Chapter 19

1201 Words
Suara mobil dari arah luar rumah terdengar jelas oleh Indi yang sedang duduk di sofa mengkhawatirkan Faga yang tak kunjung pulang dari tadi. Tapi, semua itu hilang seketika saat mendengar suara mobil Faga yang sampai pada pukul sebelas malam ini. Langkah kaki Indi menuju ke arah pintu berada, membuka nya lalu terlihat lah Faga yang baru saja keluar dari mobil nya dengan wajah kusut tetapi sama seperti di kafe tadi, menahan amarah. "Faga, Rossa lo gak apa-apain kan?" Tanya Indi saat Faga langsung menyelonong masuk begitu saja kedalam rumah. Lelaki itu mendengus, "Gak usah deket-deket lagi sama Rossa." Kata-kata itu yang membuat Indi bingung, mengapa Faga menyuruh nya tak boleh dekat lagi dengan Rossa? Mereka bersahabat bukan? "Tapi dia kan sahabat gue." Indi masih didaun pintu yang sudah ditutup nya dan dikunci nya juga. Faga membuka sepatu nya menaruhnya di lemari sepatu. Faga berdiam sejenak, sebelum berbicara. "Yang inti nya gak usah deket lagi sama Rossa." Ulang Faga dengan nada pelan. Indi tetap kekeuh terhadap pilihan nya tak ingin mengikuti perkataan Faga. "Gak! Dia itu sahabat gue apa hak lo ngelarang gue?, gue juga bingung hubungan lo sama Rossa itu apa? Kenapa lo marah saat Rossa jalan sama Reza!?" Nada itu sedikit meninggi Amarah yang sedari tadi yang ingin dia tahan sekarang tak bisa dia kendalikan lagi. "DIA ITU BAHAYA BUAT LO! DIA ITU PEREMPUAN LICIK!," jeda nya sebentar lalu mendekati Indi sehingga jarak diantara mereka menipis, Indi juga bisa mencium aroma parfum Faga dari dekat dan nafas Faga. "lo tanya hak lo sama gue apa? Lo lupa? Gue itu suami lo." "L-icik? Maksud lo?" Indi menahan air mata nya, dia tak bisa dibentak orang tua nya saja tak pernah membentak dirinya, seketika Faga langsung merengkuh badan mungil Indi memeluknya dengan erat. Faga juga menangis, persetan dengan apa pendapat Faga bahwa dia lelaki cengeng atau apa bagi Indi. Yang dia butuhkan juga adalah pelukan. "G-ue gak mau kehilangan orang yang gue sayang lagi." Disela nangis itu Faga berbicara yang membuat Indi menegang. Setelah itu, Indi dapat mendengar dengkuran halus dari lelaki yang tadinya menangis kini malah tidur dalam pelukan nya. Lah dia tidur? batin Indi. Indi membopong badan Faga dengan tangan Faga yang merengkuh badan nya, lalu dengan perlahan Indi menaiki tangga yang tak cukup tinggi. Dia masuk kedalam kamar Faga yang berwarna cat biru laut membuka nya lalu menidurkan Faga. Baru saja dia ingin beranjak dari ranjang Faga tangan nya ditahan oleh tangan hangat Faga, Faga menatap nya sendu. "Tidur disini aja, temenin gua." "T-api" "Please, untuk malam ini aja." Dilihatnya tatapan memohon dari Faga, dengan ragu dia mengangguk lalu naik ke ranjang. Dia baring di sisi kanan Faga, setelah posisi Indi telah betul langsung Faga memeluk dirinya dari samping. Indi menahan nafas nya, dan juga detak jantung nya yang bekerja lebih cepat dari biasanya. Sentuhan-sentuhan Faga membuat darah nya berdesir hangat, entah dia nyaman atau tidak dia memegang tangan Faga mengelus nya itu yang membuat Faga tersenyum dalam tidurnya. Sebelum Indi benar-benar tertidur, dia mendengar perkataan Faga. "Gue sayang lo." Entah dia ingin merasa senang atau tidak, dia tak dapat menahan senyumnya. Lalu kantuk yang tadinya dia tahan kini kembali lagi, lama kelamaan Indi tertidur. Dua orang yang tadinya berkelahi hanya masalah di kafe tadi, tidur dengan posisi saling memeluk. --- Setelah insiden semalam kedua orang itu malah semakin dekat, semakin mengenal lebih jauh lagi tetapi tetap sama terjebak dalam masa lalu yang ingin mereka berdua lupakan bersama-sama. Percuma saja, jika kedua nya tak ada yang memulai untuk menceritakan masa lalu yang membuat mereka berdua akan melangkah maju bersama melawan segala rintangan yang akan datang di kehidupan mereka. Faga berubah menjadi lembut, perhatian, dan sedikit possesive. Suasana kantin juga bisa dibilang cukup rama karena saat ini adalah jam istirahat, Faga mencari-cari seseorang yang belum muncul juga bersama teman nya. "Ga, lo nggak mau cerita tentang hubungan lo sama Rossa gitu?" Derik bertanya dengan sedikit ragu berharap lelaki itu tidak marah. Faga melirik Derik yang tak jauh darinya, menghela nafas pelan. Mungkin ini saatnya dia membicarakan kepada teman-teman nya. Terutama untuk Sandi dan Gara karena kedua wanita nya pasti juga akan menjadi sasaran bagi Rossa. "Rossa itu mantan gue." Seperti ada nada tidak suka terselip dari perkataan itu. "BENERAN!?" Sontak ketiga nya terkejut lalu Faga melototi satu persatu mereka membuat ketiga lelaki itu menyengir. Gara yang lebih tepatnya berada di samping Faga mencondongkan badannya maju kedepan, "Yang lebih detail dong." Kepo amat nih bocah batin Faga. "Iya njir, gue penasaran." Timpal Derik membuang kulit kacang nya didepan muka Faga bercanda. "Rossa itu cinta pertama gue, lebih tepatnya sih dia yang membuat gue seperti ada magnet untuk deket sama dia." Faga mengaduk aduk es teh nya. Sandi menggeram, "Coba gak usah di potong-potong! Bego." Lelaki yang memakai jas biru itu yang dibaluti didalamnya seragam putih nya mencebbikan bibirnya, "Yaudah diem." "Gue awalnya kenal dia itu waktu smp kelas sembilan, dia anak baru di smp dan lo tahu kan San? Gue pernah pacaran sama cewek tapi gue gak pernah ngasih tau namanya." Sandi mengangguk menunggu kembali perkataan Faga. "Nah, disitu dia sering banget ngasih gue bekal, apalah something yang sweet banget bagi gue ataupun dia disitu juga gue suka sama dia, segala perhatian nya, nemenin waktu kosong gue jalan-jalan. Masuk awal kelas sepuluh gue nembak, dia dan dia terima lah. Tapi selang satu tahun dia berubah gimana lebih cuek disitu juga gue curiga kenapa sikap nya berubah drastis ke gue. "Gue cari tahu melalui anak Ipa yang juga sekelas sama Rossa ternyata dia pacaran sama cowok dikelasnya disitu yang bikin gue yang 'dulu' kembali lagi. Gue emosi dan mengambil keputusan yang tepat yaitu; mutusin dia." Ketiga nya mengangguk paham. "Terus kemarin malem lo kenapa narik Rossa? Lo bawa tuh cewek kemana?" Gara bertanya lagi. "Dia itu perempuan licik. Luar nya aja keliatan cantik tapi dalem nya kayak bangkai." Faga berdecih menatap keempat perempuan yang baru saja masuk ke kantin lebih tepatnya menatap Rossa dengan tatapan tidak suka. Sedangkan dia beralih menatap Indi tersenyum. "Hah? Licik? Makud lo?" Derik bertanya heran. "Lo," ditunjuknya Sandi "dan lo." Ditunjuknya Gara. "Kenapa?" Kedua nya bertanya dengan waktu yang sama. "Jagain Filda, jagain Putri." Peringat nya. "Kenapa?" Ulang lagi mereka berdua. "Ya tuhan, Rossa itu pokoknya perempuan licik yang membuat Indi masuk ke rumah sakit!" "Hah? Bukan nya Rossa itu sahabat nya Indi ya? Kok nyelakain gitu?" Derik bertanya. Lelaki itu mengacak rambutnya, "Dia itu musuh dalam selimut. Dia bikin rencana sama Reza kerja sama untuk ngehancurin hidup gue sama Indi." "Dan, yang gue bilang Sandi sama Gara jagain Filda, Putri. Itu bisa aja mereka berdua jadi sasaran bagi Rossa." "Siap, bos!" Faga mengangguk berdiri meninggalkan ketiga teman nya yang masih mengobrol dan menghabiskan makanan nya, Faga berjalan menuju meja Indi dan teman-teman nya. "Hai." Sapa Faga tersenyum kepada mereka semua. "Hai." Balas mereka kecuali Rossa. "Gue cuman mau bilang sama Indi, pulang gue tunggu diparkiran jangan kemana-mana. Gak usah juga deketin orang busuk." Indi menatap nya heran, "Hah?" Faga tertawa sinis lebih tepat nya untuk Rossa, "Gak lupain aja. Oke? Diparkiran gue tunggu." Setelah itu Faga berlalu meninggalkan kantin yang ramai. "Yang dimaksud Faga siapa ya?" Putri bertanya kepada ketiga teman nya. Yang ditanya mengangkat bahu nya tak tahu. Rencana pertama, dijalankan batin Rossa sambil menyeringai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD