“Saya terima nikah dan kawinnya Karin Almahyra Pratama dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Natan mengucapkan ijab qabul dengan lancar dalam satu tarikan nafas dan suara yang lantang.
SAH
SAH
SAH
Suara sah menggema para saksi pernikahan Karin dan Natan siang ini. Ya. Pernikahan Karin dan Natan terjadi akibat perjodohan orang tua Natan. Natan suka tidak suka harus menikah dengan Karin jika tidak ingin namanya dicoret dalam daftar ahli waris keluarga.
Natan Anggara William..
Putra semata wayang pengusaha sukses Bagas Willam dan istrinya Tania Larasati seorang dokter sekaligus pemilik rumah sakit tempatnya bekerja. Natan dijodohkan dengan Karin Almahyra Pratama seorang anak yatim piatu yang hidup di panti asuhan. Karin hidup sebatang kara sejak kecil dalam bimbingan ibu panti yang sangat menyayanginya, Ibu Rina.
Mama Tania langsung jatuh hati melihat Karin pertama kali ketika mereka melakukan acara bakti sosial di panti asuhan tempat Karin bernaung. Mama Tania bercerita kepada suaminya papa Bagas atau biasa dipanggil Bagas tentang Karin dan rencana menjodohkan Karin dengan Natan. Papa Bagas menyetujui rencana mama Tania. Papa Bagas tidak menyetujui hubungan Natan dengan pacarnya yang bernama Caroline, seorang model dan bintang sinetron yang hanya memanfaatkan kekayaan Natan. Tetapi papa Bagas menyayangkan sikap Natan yang sangat mencintai Caroline sehingga menutup telinga rapat tentang siapa dan bagaimana Caroline.
Hidup dan pergaulan Natan semakin tidak jelas semenjak Natan berhubungan dengan Caroline. Akhirnya papa Bagas dan mama Tania menggelar pesta pernikahan ini dalam waktu cepat dan tidak mempedulikan suka atau tidak sukanya Natan. Karin menerima pernikahan ini dengan jaminan adik-adik panti asuhan akan mendapatkan kehidupan yang layak dari papa Bagas dan mama Tania.
Disinilah mereka saat ini, pesta pernikahan Natan dan Karin yang dilangsungkan sederhana hanya dihadiri kerabat dekat dan teman dekat namun terkesan mewah dan elegan. Acara yang tertutup untuk umum sesuai permintaan Natan. Pasangan pengantin yang telah menyelesaikan prosesi ijab kabul itu kini berdiri di atas pelaminan menerima jabat tangan serta ucapan selamat dari tamu yang menghadiri pernikahan mereka.
Wajah dingin dan datar tanpa senyum diperlihatkan Natan kepada Karin ketika mereka tengah berdua di atas pelaminan menunggu tamu yang tengah mengantri menaiki pelaminan.
“Jangan harap kamu akan bahagia dengan pernikahan ini!” ucap Natan penuh intimidasi
Deg..
Perasaan tidak enak langsung mendera batin Karin. Pernikahan macam apa yang akan Karin lalui nanti bersama orang yang tidak mencintai Karin dan Karin juga belum mempunyai perasaan terhadap suaminya. Karin hanya berharap kepada Allah apapun yang akan dijalaninya nanti semoga semua baik-baik saja dan mendapat ridha Allah. Karin mengaminkan doa dan harapannya dalam hati sembari menerima ucapan selamat dari tamu satu demi satu.
Rangkaian acara demi acara telah berakhir tepat pukul sebelas malam. Natan memutuskan kembali ke rumah setelah acara resepsi berakhir dan menolak menginap di rumah orang tuanya. Karin mengikuti suaminya kembali ke rumah. Keheningan tercipta sepanjang perjalanan mereka menuju rumah ketika berada di dalam mobil. Natan fokus mengemudi mobil sedangkan Karin menatap keluar jendela dimana rintik hujan mulai membasahi bumi malam ini.
Karin mengikuti langkah Natan masuk ke dalam rumah mewahnya. Natan memperkenalkan Karin dengan dingin kepada pelayanan di rumahnya untuk formalitas agar pelayanan di rumahnya tidak ada yang mengadu ke orang tuanya. Natan berjalan ke kamar yang berada di lantai dua diikuti Karin.
“Siapa yang mengijinkan kamu ikut masuk ke kamar ini!” ucap Natan dengan nada tinggi
Deg..
Bagai dihujam ribuan pisau ketika mendengar ucapan bernada tinggi dari Natan yang kini telah menjadi suaminya. Selama Karin hidup di panti asuhan Karin tidak pernah dibentak sama sekali oleh ibu panti. Ibu Rina selalu memperlakukan anak panti dengan lembut dan penuh kasih sayang. Karin membeku di tempatnya tidak tahu harus berbuat apa karena Natan tahu pernikahan ini bukan keinginan Natan dan bukan keinginan Karin.
“Kenapa kamu masih diam di situ? Keluar dari kamar saya!” Bentakan Natan kembali layangkan kepada Karin istrinya
“Sa-saya harus tidur dimana pak?” Karin memberanikan diri bertanya pada Natan
“Terserah kamu tidur dimana! Disini banyak kamar. Kamu tinggal pilih ingin tidur dimana. Asal jangan tidur di kamar saya!” Natan berjalan ke arah lemari mengambil koper milik Karin yang dibawa orang suruhan papa mamanya, “Bawa barang-barang kamu dan jauhkan dari pandangan mata saya. Satu hal lagi. Jangan pernah berharap dengan pernikahan ini! Pernikahan ini hanya di atas kertas dan saya tidak akan pernah menganggap kamu sebagai istri saya! Saya sudah memiliki kekasih yang sangat saya cintai!”
Brak..
Natan menutup pintu kamar dengan kasar sehingga suara menggema terdengar hingga ke lantai bawah. Bi Marni pelayan senior di rumah Natan mengusap d**a ketika mendengar suara bantingan pintu dari kamar Natan yang mengejutkan bi Marni dan pelayanan lainnya. Bi Marni berjalan menaiki anak tangga menghampiri nyonya muda yang tengah menahan isak tangis di depan kamar Natan. Suara isak tangis Karin terdengar memilukan bagi siapa saja yang mendengarnya termasuk bi Marni.
“Nyonya muda.. Mari saya antar ke kamar nyonya,” ucap bi Marni sopan
Karin menghapus buliran tanpa warna yang mengalir lancang membasahi wajah cantik Karin , “Iya Bi.. Terima kasih,” balas Karin dengan suara parau.
Karin mengikuti langkah bi Marni menuju kamar yang berada tidak jauh dari kamar Natan. Bi Marni dan Karin masuk ke dalam kamar yang akan ditempati Karin.
“Bi.. Karin minta tolong jangan kasih tahu papa mama iya.” Karin memohon kerjasama dengan bi Marni
“Tapi nyonya..” Bi Marni menghentikan ucapannya karna dipotong Karin.
“Karin mohon bi.. Jangan kasih tahu papa mama demi kesehatan papa dan mama. Karin baik-baik saja bi,” pinta Karin
“Baik nyonya. Saya permisi.” Bi Marni keluar dari kamar Karin kembali ke kamarnya untuk beristirahat karena hari sudah larut malam
Karin menutup pintu kamar kemudian mendudukan tubuh di lantai dan menundukan kepala di antara paha dengan kaki yang terlipat. Tangisnya pecah dengan perlakuan Natan yang baru beberapa jam menjadi suaminya. Karin sadar ini konsekuensi yang harus Karin terima dan jalani, namun semua di luar pemikiran Karin. Natan sama sekali tidak seperti apa yang ada dipikiran Karin. Pernikahan ini bukan impian Karin. Pernikahan ini bukan keinginan Karin. Tapi Karin harus bisa bertahan demi kehidupan yang layak adik-adik pantinya.
“Ayah Ibu.. Karin tidak tahu dimana kalian saat ini. Namun Karin selalu berdoa pada Allah jika ayah ibu masih ada di dunia ini maka Karin mohon dipertemukan dengan ayah ibu. Jika ayah ibu telah berada di surgaNya maka Karin akan berdoa agar ayah ibu tenang di sana walau Karin membutuhkan ayah ibu disini. Apalagi saat ini.” Ucap Karin sendu dengan mata yang mulai membengkak akibat tangisannya
Karin menatap sekeliling kamar yang akan ditempatinya. Luas dan mewah, namun bukan ini yang Karin inginkan. Karin sama sekali tidak menginginkan kemewahan dalam hidupnya. Hidup sederhana penuh dengan kehangatan dan kasih sayang daripada hidup mewah namun kesepian. Karin mendongakan kepala lalu menghapus jejak air mata menggunakan ibu jarinya.
“Aku harus kuat. Aku harus kuat demi adik-adik aku di panti,” ucap Karin menyemangati diri sendiri