Prolog

437 Words
    Ucapan-ucapan selamat dan pelukan hangat bertebaran dari orang tua yang telah menyaksikan putra putri kebanggaan mereka akhirnya di wisuda. Mereka berfoto ria bersama orang tua dan saudara-saudara yang turut hadir. Sungguh kebahagiaan plus plus.     Sheila hanya bisa tersenyum melihat teman-temannya tersenyum lebar bersama keluarganya. Dia juga tersenyum untuk dirinya karena dihari bahagianya ini ia tidak didampingi oleh Umi dan Abinya.     Sheila menarik napas lalu membuangnya. Ketika ia berbalik, sebuah buket mawar cantik terpampang di depannya.     "Kak Denis?!" Orang yang disebut hanya menaikkan alisnya sambil menunggu Sheila menerima buket yang ada di tangannya.     "Ini untuk saya?" pertanyaan yang tak perlu ditanyakan itu terlontar dari mulut Sheila.     "Hm," pria yang membawa buket itu hanya berdehem singkat.     Sebelum melontarkan pertanyaan yang tak perlu dijawab lagi, Sheila segera menerima buket dari Denis.     "Terimakasih, kak,"     "Sheila! Ayo foto bareng!" seorang gadis lain meneriaki Sheila untuk mengajak foto bersama. Namun karena Sheila tak menderngar, akhirnya gadis tersebut menghampirinya.     "Eh, Shei! Kuy ikutan fotbar!"     Sheila terkejut dengan ajakan gadis itu, "Astaghfirullah! Tiana ngagetin deh,"     "Sorry, lagian dipanggil nggak denger ya udah aku samperin deh,"     "Eh btw, itu kakak ipar abis nglamar kamu ya??" Tiana membisikkan kalimat terakhir sambil cekikikan.     "Nggak, Ti! Jangan ngadi-ngadi kamu," Sheila membalasnya dengan bisikan karena takut Denis mendengarnya.     "Yuk ikut fotbar!" tawar Tiana kembali. Sheila melirik Denis sebentar kemudian menatap Tiana.     "Maaf ya Ti, aku mau langsung ke RS jenguk Abi,"     "Oh ya udah, santai aja Shei. Semoga Abi bisa cepet sembuh ya? Maaf belum bisa jenguk,"     "Iya gapapa, yang penting doain Abi terus ya?"     "Iya Shei, pasti,"     "Makasih Ti. Kalo gitu aku duluan, Assalamu'alaikum,"     "Wa'alaikumsalam, hati-hati!' Sheila dan Denis berjalan menuju tempat parkir dengan Denis yang berjalan lebih depan. Namun tiba-tiba Denis berhenti mendadak, hampir saja Sheila menabraknya.     "Kenapa berhenti, kak?" tanya Sheila kebingungan.     "Kemarikan ponselmu," ucap Denis tanpa mengulurkan tangannya.     "Po-ponsel? Tapi untuk apa, kak?" Sheila kebingungan karena tak tahu apa yang akan Denis lakukan dengan ponselnya.     "Cepat kemarikan," ucap Denis memaksa.     "Eh, tapi kak-" melihat tatapan dingin Denis, membuat Sheila menyerah. Ia langsung mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan memberikannya kepada Denis.     "Kak, mau ngapain?" Sheila kebingungan kala Denis berjalan mundur.     "Diam disitu, gaya yang benar!" ucap Denis tak ada hangat-hangatnya. Dalam hati Sheila sedikit kesal dengan Denis, namun hatinya merasa seperti berbunga-bunga karena sikap Denis yang tak seperti biasanya. Sheila lalu berpose sebisanya, karena dia tak cukup jago bergaya di depan kamera. Setelah mengambil beberapa foto, Denis kemudian mengembalikan ponsel milik Sheila. Baru saja Sheila ingin melihat fotonya, namun suara Denis membuatnya mengurungkan niat.     "Cepat! Saya tidak punya banyak waktu!" seru Denis yang sudah berjalan cukup jauh di depan Sheila. Sheila segera melangkahkan kaki jenjangnya agar tak tertinggal Denis lebih jauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD