01

1125 Words
TITIK TEMU [01] Akun Siapa? ________________________ Ting! Nandan yang berada dibalik meja counter menatap ke arah pintu saat seorang cewek masuk ke dalam cafe, setelah meletakkan payungnya ke dalam tempat payung basah. Cewek itu mengibaskan rambutnya pelan dan mengusap-usap lengannya yang basah terkena air hujan. Sebenarnya Nandan bisa saja menawari untuk meminjamkan jaketnya, memodusi cewek cantik itu. Sayangnya, ada Albi yang sudah memasang wajah galak sambil mengelap meja. Cewek itu memperhatikan sekitar, belum ada satupun pelanggan di cafe ini. Entah dirinya yang terlalu pagi atau memang belum buka. Perasaan cewek itu menjadi campur aduk, dia buru-buru menatap jam tangannya. Sudah pukul delapan pagi. Tetapi beberapa cafe buka pukul sembilan atau sepuluh. Cewek itu semakin bingung apalagi tidak ada sambutan apapun untuk pelanggan. Bahkan, barista di depan counter pun tidak membuka mulutnya sama sekali. "Maaf Mas, sudah buka belum ya? Saya langsung masuk aja karena enggak ada tulisan buka atau tutup." Ucap cewek itu dengan wajah yang tidak enak. Nandan tersadar dari lamunannya ketika melihat cewek itu sudah berada di depannya, "eh, sudah, Kak. Maaf lupa!" "Selamat datang di Rainbow cafe. Kakak-nya mau pesan apa?" Tanya Nandan dengan senyuman ala-ala buaya cari mangsa—kata Liliana, teman Nandan. "Untuk menunya, semuanya ada di atas." Lanjutnya sambil menunjuk papan menu yang sudah terpasang. "Americano, satu." Pesan cewek itu dengan cepat. "Hot or Iced?" "Iced," jawabnya lagi Nandan mengetik pesanan cewek itu pada layar pesanan, "atas nama siapa ya, Kak?" "Shena," jawab cewek itu menyebutkan namanya. "Shena?" "S-H-E-N-A." Ucap cewek itu mengeja namanya. "Jangan salah kasih nama ya, Mas." Sambungnya. Nandan tersenyum, "beres itu, mah. Kalau Kakak-nya cantik, masa saya salah kasih nama." Cewek itu mengeluarkan uang dari dalam tasnya dan menyodorkannya kepada Nandan, "jadi kalau mau namanya benar nulisnya, harus cantik dulu, ya?" Albi yang sedang mengelap meja hanya bisa tertawa, apalagi ketika melihat wajah Nandan yang tiba-tiba muram karena merasa tertohok dengan jawaban cewek itu. "Makasih," ucap cewek itu setelah menerima minumannya. Albi diam-diam memperhatikan cewek itu, yang sekarang memilih duduk di dekat jendela sambil menyeruput minumannya. Padahal hujan semakin deras, cewek itu malah lebih memilih untuk meminum es daripada meminum minuman yang hangat. Mungkin, cewek itu adalah pelanggan Minggu ini. Mengingat betapa sepinya cafe-nya semenjak coffee shop terkenal buka cabang tepat di depan cafe-nya. Ah, atau mungkin cewek yang sedang duduk sambil menikmati kopinya itu datang karena mencari tempat berteduh saja atau bisa jadi ingin datang ke coffee shop di depan, tetapi masih tutup. Entahlah! Tidak lama kemudian ada sebuah mobil yang berhenti di depan cafe, mobil mahal keluaran terbaru. Ada seorang laki-laki berpakaian serba hitam mengeluarkan payung, lalu cewek itu keluar dari cafe sambil dipayungi oleh laki-laki itu. Albi sangat yakin jika cewek itu bukan dari kalangan biasa, bisa jadi anak konglomerat kaya. Nandan yang sempat menggoda cewek itu pun hanya bisa memandang kepergian cewek itu dengan tatapan sedih. Mungkin tidak ada kesempatan mendekati setelah melihat semua kemewahan yang melekat pada cewek itu. "Tajir kayanya," ucap Nandan sambil mengelus d**a. Mungkin merasa prihatin atas dirinya sendiri. Pantas saja susah digombali, horang kaya rupanya. Tetapi berbeda dengan Albi, cowok itu malah berpikiran lain. Cewek itu datang ke cafe-nya hanya untuk sekedar berteduh. Memang tak ada niatan untuk datang. Jujur saja, dia merasa sangat sedih karena kondisi Rainbow cafe yang semakin lama semakin sepi. Ingin sekali Albi menyerah, tetapi semuanya telah dikorbankan untuk cafe ini. Rasanya Albi merasa cukup berat untuk mengambil keputusan menutup tempat ini. "Mikirin apa sih, Lo?" Tanya Nandan yang keluar dari meja counter dan mendekat ke arahnya. Mereka saling duduk berhadapan, "gue mikir—" "Enggak usah mikir!" Serobot Nandan karena paham apa yang akan Albi katakan. "Lo enggak perlu mikirin gimana gaji gue atau apalah itu. Gue di sini bukan soal duit, tapi karena enggak ada kerjaan aja." Canda Nandan akhirnya. Albi yang awalnya merasa tersentuh pun langsung berdecak sebal, "baru aja gue mau terharu. Udah Lo rusak aja!" Tidak lama kemudian, lonceng Rainbow cafe terdengar kembali. Mereka menatap ke arah pintu di mana dua orang cewek dan satu orang cowok masuk ke dalam dengan membawa satu kantung plastik besar berisi snack dan satu kantung plastik tanggung dengan nama salah satu restoran fast food berisi makanan. "Kita datang..." Ucap salah satu cewek berambut panjang yang dikepang kepada Albi dan Nandan. "Bawa apa Lo?" Tanya Nandan yang langsung menyambut ketiganya dengan senyuman sumringah. "Gue bawain Albi," ketus cowok yang satunya memberikan satu kantong plastik penuh snack. Nandan cemberut, "semuanya aja dikasih Albi. Gue yang anak tiri ini bisa apa?" Mereka tertawa bersama. Ada Liliana, cewek berambut panjang yang dikepang tadi. Ada Sofya, cewek dengan rambut pendek yang memakai jepitan warna ungu. Dan ada Rilo, cowok berkacamata yang paling tinggi dan paling ganteng diantara Albi dan Nandan. Maklum lah, orang kaya. "Siapa yang beli?" Tanya Albi setelah menghidangkan milkshake di atas meja. "Eh, air putih dingin aja kali." Ucap Sofya tidak enak. "Kalau Lo mau air putih, sono ambil sendiri. Biar gue minum milkshake punya Lo." Jawab Rilo dengan tidak tahu diri. Liliana yang gemas langsung memelototi Rilo. Cowok itu hanya mengendus sebal dan akhirnya memilih untuk diam. "Santai aja, gue enggak akan secepat itu bangkrut." Jawab Albi sambil menarik kursi dan mendudukinya. Mereka sontak diam. Jujur saja, mereka sangat paham apa yang terjadi sekarang. Namun, mereka tidak mau membahas hal itu. Mereka tahu jika Albi tidak mau dikasihani. Terlebih, Albi bukan orang yang mudah menyerah. "Udah-udah, makan yuk! Gue lapar nih." Ucap Nandan mencairkan suasana. "Besok-besok bawa ikan gurame asam-manis boleh juga tuh, Ril." Lanjutnya. Rilo yang merasa terpanggil hanya memasang wajah galaknya, "udah dikasih makan, ngelunjak lagi Lo." Nandan hanya cengengesan dan mereka semua mulai makan. Albi menatap teman-temannya, mereka benar-benar menemaninya sampai keadaan sulit sekalipun. Andaikan dirinya bisa memberikan sesuatu seperti yang sering mereka lakukan sekarang, mungkin Albi akan lebih tenang. Sayangnya, untuk saat ini, Albi hanya bisa memberikan mereka minuman. Alih-alih memberikan yang lainnya, makan pun terkadang mereka yang menunjang. "Rencana Lo apa sekarang?" Tanya Rilo disela makan kepada Albi. Albi mengangkat kedua bahunya bingung, "entahlah. Berulang kali gue mikir dan menutup cafe ini adalah jalan terbaik menurut gue. Tapi, si Nandan kayanya yang enggak ikhlas. Herannya, ada gitu yang mau kerja tanpa digaji." "Asalkan kerjanya sama Lo," ucap Nandan seraya memberikan finger heart kepada Albi. "Najis!" Tandas Albi dengan tidak sopan. "Jahat banget sih Lo!" Ketus Nandan yang tidak ditanggapi oleh Albi sama sekali. Mereka sibuk berbincang-bincang sampai sebuah notifikasi di ponsel Albi terdengar. Albi menatap layar ponselnya yang ramai oleh notifikasi dari akun Layarkaca milik Rainbow cafe. "Akun siapa sih ini, komentar akun Rainbow cafe jadi rame." Ucap Albi mengerutkan keningnya. "ShenaShen22," ••••• CATATAN : Layarkaca (akun sosial media) = Ig, sss, dll. Watching (media menonton video) = youtube dll.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD