2. Pelarian

1270 Words
"Insting seorang istri itu kuat ya Om, jangan macam-macam!" Agnia bersedekap dan kembali memberikan peringatan. Saat ini keduanya sedang berada didalam mobil, Anggara mengantarkan Agnia pergi ke kampus. "Siapa yang macam-macam? kamunya yang mengada-ada!" elak Anggara. "Aku denger sendiri kok, Om tadi ngomongnya mesra banget!" tuntut Agnia. "Gak ada, Niaaaa!" "Kalau gitu, Om gaperlu takut ngasi tau Jasuke itu siapa?" tegas Agnia namun dengan bibir yang maju. Sementara, Anggara mengerjap dan kebingungan sendiri. "Jas-jasuke?" ia membeo dengan kening berkerut. "Tukang servis AC itu aslinya Jasuke kan?" tuntut gadis itu kesal. "O-owh, Jesika maksud kamu... ups!" setelah keceplosan, Anggara terkekeh canggung. "Terserah, mau Jasuke atau Jesika, itu pasti selingkuhan Om, ngaku deh!" sentak Agnia murka. "Enggak Nia, bukan! Om cuma asal sebut tadi!" Anggara masih kukuh dengan elakannya. "Pokoknya Nia mau kita buat perjanjian baru!" "Perjanjian yang mana?" Anggara terkejut saat ia kembali menoleh dan menemukan sang istri sudah mengetikkan sesuatu pada laptop yang ditaruh dipangkuan. "Perjanjian pranikah kita waktu itu!" sahutnya tanpa melihat lawan bicara, Agnia menyempatkan diri untuk menyelesaikan kesepakatan sebelum mereka berpisah nanti saat mobil sudah sampai dikampus. "Poinnya, kalau ada yang ketahuan selingkuh, yang diselingkuhi bebas mau menggugat cerai!" ucap Agnia tegas. Anggara langsung mengerjap, ia tidak menyangka Agnia akan secepat itu mengultimatumnya. "Tapi Om boleh tambahin poinnya juga kan?" ucap Anggara menyela sebelum Agnia mengirimkan surat tersebut melalui emailnya. "Mau tambahin apasih, ribet banget kek bapak-bapak!" kesal Agnia mengoceh sembari memutar mata malas, tapi Anggara pun tidak mau ambil pusing dengan ocehan sinis tersebut. "Eumm ... begini! Waktu kita nikah dulu, kamu bilang usia kamu masih 19 tahun, dan kamu minta izin ke saya untuk membebaskan kamu dari tanggung jawab sebagai istri selama dua tahun lagi agar tidak kehilangan masa muda." jelas Anggara pelan-pelan. "Om jangan belibet gitu deh, langsung ke intinya aja?" Agnia langsung menyela tak sabar. Anggara hanya bisa menghela napas guna melegakan dadanya yang sesak akibat desakan itu. "Oke, jadi kira-kira usia pernikahan kita udah berapa tahun?" kata Anggara sambil mengusap dagu berpura-pura lupa. Agnia memiringkan kepala, ia dengan serius menanggapi ucapan sang suami, lalu gadis itu kembali memandangi sisi samping wajah Anggara yang sedang mengemudi. "Dua tahun!" sambungnya dengan nada malas. "Jadi berapa usia kamu sekarang?" tanya Anggara mendikte. "Dua puluh satu!" sahut Agnia makin lesu. Hemmm... Anggara mengangguk- anggukan kepala. "Sudah dua tahun kamu jadi istri saya, tapi kamu masih seperti anak-anak. Dan karena kita sudah lebih dari dua tahun, dewasa sedikit bisa kan?" sindiran Anggara makin menjurus pada satu hal. Namun, Agnia yang masih sibuk dengan dunianya mungkin memiliki tanggapan yang berbeda. "Ishhh om ngaco deh... dua tahun saya jadi ibu dari anak anda, om masih sebut saya anak kecil?" sentak Agnia jengkel. "Dewasa sebelum waktunya sih iya!" gumam Agnia lagi, ia menghempas punggung di sandaran kursi. "Agnia, bukan itu maksud saya ... Saya tahu, kerja keras kamu dalam mengurus rumah tangga memang sudah tidak perlu diragukan, saya akui kamu hebat dan sangat bertanggung jawab, tapi dalam sebuah pernikahan kamu juga harus tahu kalau ada yang namanya hak bi-- " "Saya kurang apa coba? dari pagi sampai malam ngurusin kalian berdua, taunya diselingkuhi!" potong Agnia bergumam sendiri. Wajahnya begitu dramatis, ia membuang muka, enggan memperlihatkan wajah kecewaan dihadapan sang suami. Anggara menggantung kalimat lalu mengusap wajahnya frustasi, ia sangat ingin menjelaskan sekali lagi, tapi saat melihat reaksi Agnia yang labil, iapun kebingungan sendiri harus mengatakan dengan kalimat apa dan entah bagaimana. Anggara mengurungkan niat dan memilih untuk menerima saja isi perjanjian dari gadis itu. Toh dalam pikirannya, ruang lingkup sang istri hanya seputar kampus dan rumah, pulang pergi dijemput supir pribadi, Agnia bukan tipe anak muda yang suka kelayapan. Sudah pasti ia tidak akan tahu tentang hubungan gelap Anggara, selama ia dan sugarbaby bermain secara bersih. buktinya ia sudah bisa mempertahankan hubungan selama tiga bulan, Anggara cukup bangga dengan prestasinya ini. "Permintaan kamu udah saya setujui, kenapa masih cemberut!" kata Anggara melihat Agnia yang tak mau turun dari mobil sesampainya di gerbang kampus. Meski Agnia tidak menyahut, tapi Anggara tahu persis situasi istrinya yang sedang merajuk. Dan dalam kondisi ini, traktiran es pisang hijau saja sudah cukup untuk merayu sang istri. Benar saja, Agnia kembali tersenyum ceria setelah mereka makan es pisang hijau didekat kampus tersebut dan Anggara dapat meninggalkan gadis itu dalam keadaan bahagia. Sejatinya Anggara dibuat bingung sendiri, ia tidak tahu pasti keputusan menikahi seorang penjual sandwich yang berlapak didepan sekolah putrinya itu adalah hal baik atau buruk. Hanya karena sandwich buatan Agnia sangat enak, sampai Caca pun rela jika posisi almarhumah ibu kandungnya digantikan oleh Agnia yang kala itu baru lulus SMA. Sebagai timbal baliknya sebagai ibu sambung, Agnia mendapatkan biaya kuliah penuh dibidang kesehatan, sesuai impian. Worth it. Tiga tahun sudah mereka bertiga menjadi keluarga kecil yang bahagia. Namun, kesempurnaan yang telah dimiliki putri tercinta nyatanya masih menyisakan sebuah kejanggalan diantara Anggara dan sang Istri muda. *** Setelah meninggalkan Agnia dikampus, kini Anggara beralih pada sugarbabynya yang juga sedang merajuk padahal uang transferan sebagai ganti rugi naik angkutan umum sudah dilebihkan berkali-kali lipat. Alih-alih merasa dirugikan, Anggara malah merasa untung sebab jika uangnya keluar lebih banyak untuk merayu Jesika, maka kesempatan membuat hidup gadis itu sangat bergantung padanya akan semakin besar, Anggara justu sangat membutuhkan Jesika sebab hanya dialah yang paling mengerti dirinya dan tak pernah ikut campur dalam urusan pribadi. Dengan bersikap royal pada Jesika, Anggara begitu percaya diri bahwa Jesika tidak mungkin meninggalkannya, dan Jesika pasti akan memberikan ia hal yang tidak pernah didapatkan dari istri kecilnya. Pria itu mendatangi mainan kecilnya di sebuah apartemen, uang transferan yang masuk padanya semalam ia habiskan untuk memesan barang mewah yang akan ia jadikan hadiah untuk meluluhkan Jesika. Karena apartemen yang ditinggali Jesika adalah kepunyaan Anggara, maka Anggara bisa masuk kesana secara leluasa tanpa siapapun yang menghalangi, kecuali raut muka Jesika yang sudah ditekuk dan gerak yang berusaha menjauhinya. Tapi, hal itu tak pernah berlangsung lama karena kini tubuh Jesika sudah melambung diudara, dengan gaya bridal style Anggara menggendong gadis itu, dan dengan manjanya ia melingkarkan kedua tangan dileher setelah mendapatkan hadiah jam mahalnya. Disisi lain, Agnia berjalan cepat di tengah koridor kampus, satu-satunya teman akrab dikampus yang ia punya adalah Tiara, seorang gadis populer yang kerap menjadi primadona dalam setiap penampilan, Agnia pun juga ikut up to date gara-gara teman bekennya itu. "Niaaaaaaaa!" Sebelum masuk ke kelas, Tiara yang datang belakangan tiba-tiba memanggil Agnia. Suara cempreng Tiara tentu saja langsung didengar oleh si empunya nama, alhasil Agnia mendadak memutar tubuh dan tanpa sengaja malah bertabrakan dengan seorang pria berkacamata yang memiliki wajah putih bersih dan beralis tebal yang berjalan tepat dibelakangnya. Braak Beberapa barang yang dibawa pria itu langsung jatuh kelantai. "Maaf, maaf!" kata Agnia segera berjongkok dan membantu si pria memunguti barang bawaannya. "Ya ampun Nia, emang kamu jalan gak pakai mata?" sela Tiara yang sudah menghampiri namun langsung menghakimi. "Bukannya dia menoleh gara-gara kamu yang panggil?" Pria berjas putih itu langsung berdiri dan mengultimatum Tiara. Akan tetapi, bukannya sadar dengan peringatan si pria, Tiara malah membelalakkan mata dan berbinar binar. Pasalnya ia salah fokus dengan ketampanan pria paruh baya itu. "Masyaallah, ini cowok apa malaikat?" Tiara bergumam kagum. "Kamu apa-apaan si? Maaf Om temen saya emang rada kurang seperempat!" sela Agnia, ia langsung menarik tangan Tiara. "Ah iya, aku baru ingat! pokoknya kamu harus ralat ucapan tadi, dia gak pantes dipanggil Om!" namun, Tiara malah protes pada Agnia. "Loh kenapa?" Agnia berpikir logis, sebab pria itu memang nampak lebih tua dari mahasiswa lainnya dan mungkin seumuran dengan Anggara. Maka dari itu, iapun tidak segan menyebut pria itu sebagai om. "Gada om-oman, dia itu sugar daddy tauk, eh maksudnya Dokter Aarav!" Tiara berbisik kemudian kembali bicara dengan lelaki itu. "Ya kan, anda Dokter Aarav kan?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD