bc

Belenggu Cinta Kakak Iparku

book_age18+
454
FOLLOW
5.5K
READ
billionaire
HE
friends to lovers
heir/heiress
blue collar
drama
sweet
bxg
brilliant
city
affair
like
intro-logo
Blurb

🫦Dewasa 21+🫦Bolehkan aku masuk sekarang?" bisik suara husky Xander tepat di telinga mantan adik iparnya, Defnie Rose. Sepeninggal mendiang suami konglomeratnya, Evander Carson, hidup Defnie bukannya tenang, tetapi malah semakin rumit.Mulai dari harta waris yang menimbulkan perdebatan dengan mantan mertua, ditambah godaan kakak ipar bernama Xander yang rumornya mencintai Defnie lebih dulu daripada mendiang sang adik kini semakin menjadi-jadi padahal pria itu sedang dalam status menikah alias memiliki istri. Permainan hasrat antara dua insan itu pun terjadi.

Akankah Xander dan Defnie menemukan jalan cinta mereka? ataukah sebaliknya?

chap-preview
Free preview
Janda Rasa Gadis
"Kurasa kau bukan janda, Def. Jepitanmu terasa sangat luar biasa seolah masih gadis," puji Xander berbisik syahdu di tengah kegiatan panas dengan mantan adik iparnya, Defnie Rose. "Ahh ... jangan menggombal, Xan!" "Aku tidak pernah menggombal padamu, Sayang. Semua yang kukatakan tentangmu adalah fakta. Aku sangat mencintaimu, Def." "Aku pun mencintaimu, Kak Xan." Xander semakin menambah kecepatan pergerakan panggul dan di saat bersamaan des*han nikmat Defnie mengalun lebih keras seraya kedua tangan sang puan yang semakin mengeratkan pelukan ke tubuh kekar mantan kakak iparnya itu. Malam itu menjadi puncak pelampiasan hasrat keduanya yang tertahan lama terpendam bahkan jauh sebelum Defnie resmi menjadi adik ipar Xander. Saking terbuai, Xander lupa jika dirinya masih berstatus suami orang. Dua bulan sebelumnya. Izinkan aku selalu bersamanya, Tuhan. Aku bahkan tidak rela jika maut memisahkan kami. Doa wanita beparas cantik itu selalu sama, yakni memohon kepada semesta agar merestui kebersamaan dirinya dan sang suami dalam keadaan suka maupun duka, sekalipun maut memisahkan. Terhitung satu minggu lebih, Defnie Rose setia mendampingi suami tercinta yang kini tengah terbaring lemah imbas penyakit yang diderita cukup lama. Sejak saat menjalin hubungan asmara hingga menikah, Defnie memutuskan mengambil risiko mencintai seumur hidup pria beriwayat penyakit jantung koroner itu. Penyakit yang sudah bersemayam di tubuh pria tampan berahang tegas bernama Evander Carson semenjak remaja. Semakin dewasa, salah satu penyakit mematikan itu tak kunjung membaik, membuat tubuh pria dengan ciri khas baby face itu semakin lemah. Banyak studi mengatakan bahwa jantung koroner adalah penyakit fatal yang mustahil disembuhkan. Bahkan selama beberapa bulan terakhir kelangsungan hidup Evan harus ditopang oleh sebuah Ring (stent jantung) yang tertanam di organ vitalnya. Di hadapan Defnie, Evan masih terbaring memejam mata serupa tertidur dengan raut damai yang menyertai. Namun bukan pulas, melainkan lelah karena sang suami harus bertarung dengan kondisi tubuhnya yang semakin lama semakin melemah. "Hey. Aku tau aku tampan. Tapi kau tidak perlu memandangiku terus," celetuk Evan yang sedari tadi tahu bahwa Defnie sedang melakukan kegiatan favoritnya yakni memandang wajah teduh milik suaminya. "Ergh. Kau tetap saja besar kepala, Ev. Aku hanya ingin selalu memantaumu. Bukan hanya wajahmu saja tapi seluruh gerak gerikmu." Defnir berkelit. Namun rona merah di wajahnya tak dapat berbohong. Ia sangat malu sekarang karena aksinya tertangkap basah suami sendiri. "Hahaha. Jangankan memandang, Sayang. Kau bisa melakukan apapun padaku. Aku milikmu, Def." Kebahagian seketika menyeruak di d**a kala mendengar irama tawa kecil yang terlontar dari bibir manis pria yang kerap disapa dengan panggilan Evan. Sudah cukup lama rasanya ia tak mendengar tawa spontan itu. Defnie sangat merindukannya. Tidak. Wanita pemilik paras cantik dengan lesung khas di pipi kananya itu merindukan segala hal tentang Evan, belahan jiwanya. Saat Evan hendak mengambil posisi duduk perlahan dari berbaring, Defnie segera mencegahnya. "Kau belum boleh bangun, Ev. Kondisimu masih—" Kalimat Defnie terjeda seiring perubahan mimik wajah Evan yang menyendu. "Ch. Aku memang pria tidak berguna, bukan? Bahkan untuk bangun saja aku tidak mampu." Evan tersenyum getir seraya menundukkan kepalanya, menyalahkan ketidakmampuan fisik. "Tidak, Sayang. Sungguh. Bukan itu yang kumaksud." Evan tahu betul maksud baik sang istri. Namun lebel suami yang menerap padanya seolah menjadi beban bagi pria yang sudah lama tidak bisa menunaikan kewajiban baik secara lahir maupun batin. "Bergeserlah, Ev. Aku akan akan berbaring bersamamu." Defnie berucap seraya mengulas senyum termanisnya. Ia tahu saat ini Evan tidak butuh kata-kata penenang yang malah membuatnya semakin frustrasi dan benci dikasihani. Yang suaminya butuhkan ialah aksi nyata. Seolah tak ada ruang untuk menyesali keadaan, Evan menggeser tubuh secara perlahan karena desakan tubuh Defnie yang mulai menaiki brankar tempatnya berbaring. Bibir manis Evan mengulas senyum spontan seraya berkata. "Aku mencintaimu lebih dari apapun, Def." Kedua tangan lantas Evan lingkarkan, memeluk erat tubuh sang istri. Defnie dapat merasakan debaran jantung Evan yang berdetak lemah. Itu mudah, karena posisi kepalanya persis di atas d**a bidang sang suami. "Aku juga sangat mencintaimu, Suamiku," balas Defnie. "Kau dengar. Debaran lemah ini bertahan karenamu, Def. Kau lah satu alasan yang kubutuhkan di antara jutaan alasan yang menjatuhkan semangatku." Evan semakin mengeratkan pelukannya. "Kalau begitu ... jangan menyerah, Ev! Untukku dan untuk calon—" TITT! Kalimat Defnie terjeda saat secara tiba-tiba saat suara pemantau detak jantung Evan mengeluarkan lengkingan panjang cukup memekakan telinga. Dekapan yang tadinya erat kini melonggar diiringi kedua tangan Evan yang perlahan terkulai lemah. Debaran itu hilang seiring netra Defnie yang terbelalak spontan karena tak dapat mendengarnya lagi. Namun, ia tak ingin percaya begitu saja. Daun telinga kanannya kembali memaksa untuk disesapkan ke d**a bidang sang suami lebih erat. Berharap masih ada detak yang tersisa. "Evan, kumohon! Berdebarlah sekali lagi untukku, Sayang!" lirih Defnie memohon dengan suara dan bibir gemetar. Bersamaan itu, tim dokter mulai berdatangan imbas kode darurat yang meraung dari ruang dimana Evan menjalani perawatan. "Defnie!" susul suara pria yang datang bersamaan dengan tim dokter. Pria itu bahkan membantu proses pemisahan Defnie yang terus memeluk tubuh Evan sembari menangis. "Evan, Kak. Aku tidak mau berpisah dengannya. Hiks!" Defnie meronta-ronta dalam pelukan Alexander Carson, sang kakak ipar. "Dokter akan menanganinya, Def. Kumohon kau tenangkan diri," bujuk Xander sekuat tenaga. Pria itu terpaksa memeluk erat Defnie dari belakang karena tubuh mungilnya kerap meronta, mencoba mendekati Evan yang sedang ditangani dokter. "Maaf, Tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun, pasien tidak tertolong." Pandangan Defnie mulai meredup, fungsi pendengarannya pun turut kabur, tak dapat menangkap kalimat dokter berikutnya. Seketika tubuh yang sedang dipeluk itu tumbang tak sadarkan diri. "Defnie! Bangun, Def!"   *** Keluarga besar konglomerat Carson berkumpul mengenakan pakaian serba hitam sebagai tanda berkabung. "Tabahkan hatimu, Def," ucap ayah mertua, Kenan Carson kepada menantu di hadapan pusara Evan, putranya. Tak hanya Kenan, mama mertua—Laura Carson serta kerabat lain turut menghadiri pemakaman putra bungsu dan memberi ucapan bela sungkawa kepada Defnie. "Terima kasih." Hanya balasan singkat yang sesekali Defnie lontarkan. Hatinya jelas hancur berkeping-keping. Jika bisa, Defnie ingin turut terjun ke dalam pusara, tinggal bersama Evan di dalam sana. Namun, pada realitanya itu tak mungkin. Xander tak luput memberi pelukan singkat untuk Defnie sebagai tanda penguat. "Tabahkan hatimu, Def. Evan sudah bahagia di sana." Defnie memang cukup beruntung karena bisa menjadi bagian dari salah satu keluarga crazy rich di ibu kota. Keluarga Carson menerima Defnie sebagai menantu walupun dirinya berasal dari kalangan biasa. Tidak seperti keluarga terpandang lainnya yang mementingkan status sosial. Namun benarkah? Setidaknya semua perlakuan itu berlaku sampai mereka semua meninggalkan pusara Evan. BRUAK! Defnie yang masih tertegun berduka seketika tersentak dan mengambil posisi berdiri saat mendengar pintu kamarnya di buka kasar oleh seseorang. "Kemasi barang-barangmu sekarang juga dan segera pergi dari rumah ini!" desak sosok tak asing kepada Defnie. "Mama. Ada apa, Ma?" tanya Defnie yang kebingungan. Rupanya suara lantang mengusir itu berasal dari sang mama mertua, Laura Carson. Defnie benar-benar tidak mengerti maksud kedatangan wanita yang selama ini berperilaku baik, tetapi tiba-tiba marah dan malah mengusirnya. "Ch! Apa kau tuli? Aku bilang pergi dari rumah ini sekarang juga. Kau bukan menantuku lagi. Otomatis kau bukan bagian Carson." Laura mempertegas kalimatnya dengan nada tinggi. "Aku dengar, Ma. Tapi ... kenapa aku harus pergi? Kenapa mama memarahiku? Apa aku melakukan kesalahan?" Dalam kebingungan, Defnie menghujami Laura dengan berbagai pertanyaan. "Cih! Jangan pernah memanggilku dengan sebutan mama lagi. Aku tidak sudi," geram Laura. "Asal kau tau. Tidak ada satu pun anggota keluarga Carson yang menerima Penari Bar murahan sepertimu menjadi menantu dan member keluarga sejak awal," lanjut Laura lantang. Laura juga membeberkan bahwa seluruh keluarga besar Carson tak ada yang menyetujui pernikahan Defnie dan Evan sedari awal dikarenakan perbedaan status sosial. Sejenak Defnie bergeming. Akalnya mencoba mengingat-ingat kembali. Takut-takut jika ia telah melakukan kesalahan fatal selama menjadi istri dan menantu keluarga Carson. "Baguslah. Aku juga sudah muak bersandiwara demi Evan," timpal seseorang pria yang juga menyeruak masuk dari arah belakang Laura. "Pa-pa ...," ucap Defnie terbata-bata seraya terkesiap. "Kau sungguh berharap kami menerimamu, hah? Jangan mimpi, Def." Giliran suara bariton Kenan mencemooh menantunya. "Jadi, kebaikan kalian semua hanya ... sandiwara?" Tawa lepas Laura menguar hingga mengisi sudut kamar yang dulunya diperuntukkan Evan dan Defnie. "Kau sungguh percaya kami menerimamu, hah? Ini lucu, Ken. Lucu sekali," cemooh Laura untuk ke sekian kali. "Kau tau kami menganggapmu apa, Def?" Laura mulai mendekati Defnie. "Kami menganggapmu tak lebih seperti perawat putra kami yang sekarat." Kedua tangan Defnie mengepal kuat imbas perkataan dari lidah tajam Laura barusan. Bukan karena menghinanya, akan tetapi kegeraman Defnie muncul kala cemoohan itu ditujukan untuk Evan, putra mereka sendiri. "Kau boleh menghinaku tapi jangan sekali-sekali menghina mendiang suamiku." Defnie menyipitkan netra serupa menantang. "Aku tidak habis pikir kalian tega mencemooh putra sendiri!" "Aku benci drama durasi lama, Lau. Cepat segera singkirkan penari bar murahan ini dari kediaman kita," sela Kenan tak suka sembari meninggalkan kamar Defnie. Tak ingin membuang tenaga berdebat dengan mantan menantunya, Laura berteriak lantang memanggil para pelayan untuk membantu mengemasi barang-barang Defnie. Tanpa membutuhkan waktu lama, Defnie dan dua koper besarnya sudah tersingkir ke area luar pagar menjulang tinggi Mansion .

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Mate and Brother's Betrayal

read
669.8K
bc

The Pack's Doctor

read
405.1K
bc

The Triplets' Fighter Luna

read
274.5K
bc

Claimed by my Brother’s Best Friends

read
408.5K
bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

La traición de mi compañero destinado y mi hermano

read
224.7K
bc

Ex-Fiancé's Regret Upon Discovering I'm a Billionaire

read
197.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook