Wanita Muda

1757 Words
“Menambahkan tenaga kerja (labor) dan bahan (capital) akan meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan, namun tidak selamanya efektif dan murah. Pada awalnya memang total biaya per produk menurun –sehingga keuntungan pre produknya naik—namun pada suatu titik setelah keadaan optimal, keadaan akan berbalik, sehingga penambahan tenaga kerja dan bahan hanya akan membuat keuntungan mengecil, bahkan bisa menyebabkan kerugian. Seperti itu, ‘kan?” Mr. Branson mengangguk senang mendengarkan penjelasan Jackie tentang materi yang sudah dipelajarinya. “Betul sekali, Leona.” “Oh iya, Mr. Branson, aku baru saja mempelajari sedikit tentang valuasi saham semalam,” kata Jackie sembari menyambar sebuah buku teks kuliah berjudul “Investments”, lalu membuka bab yang ia maksud. “Aku masih bingung dengan valuasi menggunakan teknik arus kas diskonto dan teknik relatif.” “Hmm,” gumam Mr. Branson mendorong kacamatanya ke pangkal hidung dengan telunjuk. “Begini. Teknik arus kas didiskonto berarti kita memperkirakan nilai saham hari ini menggunakan analisa nilai sekarang, mirip seperti proses yang kita gunakan pada obligasi. Intinya, time value of money-nya dijadikan bagi pertimbangan. Dengan begitu, kita dapat menghitung nilai arus dividen saham tersebut di masa depan. Sedangkan teknik relatif, yang terdiri atas berbagai bentuk valuasi, memvaluasi saham secara relatif terhadap saham lain. Valuasi teknik relatif sangat praktis dan umum digunakan di seluruh dunia, bahkan salah satu jenisnya digunakan oleh Wall Street.” Lelaki paruh baya itu lebih jauh menjelaskan tentang perbedaan keduanya, sekaligus membahas isu penting yang melibatkan saham biasa dan bagaimana cara membangun portofolio saham. Setelah satu setengah jam berlalu, sesi pembelajaran mengenai saham itu pun usai. “Baiklah, aku paham,” ujar Jackie. “Mr. Branson, soal pertemuan hari ini, Anda juga sudah berjanji padaku untuk menjelaskan riwayat pengelolaan perusahaan, bukan?” “Betul. Tapi apa kau yakin, Leona? Kita sudah menghabiskan waktu dua jam lebih berdiskusi. Bukankah sebaiknya kau beristirahat dulu? Kita bisa rehat dulu sejam dua jam, lalu melanjutkan diskusi tentang apapun yang kau mau.” “Tapi aku hanya bisa bertemu dengan Anda dan Mr. Gaudin di akhir pekan,” tuntut Jackie. “Anda tidak usah khawatir soal waktu istirahatku. Aku punya kemampuan belajar dengan cepat,” lanjut wanita itu dengan bangga. Melihat tekad itu, Mr. Branson akhirnya setuju dan tak lama kemudian ia sudah membawakan tiga folder tebal yang ia ambil dari bagasi mobilnya. “Nah, mari kita mulai dari pengelolaan perusahaan sejak masa manajemen ayahmu. Mr. Seymour memulai mengambil alih bisnis dari kakekmu sejak tahun 80-an, dengan kesuksesan signifikan pada tahun 90-an, yang berdampak pada mengguritanya bisnis Seymour ke berbagai lini. Meskipun pengelolaan kakekmu dan generasi sebelumnya juga bagus, namun keputusan-keputusan yang cukup unik, besar, sekaligus penting, diambil di masa kepemimpinan beliau sehingga sangat bagus untuk dibahas.” “Contohnya ini,” lanjutnya sembari mengambil satu bundel dokumen dari folder pertama, “Saat bisnis penerbangan Seymour pertama diluncurkan, orang-orang pesimis dengan usaha ayahmu karena pesawat kita sekilas mirip dengan pesawat yang sudah populer di masa itu, Southwest Airlines. Tetapi—” “Tunggu dulu, Mr. Branson,” Jackie memotong penjelasan itu tiba-tiba. Wajahnya berkesan tak percaya. “Kita… aku… punya bisnis pesawat terbang?” Mr. Branson tersenyum geli. “Bukan pesawat terbang, Leona, sebab kita tidak memproduksi pesawat. Bisnis kita menyediakan jasa penerbangan bagi orang yang ingin bepergian. Dan ya, keluarga Seymour memiliki itu.” “Apa keluarga Seymour sekaya itu?” “Apa aku belum menceritakannya padamu?” Mr. Branson balik bertanya. “Seymour memiliki satu bisnis penerbangan, satu bisnis konstruksi, tiga restoran fine dining, sepuluh waralaba makanan siap saji, dan satu bisnis lini pakaian houte couture dengan konsep sustainable fashion. Seymour juga pemilik saham dalam jumlah signifikan di perusahaan farmasi nomor satu di negara kita sekaligus filantropis dana untuk riset di bidang kesehatan dan obat-obatan.” Mulut Jackie menganga mendengar itu. Seharusnya ia sudah menyadari ketika Tom memberitahunya tentang lima belas mobil Leona, yang tujuh diantaranya mobil sport. Jika bisa memiliki koleksi begitu, tentu saja bisnisnya bukan main-main. “Untuk rinciannya kita bahas lain kali, jadi kita fokus mendiskusikan kasus bisnis penerbangan ini dulu, ya? Sampai mana tadi… oh, ayahmu meluncurkan bisnis penerbangan yang sekilas mirip dengan Southwest Airlines, baik dari strategi penghematan biaya, pengaturan jadwal antar titik, maupun standarisasi penggunaan satu tipe pesawat. Ongkos tiket pesawatnya pun sama, hanya saja ayahmu menambahkan satu hal yang sangat berarti bagi penumpang: kenyamanan. Dia memesan kursi kulit berkualitas, menyertakan camilan untuk penerbangan jarak pendek, TV berlayar LCD dengan sepuluh saluran tayangan, dan memastikan kualitas pelayanan selama penerbangan. Jadi meskipun di awal ia harus mengeluarkan ekstra biaya untuk kursi mahal dan TV, hasilnya sepadan.” Jackie mengangguk paham. Mr. Branson lalu melanjutkan penjelasannya untuk kasus tersebut dan kasus-kasus berikutnya. “Ketiga folder ini kutinggalkan di sini, ya, Leona,” kata Mr. Branson beberapa jam kemudian. Di sela pelajaran itu, mereka masih menyempatkan makan siang, dan keseluruhan sesi diskusi baru benar-benar berakhir pukul tiga sore. “Kau bisa mempelajari sendiri dulu selama hari kerjaku. Jika ada yang membuat bingung, aku akan mengunjungimu akhir pekan. Mintakan saja pada Tom seperti biasa.” Jackie setuju, dan setelah berbasa-basi sebelum pulang, Tom pun mengantarkan Mr. Branson menuju pintu keluar rumah sakit yang mengarah ke area parkir. “Kau lihat, Tom?” kata Mr. Branson terkesima selagi mereka masih melewati lorong rumah sakit, “Kemampuan menyerap informasi Leona jadi luar biasa pasca kecelakaan! Mirip spons yang menyerap air! Leona memang sejak dulunya anak cerdas dan punya kemampuan mengelola bisnis –meskipun kemampuan itu masih mentah dan perlu terus diasah—tapi kecelakaan ini seperti membawa berkah tak terduga untuk Leona. Ah, tentu saja saya tidak ingin kecelakaan ini terjadi, tapi rupanya keburukan yang terlanjur ini sepertinya punya sisi bagus. Kau paham maksudku, ‘kan?” “Tentu, Mr. Branson,” respon Tom dengan sopan. “Saya paham maksud Anda. Saya juga takjub melihat Nona Leona bisa belajar sebanyak itu dalam waktu singkat.” “Kadang-kadang berita mengabarkan bahwa kecelakaan memang bisa mengubah diri seseorang,” ujarnya mengernyitkan kening. “Ada yang tiba-tiba pandai menguasai tujuh bahasa asing atau tiba-tiba mampu memainkan alat musik. Yah, keajaiban medis seperti itu memang bukan bidangku, tapi kurasa Leona kini sedang mengalami hal yang sama. Ya, ‘kan?” katanya lagi. Mereka sudah sampai di tempat lelaki paruh baya itu memarkirkan mobilnya. “Nah, terimakasih, Tom. Kabari aku lagi jika butuh bantuan akhir pekan depan, ya!” *** Ben dan Ross menuju kontrakan Jackie dengan menggunakan mobil Ross yang diparkirkan di dekat café Daily Grind itu. Perjalanan mereka cukup singkat, karena lima menit kemudian mereka sudah berada di pekarangan kontrakan dan sudah turun dari mobil. “Aku tidak pernah begitu memperhatikan lingkungan sini saat mengunjungi Jackie dulu,” komentar Ben seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling, “Rasanya daerah ini begitu lengang.” “Benar. Lokasinya di batas kota namun aksesnya cukup mudah.” “Kukira tempat ini seharusnya masih dipagari garis polisi, Sir?” “Tidak lagi karena keseluruhan kasus sudah ditutup tepat pada hari eksekusi.” “Begitu.” “Nah, ayo kita berjalan pelan ke sekitaran. Siapa tahu kita bisa menemukan orang yang bisa ditanyai.” “Apa kita tidak masuk ke dalam dulu, Sir?” tanya Ben yang sudah berjalan di sisi menuju bagian belakang rumah, mengintipi jendela.” “Itu soal mudah karena kuncinya ada padaku. Nanti saja.” “Oh! Itu garis-garis kapur TKP!” seru Ben yang mengintip jendela satu lagi. “Di sinikah kamar anak itu, Sir?” “Ya,” ucap Ross tak sabar. “Ayo, kita tidak boleh buang-buang waktu.” “Tidak ada apa-apa di situ,” kata sebuah suara tepat ketika Ben dan Ross kembali ke pekarangan depan, mencegah keduanya melanjutkan langkah. Rupanya itu suara seorang wanita lansia bungkuk dari rumah sebelah. Ben dan Ross saling berpandangan dengan wajah berseri. Yang diharapkan muncul dengan sendirinya. “Selamat pagi, Nek,” sapa Ben ramah. “Nenek tinggal di sini, di rumah sebelah?” “Betul,” sahutnya ramah. “Menyedihkan sekali, ya? Wanita yang pernah menempati kontrakan ini meninggal dengan tragis, begitu pula anak-anaknya. Aku juga kasihan dengan pemilik kontrakan ini karena akan sulit mencari pengontrak baru setelah semua yang terjadi.” Ben dan Ross membenarkan. “Omong-omong, kalian ada perlu apa di sini?” tanya wanita tua itu. Tanpa kalimat pembuka, Ross langsung menuju ke pokok utama, menanyai si tetangga tentang kasus Jackie, apa saja yang ia lihat, dan kesaksiannya. Namun dalam waktu lima menit percakapan, dapatlah Ben dan Ross menyimpulkan bahwa pernyataannya sama saja dengan laporan kasus.” “Baiklah, kalau begitu. Terimakasih, Nek, atas bantuannya,” kata Ben yang berusaha keras menyembunyikan wajah kecewa. Begitu pula dengan Ross. “Sama-sama. Aku yakin wanita itu adalah orang yang baik. Bahkan setelah kontrakan ini kosong, masih ada yang mengunjunginya. Kalian adalah dua diantaranya,” Lansia itu manggut-manggut dengan khidmat. “Tapi nasib yang malang tidak bisa ditolak.” Ross yang sudah beriringan menuju mobil bersama Ben, tiba-tiba berbalik mendengarkan kata-kata wanita tua itu. “Maaf, Bu. Tadi Anda katakan bahwa kami dua diantaranya?” “Benar.” “Apa itu artinya ada orang lain yang pernah ke sini?” “Ya. Seorang wanita. Coba kuingat dulu. Hm…,” Wanita tua itu memejamkan mata, tampak berpikir keras. “Oh, iya! Wanita itu masih muda. Cantik jelita. Mirip… siapa? Artis terkenal zamanku muda dulu. Hmm…oh, mirip Audrey Hepburn! Ya, ya, mirip Audrey itu. Cantik dan anggun.” Ross mengedikkan alis. “Kau tahu kenalan Jacqueline dengan ciri-ciri seperti itu?” bisiknya pada Ben. Giliran Ben yang berpikir keras. “Seingatku tidak ada, Sir. Dan soal mirip Audrey Hepburn itu, apa menurut Anda Nenek ini tidak melebih-lebihkan, Sir,” balasnya berbisik. “Kalau ada orang secantik itu, pasti sudah terkenal. Apalagi jika dia kenalan Jackie.” Ross tidak berkomentar apa-apa, melainkan memandang Nenek itu lagi. “Apa lagi yang Anda ingat tentang wanita itu, Bu?” “Hmm… dia juga membawa mobil ke sini. Waktu itu, garis polisi masih ada, jadi dia memarkir di pinggir jalan ini. Mobilnya lumayan mewah.” Ross kembali menanyai Nenek itu detil lain, tapi ingatannya sudah tidak muda lagi. Terlebih kunjungan wanita itu menurutnya terjadi sudah cukup lama. Setelah tak ada lagi rasanya yang bisa mereka dapatkan, keduanya pamit. “Aku sebenarnya juga kurang yakin dengan wanita tua itu,” kata Ross begitu mereka berjalan mengitari area dekat kontrakan. “Tapi informasi ini bisa jadi penting nantinya, jadi lebih baik kita simpan dulu.” Ben setuju. Keduanya berputar-putar dan sempat menemui dua orang yang lain, tapi informasi mereka tidak lebih baik dari wanita tua tadi, bahkan jauh lebih sedikit dan kurang akurat. Nampaknya wanita tua itu cukup tajam ingatannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD