5. Fetis Aneh

1058 Words
Prabu terkejut mendapati ayahnya ada di depan mata. Artinya Gatot mengetahui apa yang dilakukan di rumah Dina? Wajahnya langsung pucat pasi. Meskipun ia yakin ayahnya tidak akan mengadu pada Jannah, tetapi ia malu saat tahu ayahnya melihat kebejatan yang baru saja dilakukan. "Sudah sering kamu melakukan ini sama istri istri yang tinggal di rumah kontrakan Papa?" tanya Gatot langsung ke intinya tanpa berbasa-basi dulu. Prabu mengusap keringat yang mengalir dari kening. Tangannya gemetar dengan suara napas memburu seperti melihat seekor Beruang yang ingin memangsanya. "Jawab Papa, apa kamu sudah sering melakukan ini? Papa tahu kelakuan kamu. Kamu kan mau menikah, kenapa kamu mengkhianati Jannah? Kurang apa pacar kamu yang bahenol itu?" tanya Gatot, kali ini dengan nada lebih tinggi satu oktav. Prabu menundukkan kepalanya. Buru-buru menyelesaikan memasang sepatu sambil melirik ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada yang tahu dia sedang dimarahi sang ayah. Selesai memasang sepatu, Prabu berdiri kemudian mengajak ayahnya untuk pulang ke rumah yang tidak terlalu jauh dari kontrakan. "Jawab pertanyaan Papa! Kamu udah sering berhubungan sama para istri penghuni kontrakan? Berapa banyak wanita yang kamu tiduri?" tanya Gatot. Prabu menundukkan kepala sambil menggandeng lengan ayahnya. Tidak ada jawaban sama sekali, karena ia takut ada yang mendengar. Sementara Prabu masih saja menekan anaknya agar berbicara. "Jawab Papa, Prabu! Kelakuan kamu itu memalukan tahu gak kamu? Bisa bisanya kamu memanfaatkan keuangan mereka untuk bersenang-senang. Daripada kamu membayar kontrakan mereka cuma demi apem basah, mending kamu kumpulkan uang itu untuk membeli rumah. Sebentar lagi kan kamu menikah dengan Jannah." Prabu masih diam saja, boro-boro menjawab, menatap mata ayahnya saja dia tidak memiliki nyali. Untungnya si ayah bukan tipe lelaki ringan tangan. Sesampainya di rumah yang cukup mewah, meski hanya berpagar bambu. Mereka masuk ke teras dan duduk di depan rumah. Gatot menarik napas panjang, menatap anaknya yang masih saja diam membisu seperti keselek jengkol. "Kamu selingkuh sama istri orang, apa kamu gak mikir bahayanya? Kalau sampai kamu ketahuan, kamu bisa dijadiin rendang sama suaminya. Kamu ini udah dewasa, berpikir yang bijak lah. Kalau kamu mau, jangan melakukan itu sama istri orang. Kan masih banyak LC di luaran sana." Gatot mulai memelankan nada bicaranya. Kali ini Prabu baru berani menatap wajah sang ayah yang terlihat sangat kecewa padanya. "Maaf Pa, aku tahu aku memang salah, tapi semua ini aku lakukan demi kesenangan aja. Aku bosan kalau harus mencicipi milik Jannah, aku ingin merasakan sensasi yang berbeda dan sebenarnya aku gak terlalu suka sewa LC karena kurang menantang." Gatot berdecak sambil menggeleng berkali-kali. Jawaban sang anak sungguh diluar nurul. Bisa-bisanya Prabu mengatakan bosan mencicipi Jannah, sedangkan dia sendiri belum pernah.... "Jadi sebenarnya kamu itu serius atau gak sama Jannah? Atau kamu hanya main main saja sama dia? Kamu gak beneran cinta sama dia? Kalau benar begitu, Papa gak akan setuju sama pernikahan kalian. Kasihan anak orang kalau kamu permainkan seperti itu ... dia sudah benar-benar ingin dinikahi tapi kamu masih main-main seperti ini. Jangan sampai kamu menyakiti dia! Papa gak akan setuju kalau kamu mempermainkan perempuan, apalagi perempuan itu seperti Jannah yang sangat baik dan cantik." Prabu menghela napas panjang, menatap ayahnya. "Aku serius menjalani hubungan sama Jannah Pa. Papa tenang aja soal itu." "Terus tadi kamu bilang bosan, seperti apa? Masa punya pacar tapi bosan. Gimana kalau kamu udah nikah sama dia, apa kamu juga bakal mencari pelampiasan ke wanita lain?" Prabu menggeleng. "Gak akan Pa, kalau sekarang wajar aku masih main main karena aku dan Jannah belum menikah, tapi kalau aku udah nikah sama Jannah, gak akan aku mempermainkan dia lagi. Papa percaya saja sama aku." "Oke, Papa pegang omongan kamu. Awas aja kalau kamu berani mempermainkan Jannah ataupun mengulang kegilaan kamu lagi. Jangan pacari istri orang, apalagi dia penghuni kontrakan Papa. Jangan bodoh, mau aja kamu membuang uang untuk apem basah yang sudah dimiliki suaminya." "Hmm," sahut Prabu datar. Entah dia benar-benar mendengar nasihat ayahnya atau hanya menganggap angin lalu saja, yang jelas... wajahnya terlihat sangat bosan mendengar ocehan sang ayah. "Sekarang kamu masuk ke rumah! Papa mau melanjutkan menagih kontrakan," ucap Gatot lalu berdiri dari duduknya. "Papa gak tertarik nyobain salah satu dari istri istri itu? Mereka cantik cantik dan tubuhnya bagus bagus, Pa," goda Prabu. Gatot melotot. "Jangan samain Papa sama kamu. Papa gak akan mau sama istri orang." Prabu mendelik, tidak yakin. "Kita lihat aja nanti, pasti Papa kemakan omongan sendiri. Apalagi Papa udah lama jadi duda." "Gak akan. Papa itu kuat godaan. Lagian Papa udah tahu daleman mereka seperti apa. Papa udah gak tertarik lagi." Prabu mengernyitkan keningnya. "Udah ngeliat daleman mereka?" Ucapan sang ayah terdengar ambigu di telinga. Mencicipi seperti apa? "Jangan bahas itu lagi! Kamu masuk saja ke dalam, Papa mau menyelesaikan urusan Papa. Enak banget mereka semua belum bayar kontrakan, mereka pikir Papa kasih mereka tumpangan gratis di sini." Gatot pun melangkah menuju kontrakan kontrakannya yang berbaris rapih seperti rumah subsidi. *** Berbeda dengan Prabu yang masih bersenang senang dengan hobi menjijikkan. Jannah sedang sibuk memilih katering yang cocok untuk lidah para tamu nanti. Resepi pernikahan mereka nanti tidak akan meriah. Menyesuaikan budget saja, tapi Jannah ingin makanan di acaranya nanti dapat dinikmati para tamu undangan yang datang. "Apa pesan makanan tradisional Sunda aja?" gumam Jannah sambil melihat lihat menu menu restoran. Saat ini ia sedang berada di dalam kamar kosan yang tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman untuk dihuni. Kosan itu dibayar oleh Prabu setiap bulan, sedangkan Jannah hanya bekerja sebagai waiters di sebuah kafe pinggiran Jakarta. Kedua orang tuanya ada di kampung, dan mereka sudah berjanji akan datang saat pernikahan nanti. "Telepon Mas Prabu aja ya, aku pusing milihnya." Jannah mengambil ponsel dan menghubungi Prabu. Telepon darinya langsung diterima oleh calon suami di ujung sana. "Halo Sayang," ucap Jannah. "Halo, Jannah. Ini Papa, kebetulan Prabu lagi keluar sebentar. Dia lagi beli makan malam untuk kami berdua. Kamu mau bicara sama Prabu ya? Telepon lagi saja nanti." "Oh, Papa... maaf ya Pa, kirain aku tadi Mas Prabu. Kalau begitu nanti aku telepon lagi deh. Sekali lagi maaf ya Pa." "Iya Nak Jannah, gak apa apa. Oh iya, kamu mau bicara soal apa? Nanti kan bisa langsung Papa sampaikan sama Prabu." "Aku mau bicara soal katering Pa, nanti aja bahas sama Mas Prabu." "Hmm, iya sudah kalau memang begitu." "Iya Pa, maaf ganggu ya." "Gak apa apa Nak, hmm, kalau boleh... Papa simpan nomor kamu ini ya. Sebentar lagi kan kamu jadi menantu Papa." "Oh, iya Pa. Boleh kok."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD