Ujian Hidup

1060 Words
Karin melangkahkan kaki menuju dapur untuk memasak hidangan sarapan pagi setelah sholat subuh. Karin sudah terbiasa melakukan semua ini ketika berada di panti asuhan sehingga Karin tidak merasakan canggung atau malas. Bangun pagi disaat orang lain masih terlelap dalam tidurnya dan memasak untuk adik-adik di panti bukan hal baru untuk Karin. Bi Marni yang telah berada di dapur meminta Karin kembali ke kamarnya karena merasa tidak enak jika Karin atau nyonya muda rumah ini ikut memasak bersamanya di dapur. Namun Karin menolak dengan halus permintaan bi Marni dan tetap meminta membantu memasak di dapur. Bi Marni tidak bisa menolak permintaan Karin. Bi Marni dan Karin memasak bersama di dapur. Prang.. Natan menghempaskan piring yang berada di tangan Karin, seketika Karin terkejut dengan sikap Natan. “Siapa yang menyuruh kamu mengambil makanan untuk saya, hah! Pernikahan kita hanya di atas kertas! Kamu juga istri di atas kertas! Jangan berharap saya akan menjadikan kamu istri sepenuhnya! Ingat itu!” Natan berlalu meninggalkan meja makan menuju halaman depan lalu masuk ke mobil menuju perusahaannya Karin membersihkan pecahan piring yang berhamburan di lantai sembari menahan air mata yang telah menganak pinak di pelupuk mata. “Nyonya muda biar saya sana yang membersihkan semuanya.” Bi Marni mendekati Karin “Nggak usah bi. Biar saya saja yang membersihkan bi. Saya bisa membersihkan ini semua bi,” Balas Karin dengan suara parau Bi Marni merasa iba terhadap Karin. Bi Marni bisa melihat jika Karin wanita baik. Tetapi entah kenapa tuan mudanya bersikap kasar kepada wanita yang telah menjadi istrinya itu. “Bibi bantu iya nyonya muda.. Yang sabar iya nyonya muda menghadapi tuan muda,” sambung bi Marni “Iya bi. Terima kasih,” tukas Karin Bi Marni membantu Karin membersihkan pecahan piring di lantai. Karin kembali ke kamar setelah membersihkan pecahan piring di lantai bersama bi Marni. Huft.. Karin menghela nafas kasar mencoba melepas semua sakit di dadanya. Jika tahu semua akan seperti ini, mungkin Karin akan menolak permintaan mama Tania menikah dengan Natan. Tetapi Karin selalu memikirkan kebahagiaan orang lain terutama kebahagiaan adik-adik panti asuhannya dan mengorbankan kebahagiaannya sendiri. “Aku harus kuat demi adik-adik. Ini baru awal Karin. Batu yang keras saja bisa hancur jika ditetesi air hujan. Moga mas Natan bisa seperti itu. Aamiin...” Karin mengusap wajah dengan kedua telapak tangan mengaminkan doanya Karin mengerjakan pekerjaannya selama cuti menikah yang diambil Karin selama tiga hari. Karin tidak ingin berlama-lama mengambil cuti. Keputusan Karin tepat adanya. Melihat sikap Natan yang seperti ini maka Karin memutuskan untuk berangkat bekerja besok. Karin membantu pelayan di rumah Natan mengerjakan pekerjaan rumah. Tidak ada yang bisa melarang Karin melakukan pekerjaan rumah. Pelayan rumah merasa bersyukur kehadiran Karin bisa menghilangkan rasa sepi di rumah besar tuan muda mereka. *** “Lo kan seharusnya masih cuti Natan, ngapain lo udah masuk,” ucap Sean asisten sekaligus sahabat Natan dari kecil “Bisa bahas topik lain?” balas Natan dingin “Lo kenapa?” tanya Sean “Gue nggak suka sama pernikahan itu!” jawab Natan “Ok.. Gue nggak akan bahas itu,” tukas Sean “Hai sayang..” suara seorang wanita dengan tubuh ideal, tinggi dan langsing menginterupsi pembicaraan Natan dan Sean “Hai sayang.. Kok nggak bilang mau kesini sih,” balas Natan “Memangnya harus bilang dulu iya kalau mau ke kantor pacar?” wanita itu bergelayut manja di lengan Natan dan mengecup bibir Natan sekilas membuat Sean jengah melihat mereka. Sean meninggalkan ruangan Natan kembali ke ruangannya. Muak. Ya. Itu yang dirasakan Natan ketika nenek lampir atau wanita rubah pacar Natan datang ke kantor. Apalagi status Natan telah berubah sebagai seorang suami, namun Sean tidak habis pikir dengan pemikiran Natan yang mudah terbuai rayuan Caroline yang hanya menginginkan harta Natan. “Astaghfirullah.. Ya Allah.. Bukakanlah jalan pemikiran Natan dan sadarkan Natan dari kesalahannya serta jauhkan Natan dari wanita rubah itu. Aamiin...” Sean mengusap wajah dengan kedua tangannya mengaminkan doa Di dalam ruangan Natan tengah b******u mesra dengan sang kekasih hati tanpa mengenal waktu. Sean yang hendak pulang membatalkan niat berpamitan ke Natan ketika melihat adegan tidak senonoh dari balik kaca kecil yang ada di pintu ruangan Natan. Sean melihat jam di pergelangan tangannya waktu menunjukan pukul sembilan malam, namun wanita rubah itu masih ada di kantor Natan. Sean memutuskan pulang ke rumah terlebih dahulu meninggalkan Natan yang tengah asyik b******u. *** Karin menonton televisi di ruang tengah sembari menunggu Natan pulang. Makanan di meja makan telah terhidang dengan rapi. Walaupun Natan tidak akan menyentuh masakannya, namun Karin tetap memaksakan diri memasak untuk suaminya. Bi Marni merasa kagum dengan sifat Karin yang berbeda dengan pacar Natan yang selalu dibawa ke rumah. Suara deru mobil masuk ke halaman depan rumah terdengar di indera pendengaran Karin. Karin bangkit dari duduknya berjalan membuka pintu rumah utama. Karin membulatkan kedua bola mata ketika melihat Natan pulang bersama seorang wanita dengan pakaian kurang bahan dan bermesraan. “Kenapa melihat saya dan pacar saya begitu? Kamu lihat kan pacar saya yang sangat cantik. Beda jauh dengan kamu. Kumel,” sarkas Natan yang menghujam jantung Karin “Siapa sayang?” Caroline mendekap erat Natan “Asisten rumah tangga. Nggak usah dipeduliin. Ayo.. Kita ke kamar.” Natan dan Caroline berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Deg.. Sakit hati Karin kala lelaki yang telah menjadi suaminya mengakuinya sebagai asisten rumah tangga. Apalagi suaminya pulang bersama dengan wanita yang dikenalkan suaminya sebagai pacar. Buliran kristal bening lolos dari sudut mata Karin membasahi pipi Karin. Rasa sakit yang ditorehkan Natan kali ini benar-benar lebih sakit daripada pagi tadi. Karin menutup pintu utama lalu menyandarkan tubuh di pintu sembari mendongakan netra agar air mati tidak kembali jatuh ke pipi Karin, namun Karin tidak bisa menahan lajunya air mata itu. Ya. Karin hanya manusia biasa. Karin wanita yang lemah dan mudah tersentuh hatinya. Karin melangkah menuju kamarnya untuk memenangkan diri, namun soal ketika Karin berada di depan pintu kamar Natan terdengar suara desahan dari dalam kamar. Pikiran Karin berkecamuk ketika mendengar suara desahan dari dalam kamar sang suami. Karin terus melangkah dan berusaha menghilangkan apa yang baru saja didengar di depan kamar Natan. Karin membaringkan diri dikamar menutup wajah dengan banyak agar isak tangisnya tidak terdengar dari luar kamar. Bi Marni merasakan kesedihan yang menyayat hati melihat sikap Natan. Bi Marni ingin melaporkan semua kepada nyonya besar, namun bi Marni telah terikat janji dengan Karin. Bi Marni hanya bisa mendoakan Karin semoga kuat dengan semua ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD