarta ini pamit pulang pada keluargaku. "Maafin, Alvian, ya, Sayang, Tante juga kecewa padanya." "I-iya, Tante," ucapku pelan sebelum melepaskan pelukan wanita paruh baya bergaya nyentrik yang sedianya bakal menjadi mertuaku jika saja anaknya tak ingkar janji dan menghilang sebelum lamaran diadakan. "Terima kasih, karena telah menerima lamaranku, Sayang," bisik Mas Alan di telinga saat pria bertubuh tinggi ini merapatkan jarak denganku beberapa saat setelah aku dan Tante Amara melerai pelukan. Aku membelalak lebar. Lancang sekali dia memanggilku begitu! Tak tahukah dia jika aku menerimanya lantaran terlanjur sakit hati pada sepupunya? Tak tahukah dia? "Sa … yang, Calon Istri." Aku dibuat terkejut setengah mati saat Mas Alan tiba-tiba memberikan kecupan di kening dengan sangat berani. Melihat sikap Mas Alan yang terlampau agresif, membuat keluarganya menggeleng kepala pelan sambil berdecak lirih. "Alan … ingat, dua minggu lagi kalian sah. Nggak usah icip-icip dulu." Tampak olehku, wajah lelaki yang konon merupakan seorang playboy kelas kakap, memerah saat Om Ramon menegurnya. "Setelah sah, mau apa juga bebas," tambah Pak Ramon kemudian. Membuat semua yang ada di ruangan ini tertawa. "Iya, bebas. Siapa tahu … pengen proses bikin anak kembar, biar cucu Mama cepet banyak," sahut Tante Emilia sambil terkekeh pelan. Membuat hatiku sontak kebat-kebit. Ya ampun! Proses bikin anak? Astaghfirullah. Kenapa aku tak berpikir sampai sejauh itu saat menerima lamarannya tadi? Benarkah aku siap menyerahkan mahkota pada seorang petualang cinta yang pastinya sudah sangat berpengalaman di atas ranjang? Allah …. Benarkah aku siap? Kata orang, jodoh itu cermin diri kita sendiri. Lantas, apakah cermin yang diciptakan untukku adalah cermin yang retak?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HEART CHOICE

read
52.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
142.5K
bc

Istri Tidak Dianggap

read
49.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
174.7K
bc

Terpaksa Menikahi Tuan Muda Lumpuh

read
72.7K
bc

My Secret Roommate

read
126.3K
bc

Suami Tersembunyi Mahasiswi

read
4.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook