Chapter 20

1363 Words
"Ros, kita mau kemana?" Tanya perempuan disebelah nya yang masih memakai seragam sekolah putih abu-abu nya. Perempuan itu menautkan dahi nya bingung. Karena, mereke ber-empat berencana sepulang sekolah untuk kerumah Putri yang tak jauh dari sekolah mereka. Dan alhasil mereka sampai pulang malam. Awalnya, Indi menolak untuk sampai malam bermain dirumah Putri tapi dengan rayuan Rossa, Indi pun mengangguk merasa tak enak hati kepada Rossa. Tapi bagi Rossa itu adalah untuk kelancaran misinya. Sekitar jam sepuluh malam mereka pulang, Filda di antar duluan dengan Rossa dan dirinya yang terakhir diantar Rossa. Indi bingung, karena ini bukan lah menuju kerumah nya. Malahan, Indi tak mengenal tempat yang sekarang Rossa membawa dirinya. Sungguh, gelagat Rossa dimata Indi aneh sekali. Tapi dengan cepat dia menepis fikiran buruk itu, tak mungkin Rossa berbuat apa-apa dengan dirinya. Toh, dia sudah lama mengenal Rossa. Rossa tak menjawab, masih dengan kendaraan nya yang di bawa sekitar kecepatan diatas rata-rata. Rossa menoleh sekilas ke arah Indi yang ketakutan, lalu dia tertawa jahat didalam hati. "Duduk, diem aja." "Ini udah malem gila! Kita mau kemana sih?!" Indi berucap panik. Rossa tak menjawab, sampailah mereka di rumah mewah yang sangat besar. "Ini rumah siapa Ros?" "Rumah gue." Rossa membuka sabuk pengaman nya begitu juga dengan Indi lalu mereka berdua keluar jalan beriringan. "Perasaan rumah lo nggak segede ini deh?" Mereka berdua sudah sampai di depan pintu, Rossa menekan bel sebanyak dua kali yang berada di sisi kiri pintu lalu terbuka lah seorang lelaki berbadan besar, berkacamata hitam, dan wajah yang sangar. Rossa tersenyum, "Hai, om." Lelaki yang dipanggil Om itu hanya mengangguk saja menyingkirkan badannya sedikit untuk mempersilahkan mereka berdua masuk.  Dengan ragu Indi masuk, beda dengan Rossa yang biasa saja masuk dengan santai nya. Setiba nya di ruang tamu, tiba-tiba lampu dipadamkan dan setelah itu semua nya gelap. Indi sempat terkejut, "Rossa?" "Rossa?" Ulang nya lagi, sama saja tak ada jawaban. Indi dapat merasakan bahwa mulut nya dibekap dari belakang dan juga mencium aroma yang tidak sedap dari sapu tangan orang itu. Perlahan dia merasa kepala nya sangat pusing, mata nya memburam. Setelah itu, gelap mengendalikan dirinya. "Bagus. Cepat bawa dia ke gudang." Rossa berucap sambil memutar-mutar ponsel nya. Now, Filda gue ajak ke club batin Rossa. Lalu dia menyambar kunci mobilnya, tapi di sela jalan nya menuju mobil dia mengirimkan chat kepada Filda. RossaC.Sandra: Gue tunggu didepan rumah. --- Suasana di kelab malam ini cukup ramai. Beberapa orang menggerakan badannya mengikuti tempo nada yang sangat nyaring dan keras, dentuman musik yang membuat seseorang yang baru masuk di kelab malam pasti merasa sangat risih akan suara yang nyaring. Lampu yang berkelap-kelip seperti ingin mengganggu penglihatan siapapun saja. Sandi, Gara, Derik, dan juga Faga yang baru saja masuk-- yang tentunya masuk memakai identitas palsu mereka yang dibikin oleh Derik. Ke- empat lelaki itu memilih untuk duduk di dikursi samping bar tak berniat ikut dengan orang-orang yang asik dengan dunia goyangan nya. Beberapa kali juga perempuan menggoda mereka tetapi dengan segala alasan Derik menyuruh mereka pergi menjauh. "Biasa, Van." Bartender itu mengangguk menyiapkan minuman yang di-inginkan Faga, segera dia membuatkan nya. Sandi mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti nada, "Gue bingung sama Filda, anjir." Untungnya dia berada disebelah Sandi, alih-alih Faga menyahut. "Kenapa?" Meneguk minuman nya lalu menoleh kearah orang-orang didepan nya yang asik dengan akal yang menurut Faga sudah .... tidak sehat? "Dia bilang kalau gue itu egois. Anying banget, cewek selalu bener dahh!" Di geleng-gelengkan kepala nya heran. "Egois? Maksudnya?" "Ya, gue itu cuman larang dia untuk deket sama Rossa sesuai perintah lo itu eh dia marah-marah. Pokoknya gue nge- chat singkat dia malah nge- chat nya panjang minta ampun. Heran gue." Lelaki yang memakai kaos hitam itu berdecak. Faga melotot, "Ngapain lo langsung bilang begitu, tolol." Sandi ikut melotot. "Lah? Bukan nya lo yang nyuruh buat Filda jangan deket Rossa?" Faga menoyor kepala Sandi bercanda lalu terkekeh lucu. "b**o dipelihara. Maksud gue itu, jangan langsung larang dia begitu jelas lah dia gak nerima." "Lah? Gimana dong? Lo sih enggak ngasih intruksi yang lebih enak lagi." Faga memutar bola mata nya malas, "sralodah." Jangan ditanya Derik dan Gara pergi kemana? Bisa dipastikan jika mereka mencari gadis-gadis yang bisa di goda. Ingat, hanya di goda saja tidak lebih karena prinsip mereka adalah; Jaga perempuan, Jaga kehormatan nya. Karena, bagaimana pun nyokap lo itu perempuan kalau nggak ada nyokap lo, gimana lo bisa hadir di muka bumi ini? Sandi menjelajah setiap keadaan club, dan dia dapat melihat seseorang yang sangat dia kenali. "ASTAGA! ITU ROSSA SAMA FILDA!" Sandi berteriak histeris karena terkejut melibat Filda berada di kelab malam yang Filda memberitahukan jika dirinya dirumah ingin tidur, tetapi apa? Dia malah pergi ke kelab malam bersama Rossa. Faga mengikuti arah tatapan Sandi, segera Sandi menuju kearah Rossa dan juga Filda berada setelah sampai berada di hadapan mereka berdua Filda menatap Sandi terkejut bahwa Sandi juga berada di kelab malam ini. Rossa hanya mendengus kesal baginya adalah; ada pengganggu! Gak bisa dong gue jual si Filda. Tai "Kamu ngapain disini!?" Suara itu cukup nyaring karena suara Sandi tak sebanding dengan suara nada yang sangat nyaring sehingga memekakkan telinga. Filda menunduk takut tak berniat menatap Sandi, perlahan dia meneteskan air mata nya. Sandi menatap tajam ke arah Rossa. Awalnya dirinya yang marah kepada Sandi, sekarang Sandi yang marah kepada dirinya. "Ngapain lo bawa cewek gue ke club hah?!" Hardik Sandi dengan nada dingin nya. Rossa tak sekali menciut akan nada Sandi yang berubah dingin, "Main lah apa lagi?" Dengan mudah Rossa mengatakan itu yang membuat Filda yang awalnya menunduk kini malah menatap Rossa terkejut, heran, dan perasaan yang tak bisa digambarkan. Sandi mendengus kesal, "Pulang" ditariknya tangan Filda lembut sehingga kedua orang itu perlahan menghilang di ruangan. Faga tertawa renyah, "Korban lo siapa lagi, sayang?" Faga menyeringai. Rossa menatap alih Faga dengan mata kesal nya. "Maybe Indi?" Kini, Rossa yang menyeringai. "Wisss, hebat. Kalau bisa lo hebat, gak bakalan bisa lo ajak jalan Indi." "Kalau gue bisa?" Tantang nya. Faga perlahan mendekati Rossa, dan s**l nya lagi dibelakang Rossa itu adalah dinding penghalang kamar inap seseorang yang bisa dipakai untuk berbuat apa saja. Faga mendekati nya perlahan demi perlahan sehingga Rossa awalnya berani menatap lelak itu kini memejamkan matanya. Faga mendengus, "Berharap gue cium? Cih, sorry bibir gue masih suci untuk nyium bibir lo yang udah bekas om-om." Dijauhkan badan-nya dengan Rossa berlalu begitu saja dari hadapan Rossa lalu menuju ke bar ingin membayar minuman nya. Diambil nya uang merah berminimal dua lembar, yaitu dua ratus ribu baru saja Devan-- si bartender ingin mengembalikkan kembalian nya Faga langsung berlalu. Devan mengangkat bahunya, "Rezeki." Lelaki berkulit kecoklatan itu tertawa. Setelah dirinya sampai berada di mobil, sebelum dirinya benar-benar menghilang dari tempat haram itu dia mengambil ponsel nya yang berada di saku nya lalu mengirimkan pesan di grup chat Line nya bersama ketiga teman nya. Fagajnr : Gw udh plg sma Sandi, lo berdua have fun aja Ditaruh ponsel nya disebelah kursi disamping nya, lalu menghidupkan mesin mobilnya. Berputar untuk keluar dari arah parkiran. Di sepanjang jalan Faga seperti terpikirkan Indi yang dia tahu berada di rumah Putri saat ini. Tadi, Indi memberitahukan dirinya melalui sms katanya dia pulang agak larut malam. Dan Faga tahu bahwa Putri cewek yang baik-baik saja. Tapi satu yang Faga lupakan perempuan itu, Rossa. Dia rem mendadak untung saja sekarang tepat nya dirinya berada di lampu merah. Bagaimana kalau Indi pulang dengan Rossa? Ah tidak, tidak.  Dia tidak ingin itu terjadi. Dia ingin mengambil ponsel nya tetapi gerakan nya terhenti saat bunyi klakson terdengar nyaring dibelakang sana, Faga mendengus. "Sebentar, tai." Dia menancapkan gas nya, lalu tak jauh dari lampu merah dia menepikan mobilnya ke pinggir. Mengambil ponselnya lalu mencari kontak bernama Gara. Dia menelfon Gara, di sambungan kedua telfon itu terangkat. Faga dapat mendengar suara bising dari sana, Faga tahu bahwa Gara belum pulang dari club. "Yawww, kenapa man." "Bagi nomor Putri." Dengan suara keras dia berbicara. "Hah? Apa? Gue nggak denger Ga, ribut." "BAGI GUE NOMOR PUTRI, BUDEG!" Faga berucap emosi. "Ohh, nomor Raja? Oke-oke gue kirimin." Sambungan terputus secara pihak diseberang sana. "Nggak guna gue ngomong sama orang mabok." Lelaki itu mengusap wajah nya frustasi, siapa tahu juga Indi sudah pulang kerumah. Dia berharap seperti itu, karena ini sudah sangat larut malam. Faga harap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD