Ziona menggigit bibir saat mengoleskan salep di pipi kirinya yang masih terasa nyeri.
“Sepertinya pria gila tadi menamparmu cukup keras,” geram Noah, tidak terima melihat pria melukai seorang gadis dengan mudahnya. Apalagi sampai melakukan kekerasan! Bagi Noah, hanya pria b******k dan pengecut yang melakukan hal memalukan seperti itu!
Pria sejati tidak akan pernah melukai wanita manapun.
Lagipula jika ingin menunjukkan kekuatan, setidaknya harus mencari lawan yang sepadan kan? Bukannya melukai gadis lemah! Sungguh memalukan!
“Begitulah. Tapi setidaknya aku bersyukur karena kamu muncul tidak lama kemudian. Kamu tau, sejak malam ini aku akan menganggapmu sebagai pahlawanku,” kekeh Ziona, tampak rileks. Setidaknya dengan bersikap santai membuat rasa gugup Ziona berkurang.
Dan selama 30 menit ke depan, Ziona dan Noah sibuk berbincang sambil menyantap sepiring nasi goreng yang memang berjualan di parkiran apotek yang cukup luas. Obrolan mereka mengalir lancar bagaikan teman lama.
“Sudah malam, aku akan antar kamu pulang,” ucap Noah, menunjuk ke arah motornya.
“Tidak perlu, Noah. Serius. Aku tidak ingin merepotkanmu lagi.”
“Tapi aku tidak merasa direpotkan. Dan lagi aku tidak mungkin membiarkan teman kantorku pulang sendirian selarut ini kan? Lagipula apa kamu tidak mau berteman dengan anak magang sepertiku?” tanya Noah sambil mengangkat alis.
Ya, saat mengobrol tadi akhirnya mereka tau kalau ternyata mereka berdua memang satu kantor, hanya beda divisi. Ziona bekerja di divisi finance accounting sebagai karyawan tetap, sedangkan Noah berada di divisi marketing sebagai anak magang.
Tidak heran kalau Ziona belum familiar dengan wajah Noah karena pria itu memang baru magang selama 2 minggu terakhir di perusahaan.
“Bukan begitu. Hanya saja…”
Ucapan Ziona terhenti, gadis itu mendesah pelan. Tidak ingin Noah salah paham dengan penolakannya, namun juga tidak ingin merepotkan pria itu lebih jauh.
“Begini saja, kamu cukup antar aku sampai ke halte busway, okay? Aku tidak ingin membuat anak magang kelelahan hingga bangun kesiangan besok!”
Noah mengangkat bahu, pasrah. Tidak ingin mendesak. Sadar kalau ini baru pertemuan pertama mereka. Wajar jika Ziona belum ingin memberitahu tempat tinggalnya pada Noah kan? Bisa dimaklumi.
“Baiklah, aku akan mengantarmu sampai ke halte busway.”
“Thanks, Noah.”
“No worries.”
Keesokan paginya…
Noah masuk ke kantor divisi finance accounting, tempat dimana Ziona berada. Baru pukul 7.20, belum saatnya bekerja, jadi tidak masalah jika ingin berbincang sejenak kan?
“Morning, Zi!” sapa Noah membuat Ziona menoleh dan terbelalak kaget saat Noah berada di ruangannya. Tidak menyangka kalau pria itu berani mampir ke divisinya yang terkenal dengan kegalakannya.
Bagaimana tidak? Sebagai seorang finance staff dan juga akuntan yang berhubungan dengan keuangan perusahaan, mereka sudah sering dicap galak karena harus mengetahui alur pengeluaran dan pemasukan perusahaan dengan sejelas-jelasnya, bahkan cenderung detail dan bersikap perfeksionis karena tidak ingin membuat kesalahan.
Bahkan tidak jarang karyawan dari divisi lain menuduh mereka mempersulit bagian operasional dengan meminta laporan lengkap sebelum mencairkan dana yang diminta. Tidak heran kalau karyawan lain enggan mampir ke divisi finance accounting seperti yang Noah lakukan pagi ini.
“Morning!” balas Ziona setelah rasa kagetnya mereda.
“Kamu udah sarapan?”
Ziona melambaikan roti tawar berisi selai srikaya yang belum disantapnya. Noah mengangkat alis, heran.
“Kamu yakin kenyang hanya makan roti sekecil itu?”
Ziona meringis kecil. Sejujurnya roti tidak akan bisa membuatnya kenyang, bahkan hanya bertahan selama 30 menit setelah itu Ziona akan kembali merasa lapar! Tapi masalahnya Ziona tidak sempat membeli sarapan karena tukang nasi uduk langganannya sudah dijejali oleh banyak fans! Jika Ziona nekat mengantri, dirinya pasti akan terlambat kerja!
Apalagi Ziona juga masih harus berjuang menunggu busway yang fansnya selalu berlimpah setiap jam berangkat dan pulang kerja! Nasib karyawan budget minimalis!
Ringisan Ziona membuat Noah paham.
“Aku akan tunjukkan tempat sarapan paling enak dan murah meriah. Tidak jauh dari sini kok, aku yakin kita tidak akan terlambat!” ucap Noah saat melihat keraguan di mata Ziona.
“Oke!”
Beberapa saat kemudian…
Ziona terbelalak kaget saat menyantap nasi uduk di hadapannya. Ucapan Noah ternyata bukan hanya sekedar iklan, tapi rasa nasi uduk ini memang enak. Murah pula!
Sangat terjangkau untuk karyawan sepertinya. Heran, padahal Ziona sudah bertahun-tahun bekerja di perusahaan ini, tapi kenapa Noah seolah lebih tau tentang area di sekitar kantor? Bahkan pria itu bisa menemukan tempat sarapan seenak ini! Luar biasa!
“Bagaimana? Enak kan?”
“Sangat enak! Bagaimana kamu bisa tau tempat makan seenak ini? Murah pula! Apalagi tempatnya tidak umum, meski lokasinya tidak jauh dari kantor.”
“Anak magang sepertiku harus berhemat, jadi daripada makan di kantin kantor, lebih baik cari makanan lain yang harganya lebih terjangkau!” kekeh Noah.
Ziona mengangguk paham. Wajar, dirinya juga pernah menjadi anak magang dulu. Dan saat itu Ziona harus memutar otak agar gajinya yang super pas-pasan bisa cukup hingga satu bulan ke depan! Miris!
“Aku pernah merasakannya, jadi aku paham maksudmu.”
“Dan kamu tidak keberatan dengan hal itu? Padahal itu artinya kamu berteman dengan orang ‘miskin’ sepertiku,” balas Noah sambil membuat tanda kutip pada kata ‘miskin’.
“Aku tidak pernah keberatan dengan hal tidak penting seperti itu, lagipula aku juga bukan orang kaya!" balas Ziona cuek.
“Aku bersyukur kalau begitu, karena itu artinya akhirnya pria magang yang miskin ini sudah memiliki teman baru di kantor!” kelakar Noah membuat Ziona tergelak.
Dan setelah itu hubungan mereka semakin dekat, bahkan tanpa disadari perasaan mereka semakin berkembang, lebih dari sekedar teman, membuat mereka belajar akan arti cinta dan pengorbanan yang sesungguhnya!