Prolog

258 Words
Jika ingin merasakan sakitnya, cobalah kau potong urat nadimu, lalu gosok lukanya hingga kulitnya mengelupas. Sakit bukan? Tidak. Itu tak lebih sakit dari pada menerima takdir yang telah Allah gariskan. Sakitnya dihianati lebih terasa dari pada tertusuk duri sekalipun. -SHAFIRA- Wanita itu menurunkan kakinya, membiarkan berayun di atas kolam ikan yang berenang bebas di bawah sana. Sesekali dia membenarkan jilbab merah maroon yang beterbangan dipermainkan angin. Hati wanita mana yang tak sakit, saat mata melihat sendiri suami menggandeng wanita lain dan mengakui bahwa telah menjalin hubungan selama tiga tahun lamanya. Bahkan mereka akan menikah dalam waktu dekat. Apakah suaminya itu sudah tak lagi memiliki akal sehat? Membawa calon madu ke hadapan istri sah nya. Jika saja dirinya mampu bertahan, mungkin saat itu dirinya akan dinobatkan sebagai wanita kuat di dunia yang mampu mengalahkan ego dan rela dimadu, lalu hidup berdampingan dengannya. Mustahil. Dia harus berjuang mendapatkan kebahagiaan dan kebebasannya sendiri. Walau tahu, suaminya takkan pernah mau dan tak pernah setuju untuk mengucap talak. "Aku tidak akan mengatakannya, sekali pun kamu menangis darah, Fira! Biar kamu mengerti, bagaimana rasanya hidup tergantung tanpa tali pengikat!" Sungguh, kalimat itu seperti petir yang menyambar jantung hati Shafira. Wanita itu bahkan Masih mampu berujar manis, berusaha menenangkan sendiri perasaannya walau sebenarnya sakit. Ia hanya malas berdebat. Maka siang itu juga, ia pergi ke pengadilan untuk menuntut hak nya. Toh, tidak ada yang bisa diperbaiki lagi dalam hubungan pernikahannya. Pria itu telah berhasil meluluh lantakkan benteng pertahanannya. Jika dia memang lebih memilih wanita lain untuk sekadar menyalurkan birahi, biarlah dia rela melepas walau sakit.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD