POV Asya Empat jam di ruang operasi tidak terasa, tapi menunggu di luar seperti ini rasanya sangat menyesakkan. “Aku yakin kamu kuat,” lirihku seorang diri merujuk pada Farhan yang tengah berjuang di dalam sana. Ganda datang mengusap punggungku lembut, menyemangatiku. “Kamu tahu Farhan bukan tipe orang yang akan mudah menyerah. Dia akan baik-baik saja, Sya.” Aku mengangguk setuju. Saat ini, aku duduk di ruang tunggu rumah sakit. Jantungku berdebar-debar dan pikiran terus berputar memikirkan Farhan. Namun, aku tahu aku tidak boleh lemah, tidak boleh hancur. Farhan membutuhkanku, dan aku harus tetap kuat untuknya. Aku sangat menantikan menyambutnya keluar dari ruangan operasi. Waktu terasa berjalan begitu lambat. Setiap detik terasa seperti menit, dan setiap menit terasa seperti jam.

