Sudah Menjalin Hubungan

1083 Words
Kini Rania dan Ahana sudah berdiri saling berhadapan dan tatapan mata Rania tertuju pada pulpen yang ada di genggaman tangan sang kakak. "Itu pemberian dari Kak Elang, 'kan?" tanya Rania menebak. Ahana hanya menebak dengan senyuman tulusnya karena ia terlalu senang mendapatkan hadiah kecil itu dari Elang. Rania langsung membuka kado yang terdapat tulisan dari siapa kado itu berasal. Sebuah boneka beruang berwarna pink dengan pita yang hampir sama dengan robekan gaun milik Ahana waktu itu. "Ini dari Kak Elang dan Kakak bisa melihat lebih berharga mana hadiah yang dia berikan, bukan? Jadi, jangan pernah berharap lebih karena aku tahu, sepertinya pulpen itu memiliki makna yang cukup besar untukmu, Kak!" Rania menatap kakaknya tajam. Ahana hanya diam dan menelaah setiap ucapan yang dilontarkan adiknya. "Aku paham maksudmu, Rania! Kau tenang saja, lebih berharga boneka itu daripada hanya sebuah pulpen kecil ini," jelas Ahana mencoba terus tersenyum meski terasa sakit. Akhirnya Rania tersenyum manis pada Ahana dan pergi meninggalkan gadis sulung itu sendiri tanpa rasa bersalah. Ahana hanya bisa menghela napas panjang karena sifat Rania memang seperti itu dari dulu. 13 tahun berlalu Seorang gadis cantik tengah mengumbar senyum berjalan ke arah pintu masuk rumahnya. "Aku pulang, Ma!" teriak gadis dengan penampilannya begitu fashionable tersebut. Indah yang sudah terlihat menua, berjalan ke arah sang putri untuk menyambut kedatangannya. "Sudah datang, Nak?" tanya Indah pada Rania. "Sudah dan ini undangan untuk Mama dan Ayah, karena besok lusa acara wisudaku," jelas Rania begitu kegirangan. Indah ikut bangga dengan anak bungsunya itu. "Selamat ya, Nak!" ujar Indah pada putrinya. "Siapa yang akan wisuda?" tanya Edi. Pria paruh baya itu masuk dari arah taman rumah tersebut. Rania langsung berlari berhambur memeluk tubuh sang Ayah. "Aku lusa akan wisuda dan janji Ayah harus di tepati, jika nilai yang aku dapatkan bagus, 'kan?" ungkap Rania menagih janji ayahnya. Pria berumur yang sudah menggunakan kacamata itu tersenyum sembari berkata, "Ayah tak akan lupa dengan janji yang sudah Ayah katakan jadi, ... bersiaplah menaiki mobil yang kau inginkan," tutur Edi. Tuan rumah keluarga Sucipto mengusap lembut puncak kepala putri bungsunya. "Mas, jangan terlalu meman--" "Ini bukan memanjakan anak-anak, ini hadiah baginya karena sudah mendapatkan nilai bagus, Ma!" ujar Edi memotong ucapan Indah. Rania yang mendapatkan dukungan besar dari sang ayah hanya bisa tersenyum penuh kemenangan dan pergi meninggalkan ruangan itu menuju arah kamarnya di lantai dua. "Mas, seharusnya Mas tidak melakukan hal itu, perlakukan dia seperti Ahana, Mas! aku tak ingin nantinya Rania salah jalan dan ... hal buruk akan menimpanya," oceh Indah pada suaminya. "Jangan samakan dia dengan Ahana, mereka berdua berbeda dan Ahana sudah sanggup mencari uang sendiri sebelum dia bekerja seperti sekarang ini. Jadi, biarkan Rania mendapatkan apa yang dia inginkan dariku, sebelum nantinya dia bekerja dan tak akan meminta apa pun dariku lagi," ungkap Edi dengan wajah tak bersahabat. Edi langsung pergi meninggalkan Indah sendirian yang saat ini tengah termenung memikirkan Ahana. "Kenapa kau sepertinya membedakan Ahana, Mas! dia anakmu dan Diandra, kenapa setelah kehadiran Rania, aku merasa kau mengabaikan kasih sayangmu untuk Ahana, Mas!" Indah bergumam tanpa sadar meneteskan air mata. "Mama!" panggil seorang gadis lainnya dari arah belakang tubuh Indah. Secepat mungkin air mata yang sudah menetes itu ia usap sembarangan, agar putri sulungnya tak curiga. "Kau sudah pulang, Sayang!" sambut Indah langsung memeluk Ahana begitu erat. "Ada apa, Ma? kenapa Mama tiba-tiba aneh begini?" tanya Ahana. Tiba-tiba gadis cantik itu merasakan pelukan begitu erat dari ibu sambungnya. "Tidak apa-apa, mama hanya ingin memelukmu seperti ini, kau akhir-akhir ini sibuk sekali dan jarang pulang secepat ini," bual Indah untuk menutupi kebenarannya. Ahana mendorong sedikit tubuh ibu sambungnya. "Banyak pesanan kue, Ma! Jadi, aku harus turun langsung ke dapur untuk memastikan semuanya berjalan dengan lancar," jelas Ahana tersenyum manis pada sang Ibu. "Jika kau terus begini, kapan kau akan menikah," Indah bergurau diikuti gelitikan manja pada perut Ahana. "Aku masih ingin mengumpulkan uang dulu, Ma! untuk biaya hidup saat nanti sudah menikah, aku tak ingin bergantung pada suamiku," jelas Ahana yang memang sudah sejak kecil terbiasa mandiri. Indah begitu malu pada dirinya sendiri karena ia merasa gagal menjadi seorang ibu bagi putri kandungnya yaitu, Rania. "Kau memang sangat sukses mendidik seorang anak sampai menjadi seperti ini, Diandra! maafkan aku karena sudah membuatnya kehilangan kasih sayang dari ayahnya karena kehadiran anakku," sesal Indah dalam hatinya. Ahana langsung mengusap air mata yang tiba-tiba saja keluar dari pelupuk mata sang ibu sambung. "Mama kenapa menangis begini? Apa Ayah melakukan sesuatu pada, Mama?" tanya Ahana terlihat begitu khawatir dengan keadaan sang ibu. "Tidak, Nak! Mama hanya bangga bisa memiliki seorang putri yang begitu cantik dan pintar seperti dirimu," ungkap Indah jujur. Indah kembali memeluk tubuh Ahana begitu erat. "Besok lusa acara wisuda adikmu, kau harus ikut, ya?" paksa Indah dengan wajah memohon pada Ahana. Ahana terlihat berpikir karena ia masih mengingat jadwal apa saja untuk hari Sabtu. "Sepertinya pesanan untuk hari Sabtu masih bisa di kerjakan oleh karyawan. Jadi, aku akan ikut," tutur Ahana memutuskan ikut menghadiri acara wisuda adik perempuannya. Indah tersenyum bahagia karena semua keluarganya akan berkumpul dalam acara itu. Hari penting pun tiba, penampilan Rania pagi ini sungguh terlihat begitu cantik dan seksi karena baju kebaya yang ia gunakan begitu pas ukuran di badannya, di tambah lagi riasan yang begitu cantik. "Kau cantik sekali," puji Ahana pada adiknya. "Tentu saja aku harus cantik, Kak! selain hari penting, ada orang penting yang akan menghadiri wisudaku," jelas Rania dengan bangganya. Ahana hanya bisa tersenyum karena watak adiknya memang seperti itu dan ia bisa memakluminya. Baju mereka bertiga kembar. Namun, model baju yang dikenakan Ahana berbentuk dress mekar tanpa memperlihatkan bentuk tubuhnya karena ia cukup risih dengan hal itu. "Sudah selesai semua?" Edi bertanya dan pria dari dua anak itu sudah menggunakan jas dan terlihat begitu gagah, meskipun usianya sudah tak muda lagi. "Sudah, Yah! sekarang kita bisa berangkat," ujar Ahana tersenyum manis. "Kalian berangkat bersama saja karena aku akan di jemput oleh kekasihku," ungkap Rania tanpa ragu di hadapan ayah dan ibunya. Suara klakson mobil terdengar dan Ahana sangat familiar dengan bunyi klakson itu. "Kak Elang," gumam Ahana tanpa sadar langsung melihat ke arah luar. Benar saja, mobil sport berwarna hitam sudah berada di dalam halaman rumahnya. "Jadi, putri kita akan segera menjadi Nyonya Bimantara," goda Edi pada Rania. Senyum manis gadis itu tersungging indah. "Doakan saja ya, Ayah!" Rania langsung pergi meninggalkan ruangan itu dengan teramat sangat bahagia tanpa memperdulikan perasaan seorang gadis yang terkejut melihat semua kenyataan itu. "Jadi, ... mereka ... sudah menjalin hubungan?" tanya Ahana dalam diamnya karena saat ini, ia tak mampu berkata apa-apa lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD