12. Saya hanya Bos kamu?

903 Words
Saat ini tengah hujan, Nilam sudah basah kuyup, ia segera menuju tempat, berteduh, namun pemilik dari warung tersebut menyuruhnya pergi, jadi ia pindah ke tempat lain. Nilam mendesah napas halus dan mengelus perutnya, hari sudah sore namun Nilam belum makan sebiji nasipun, Nilam terlihat sangat gigih bekerja, siapa pun itu akan ia coba untuk prospek, namun tetap saja tak ada yang tertarik. “Kamu urus, Sad, lakukan apa pun agar pekerjaan Nilam lancar.” “Baik, Tuan,” jawab Sadly, turun dari mobil dan memayungi dirinya, menghampiri orang-orang yang sedang berkumpul di kafe dan berbisik kepada mereka. Sadly juga berbagi uang kepada semuanya agar mau di prospek Nilam. Semua pun pergi dan menghampiri Nilam, Nilam sempat terkejut namun ia senang sekali akhirnya pekerjaannya jauh lebih mudah. King tersenyum melihatnya, tatapannya mengarah pada senyuman di wajah Nilam. “Tuan, saya sudah melakukan seperti yang Tuan perintahkan, Nona Nilam terlihat sangat senang dan bahagia.” King mengangguk. King merasa lebih baik, setelah melihat Nilam tersenyum bahagia. “Kita sekalian pulang bersama Nona Nilam?” “Iya. Sebentar lagi, biarkan dia bekerja dulu.” Sadly mengangguk. Beberapa menit kemudian, Nilam lompat-lompat karena merasa senang, King ikut tertawa disaksikan oleh Sadly yang sebelumnya tidak pernah melihat bosnya tersenyum lebar seperti itu. “Ada apa, Sadly?” tanya King. “Tidak ada, Tuan, hanya senang melihat Anda tersenyum,” jawab Sadly, membuat King langsung kembali ke muka datarnya. Nilam menuju bahu jalan, mencari ojek yang akan mengantarnya kembali ke kantor, namun tak lama kemudian di depannya sudah ada mobil mewah, Nilam melihat plat mobil tersebut dan mengetahui jika ini mobil suaminya. Mobil terbuka dan memperlihatkan King yang berusaha terlihat dingin. “Ayo naik, Nona,” ucap Sadly. Nilam mengangguk lalu masuk ke mobil tanpa mengatakan apa pun. “Tuan, di sini juga? Tuan sedang bekerja?” tanya Nilam menatap suaminya. “Iya. Kebetulan ada meeting di sini,” jawab King. Sadly yang mendengarnya hanya tertawa kecil. Sementara itu, King memang sengaja kemari demi melihat Nilam yang sedang bekerja. “Saya mau kembali ke kantor,” kata Nilam. “Besok saja,” jawab King. “Tapi, ini harus segera saya laporkan pada Mbak Darma.” “Kamu mengira Darma menunggumu? Dia sudah pulang dan semua orang dari tim marketing sudah pulang,” kata King menoleh melihat Nilam yang terlihat semangat sejak tadi. “Baiklah,” jawab Nilam mengangguk. King sebenarnya mulai menikmati hari dimana ia menjadi suami Nilam, apa yang Nilam lakukan tidak pernah dilakukan Eren, jadi King mulai merasa nyaman. Hanya saja memilih diam dan tidak mengakuinya. “Bagaimana hari ini?” tanya King. “Hari ini cukup menyenangkan, saya tidak mendapatkan satu orangpun yang bisa saya prospek, tapi tadi tiba-tiba saja banyak orang yang datang bertanya, bahkan beberapa membelinya. Ahh saya senang sekali.” “Pantas saja kamu terlihat senang sekali.” Nilam tersenyum dan mengangguk semangat, “Karena ini pertama kalinya buat saya, saya senang bekerja di sini, walau punya tantangan tapi setidaknya bisa membuat banyak pengalaman.” King mengangguk. Beberapa saat kemudian, suara perut Nilam terdengar halus, cacing-cacing diperutnya mengamuk meminta asupan. Nilam mengelus leher belakangnya karena merasa malu terhadap King, karena King memahaminya, King menyuruh Sadly untuk mampir ke sebuah resto didepan sana. “Mampir di depan, Sad,” titah King. “Baik, Tuan.” “Mampir kemana?” tanya Nilam menoleh melihat King. Beberapa saat supir pribadi King masuk ke pelataran parkir resto, Nilam menoleh melihat suaminya yang sepertinya mendengar suara halus perutnya. Nilam menunduk dan berkata, “Malu sekali.” “Apa?” King menoleh. “Saya malu,” jawab Nilam. “Malu karena apa?” “Suara perut saya pasti mengganggu Tuan, ‘kan?” “Tidak sama sekali. Kebetulan saya juga lapar,” jawab King menggeleng. Mereka berdua turun dari mobil, lalu melangkah masuk ke resto, salah satu manager resto menyambut kedatangan King yang sudah dikenal baik. King juga pernah membantu resto ini dalam penggalangan dana. “Tuan King? Selamat datang,” ucap manager resto yang memang sejak tadi sudah mengetahui dari Sadly, jika King akan datang. “Seperti biasa,” bisik Sadly. Manager hotel mengangguk. Lalu mempersilahkan King dan Nilam duduk. Tak banyak yang tahu pernikahan kedua King. King hanya menunggu sampai semua makanan tersedia didepannya, begitupun dengan Nilam. “Nilam?” Seseorang bertanya membuat Nilam menoleh. “Siapa, ya?” “Kamu lupa aku?” Gadis itu tersenyum. “Aku … Melda, teman sekolah dasarmu dulu.” “Melda?” “Iya. Wahh, kamu lupa?” “Eh iya, maaf saya masih berpikir.” “Dia siapa?” bisik Melda. “Dia … bos saya,” jawab Nilam. “Kamu tahu dia, ‘kan? Dia King Haidar, orang terkaya nomor 4 di negara ini.” “Iya. Saya tahu, saya memang bekerja di perusahaan beliau.” “Astaga. Aku kapan ya bisa seberuntung kamu,” kekeh Melda. “Apalagi duduk berhadapan seperti ini, siapa yang tidak ingin coba.” Nilam tak tahu ia harus bangga atau tidak, beruntung atau tidak, tapi setidaknya hidupnya bisa lebih baik dari sebelumnya, hanya modal hamil saja. “Kamu ada di grup sekolah, ‘kan?” tanya Melda. “Iya.” “Nanti aku akan hubungi kamu,” kata Melda. “Have fun, yaa.” Nilam mengangguk dan tersenyum. “Jadi … saya hanya bos kamu?” tanya King seolah tidak terima. “Bukan. Ehh iya, eh bukan, aduh saya bingung,” kata Nilam, ia mengelus leher belakangnya. Tak tahu mau menjawab apa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD