"Bang," panggil Indi kepada Raga yang sedang asik memainkan playstation nya, yang dipanggil hanya menjawab dengan gumaman. "ish! Jawab kek."
Raga menge- pause permainan sepakbola nya lalu menoleh kepada Indi yang sedang tengkurap di sofa, "Apa?"
"Temenin aku kek ke mall, bosen." Indi menggerut.
"Males, mana suami lo?" Raga kini sudah memainkan kembali permainan nya sembari memakan kerupuk yang berada di samping nya yang awalnya penuh kini menjadi setengah.
Perempuan itu mengubah posisi nya menjadi duduk, lalu mendecak sebal.
"Dia lagi ada rapat sama anak Osis."
"Yaudah, diem aja dirumah."
Hari ini Indi yang awalnya bermalas-malasan dirumah menjadi ingin kerumah orang tua nya dan berjumpa dengan kedua kakak nya juga, tetapi hanya ada Raga yang berada dirumah dan juga pelayan nya. Kata Raga mama dan papa nya pergi ke undangan teman lama nya, dan Ragi berada di kos-an nya biasa jika dia bosan berada dirumah.
Alhasil hanya ada dia, Raga, dan juga bi Inem yang berada didapur untuk mempersiapkan makan malam kepada Indi dan juga Raga. Kedua kakak nya itu tengah melanjutkan pendidikan nya dengan berkuliah mengambil jurusan yang berbeda, Raga mengambil Ekonomi, dan Ragi yang mengambil kedokteran.
Sedangkan Indi yang tak tahu akan mengambil jurusan apa untuk kedepan nya, dia juga sedang pusing jurusan apa yang akan dia ambil sebab UN akan diadakan beberapa bulan lagi itu yang akan membuat nya belajar lebih giat.
Berat memang meninggalkan masa putih abu-abu nya, yang mempunyai banyak kenangan manis hingga ke pahit.
Akankah kedepan nya juga ada kemajuan pesat dalam hubungan rumah tangga Indi dan Faga? Seperti saling mencintai? Indi juga belum bisa melupakan Reza dan juga kenangan nya.
Sedangkan Indi berfikir apakah Faga pernah menjalankan hubungan dengan seseorang? Selama ini, Indi tak pernah melihat Faga berdekatan dengan seorang perempuan bahkan di galeri ponsel Faga hanya foto teman-teman nya dan juga dirinya.
Foto Indi? Ada sih, lima doang.
Menurut Indi, Faga juga tampan dikalangan cowo ganteng teratas itu menurut dirinya tak tahu apa pendapat orang diluar sana. Kulit putih yang bersih, alis yang tak terlalu tebal, mata yang sedikit sipit, rambut yang selalu di kasih mereng keatas ke kanan, rahang yang tidak terlalu terlihat, dan terakhir bibir lelaki itu berwarna pink pucat.
Satu kata bagi Indi kepada Faga, ganteng.
Seperti idola nya yaitu dengan Shawn Mendes kesayangan nya, bagi Indi juga Shawn Mendes adalah lelaki yang membuat Indi jatuh cinta dengan pesonan nya. Tetapi apa boleh buat? Toh, Shawn Mendes juga tak mengenal nya.
Dia membuka password diponsel nya lalu membuka aplikasi JOOX diponsel nya mencari lagu Shawn Mendes yang berjudul Imagination. Beruntung saja dia juga sekarang tengah memakai earphone yang sedaritadi menempel dikedua kuping perempuan itu.
Ada tiga kesukaan perempuan itu, yaitu; hujan, musik, dan ketenangan.
" In my dreams you're with me
We'll be everything I want us to be
And from there who knows
Maybe this will be the night
That we kiss for the first time
Or is that just me and my imagination..."
Perempuan itu bersenandung pelan mengikut aliran lagu yang sama seperti dia rasakan saat ini, mengkhayal apakah Faga menyukai dirinya atau menyayangi dirinya lebih dari kata seorang teman. Sudah beberapa bulan dia lalui dengan Faga tetapi keduanya masih sama, terjebak dalam masa lalu. Ragu dan bimbang memilih antara masa lalu dan masa akan datang.
Kini, fikiran nya beralih kepada Reza yang mengirimkan nya surat tadi di UKS hersn dengan sikap Reza yang juga sama sekali tak mengganggu Indi lagi. Ingin sekali rasa nya Indi memeluk Reza lagi sama seperti dulu yang mereka lalu bersama. Jaket Reza berada di rumah dirinya dan juga Faga, jaket yang selalu Indi cium aroma nya. Dia tahu bahwa jaket itu adalah jaket kesukaan Reza.
Kadang Indi bingung, Reza memperlakukan nya seperti lelaki b******k tetapi bisa juga lembut sama seperti dulu.
Menginginkan lelaki itu sama seperti dulu yang selalu memanjakan nya, menyayangi nya seperti lelaki itu menyayangi mama nya, dijaga lagi oleh lelaki itu. Lelaki yang pernah dia sayang kini menjadi lelaki yang sangat b******k dimata Indi.
Tanpa dia sadari buliran bening alias air mata turun satu persatu mengingat kenangan manis dan pahit yang dia lalui bersama Reza.
Raga yang ingin mengambil air di dapur berbalik badan tetapi matanya terhenti kepada adiknya yang sedang menangis sambil melamun dalam diam. Raga menghampiri nya lalu mengusap kedua pipi adiknya lembut.
"Kenapa? Cerita sama gue." Raga berucap dengan penuh kelembutan.
Masih saja Indi tak bergeming, Raga menarik tubuh adiknya memeluknya Indi juga membalas pelukan kakak kedua nya. Melepaskan pelukan nya lalu Raga kembali menanyakan.
"Kenapa?"
Indi menggeleng. "Gak pa-pa."
Raga memicingkan mata nya tak percaya, Indi yang mengetahui itu berusaha tersenyum manis agar Raga mempercayai nya.
"Iya bang, aku gak pa-pa." Senyuman manis itu terukir di wajah perempuan itu.
Raga juga ikut tersenyum lalu menunjuk pipinya sama yang dia lakukan sewaktu kecil, lucu memang. Bertanda dia ingin di cium oleh adiknya.
Cup!
Indi mencium pipi kiri Raga, senyum Raga mengembang lalu mengacak rambut adiknya gemas, "Nah, gitu dong senyum. Gue kan senyum juga liat lo senyum."
"Udah, gue mau ke dapur." Lelaki itu beranjak dari duduk nya lalu berjalan menuju dapur.
---
"Astagfirullah Eza, mama udah gak ada uang nak," Dinda-- mama Reza yang kini memohon kepada Reza agar lemari yang tak di obrak-abrik kepada Reza. Kamar yang awal mula nya rapi kini berantakan karena ulah anak kedua nya.
"BOHONG! Mana uang nya ma." Hardik Reza melotot kepada Dinda yang tengah menangis.
"Mama gak bohong Eza, mama udah gak ada uang. Itu hanya untuk Dir--"
"DIRGA, DIRGA, DIRGA TERUS!" Reza memotong perkataan Dinda, karena Dinda membawa nama Dirga; kakak lelaki pertama nya yang tengah kuliah saat siang ini.
Mama nya kembali menangis pilu berharap anak pertama nya kembali dari kuliah nya secepat mungkin, tak tahan dengan tingkah laku Reza yang semakin hari semakin beringas.
Terdengar dari arah tangga ketukan sepatu dengan langkah tergesa-gesa lalu menuju kamar sang mama, Dirga mengetahui dari pembantu dirumah nya kalau Reza pulang kerumah karena itu Dirga langsung pulang menuju kerumah nya agar Reza tak berbuat kasar kepada mama nya.
"EZA!" Teriakan itu membuat tangan Reza berhenti mencari apa yang ia butuhkan saat ini di lemari sang mama nya.
Wajah Dirga memerah, lalu tangan nya mengepal kuat dan menarik Reza untuk turun ke lantai bawah. Dengan langkah terburu-buru sehingga Reza melingkahi tiga tangga.
Dirga menghempaskan tubuh Reza dengan keras, terdengar lagi tangisan mama nya melihat kedua anaknya sedang berkelahi.
"Kenapa lo pulang? Udah nyadar kalau punya rumah lo?!" Dirga menatap adiknya dengan tatapan penuh isyaratan kebencian.
Reza bangkit berdiri lalu menyeringai.
"Suka-suka gue lah, hak lo apa?" Jawab Reza enteng sambil tertawa hambar.
Satu pukulan melayang di pipi lelaki itu, sudah berkelahi di sekolah kini berkelahi dengan kakak nya.
"KELUAR LO!" Usir Dirga dengan suara besar nya.
"APA HAK LO? GUE JUGA BAGIAN DI RUMAH INI!" Reza juga ikut berteriak.
"b******k!" Lagi, Dirga melayangkan pukulan nya tepat di perut adik nya sehingga Reza tersungkut dilantai dingin rumahnya.
"PERGI ATAU LO ... GUE SERET." Dirga mengacak pinggang nya lalu menghembuskan nafas nya kasar.
Mama nya mengambil uang di lemari nya yang dia selipkan dalam-dalam agar Reza tak mengambilnya, diambil nya uang bernilai tiga ratus ribu.
Lalu turun dengan air mata yang masih saja menderas, mengasihkan kepada Reza dengan lembut menarik lelaki itu perlahan, "Itu uang mama, kamu pakai buat kebutuhan kamu."
"MAMA!" Dirga membentak Dinda dengan marah.
Reza berdecih, "Dari tadi kek, yaudah gue pergi."
"Untuk terakhir kalinya lo datang kesini." Ucap Dirga dengan nada rendah tetapi aura nya menyeramkan.
Reza pergi dari rumah nya, Dirga mengusap wajah nya gusar menatap mama nya marah tetapi tak bisa karena melihat Dinda yang sedang menahan tangisnya agar tak pecah.
"Mama kenapa ngasih uang ke dia?" Tanya Dirga lembut.
"Mama gak bisa ngelihat Eza kesusahan Dir. Mama sayang Eza yang dulu." Seketika tangis perempuan yang umurnya sudah berkepala empat itu menangis didalan pelukan anaknya.
"Iya mama nangis aja, tenang masih ada Dirga jagain mama." Mengusap rambut Dinda lembut lalu memaki-maki Reza dalam hati.
Sampe lo datang lagi kesini, gue tuntut lo atas kejadian bokap. Babi! Batin Dirga kesal.