Dengan Keris Naga Langit di tangan dan Permata Keseimbangan yang tersemat di gagangnya, memancarkan aura perlindungan halus, Arya dan Kinara meninggalkan Hutan Angker. Mereka kini menuju Ibu Kota, sarang Raja Bhairawa, tempat kegelapan paling pekat bercokol. Mereka tidak sendirian. Mereka dibantu oleh Nyi Ratih, pemimpin karismatik dari Jaringan Senyap, kelompok pemberontak bawah tanah yang telah lama menunggu sinyal kebangkitan Pewaris Naga. Nyi Ratih dan Kinara merencanakan penyusupan yang berani.
Mereka menyusup melalui jaringan gorong-gorong yang kotor dan berbau, lorong-lorong gelap yang terentang di bawah kemegahan palsu Istana, menuju jantung kekuasaan Bhairawa. Tugas pertama: mengambil Permata Surya di Kuil Agung yang terletak di bawah Istana. Tujuannya bukan lagi sekadar mencari keadilan, tetapi untuk menyatukan dua kunci: spiritual dan politik, demi Mandira yang seimbang.
Di Gudang s*****a bawah tanah Kuil Agung, Arya dihadang oleh Jendral Bayu, ahli Silat Anti-Bayangan yang dikenal mampu membekukan Batin musuhnya. Pertarungan ini adalah ujian strategi yang sangat penting. Jendral Bayu, dengan baju zirah hitamnya, menciptakan Klon Es yang menggerogoti energi Arya, merusak fokus Batinnya. Arena berubah menjadi pertempuran pikiran dan suhu. Arya tahu ia harus mengandalkan Kerisnya. Ia menggunakan panas spiritual yang dipancarkan oleh Keris Naga Langit untuk menghancurkan setiap klon es yang mendekat, menciptakan uap tebal yang membingungkan pandangan Jendral. Kemudian, dengan kecepatan Silat Bayangan yang tak tertandingi di tengah kabut uap itu, ia menemukan dan menyerang titik lemah di zirah Jendral Bayu. Pukulan terakhir, diperkuat oleh Batin yang tersisa, menghancurkan zirah es Jendral. Bayu roboh, dikalahkan oleh kehangatan pusaka kebenaran. Arya mengambil Permata Surya, batu kristal merah yang terasa panas dan berdenyut, dan menyatukannya dengan Permata Keseimbangan di liontin gioknya.
Tepat saat kedua pusaka bersatu dan memancarkan cahaya yang menyilaukan sesaat, Nyi Ratih melancarkan sinyal dari luar: Revolusi Rakyat telah meletus! Rakyat Mandira yang tertindas, yang telah lama disiapkan oleh Jaringan Senyap, menyerbu gerbang, menciptakan kekacauan sempurna di seluruh Istana. Arya tahu ini adalah waktunya. Ia meninggalkan Kinara dan Nyi Ratih untuk memimpin perlawanan di luar, dan menyusup ke Aula Singgasana.
Aula Singgasana hening mencekam, kontras dengan gemuruh pertempuran di luar. Di sana, di atas takhta batu gelap yang dikelilingi lambang naga haus darah, Raja Bhairawa menanti. Bhairawa tidak menyerang dengan pedang. Ia menyerang dengan Ilmu Sihir Hitam yang mengerikan. Aura kegelapan menyelimuti Aula, memutarbalikkan akal sehat dan ruang. Udara terasa berat, menekan jiwa Arya. Bhairawa melepaskan pusaran energi gelap murni yang mampu menghancurkan apa pun yang disentuhnya.
Arya maju. Ia kini diperkuat oleh Keris Naga Langit dan kedua permata—Bayangan dan Cahaya, Spiritual dan Politik—bergerak. Ia adalah perpaduan bayangan dan cahaya, kecepatan dan kebenaran. Ia tidak menangkis kegelapan; ia menyerap dan menyalurkannya. Keris Naga Langit menjadi konduktor, Permata Keseimbangan menyeimbangkan energi Batinnya, membuatnya kebal terhadap sihir.
Dalam Duel Pamungkas, pertarungan antara kebaikan dan kejahatan mutlak, Arya menggunakan kecepatan Silat Bayangan yang tak tertandingi, menari di antara pusaran sihir gelap Bhairawa. Ia menusukkan Keris Naga Langit lurus ke jantung tiran itu. Cahaya Kebenaran dari pusaka itu berbenturan dengan intisari kegelapan Bhairawa. Raja itu tidak berteriak kesakitan fisik, melainkan jeritan kehampaan dan kekalahan total saat seluruh sihir gelapnya ditarik keluar dan disucikan. Tubuhnya hancur menjadi debu hitam, dan Mandira bebas!
Saat debu Bhairawa menghilang, Kinara dan Nyi Ratih masuk, wajah mereka penuh haru. Mereka berlutut di hadapan Arya. Tahta, legitimasi, dan kekuasaan kini adalah miliknya. Ia adalah satu-satunya Pewaris Naga yang didukung oleh pusaka dan rakyat.
Namun, Arya mengingat janji di dimensi jiwa, janji pengorbanan yang memenangkan Permata Keseimbangan. Ia melihat Kinara, dan ia tahu kebahagiaan pribadi mereka adalah harga yang harus ia bayar.
Arya berjalan ke depan takhta. Ia meletakkan Keris Naga Langit dan Permata Surya di alas batu.
"Saya telah menunaikan sumpah pengorbanan saya," ujar Arya, suaranya mantap, bergema di Aula yang sunyi. "Mandira tidak butuh Raja. Mandira butuh Keseimbangan."
Arya menolak mahkota. Ia menyerahkan kepemimpinan kepada Dewan Tetua baru yang dipimpin oleh Kinara dan Nyi Ratih, figur yang kompeten, berjiwa murni, dan didukung rakyat.
Arya menghilang ke dalam malam. Ia kembali menjadi legenda. Ia menjadi Penjaga Senyap, arwah tak terlihat yang menjamin Keseimbangan Mandira. Ia telah mengorbankan segalanya—takhta, nama, dan kebahagiaan pribadi—tetapi dengan begitu, ia menjadi Pewaris Naga yang paling agung.
Mandira kembali bersinar di bawah Fajar Keseimbangan. Dan di kejauhan, di antara kabut abadi, sang Jawara akan selamanya mengawasi.