Janda Kembang
Malam ini telah di adakan sebuah Acara Pernikahan di sebuah kapal pesiar, untuk pasangan Ardi Fahlevi dan Jenita Azalea.
Sebuah kapal pesiar besar, di dekorasi indah untuk merayakan pernikahan Pengusaha ternama, yaitu Ardi Fahlevi.
Di sisinya, ada Wanita cantik yang beruntung mendapatkan Suami Kaya seperti Ardi. Mereka telah melangsungkan pernikahannya siang tadi, sehingga malam ini mereka perlu merayakannya bersama para kerabat.
Terculas senyum di wajah Jenita, yang merasa lega karena Ardi telah membuktikan ketulusannya.
Para tamu yang hadir sangat menikmati pesta tersebut. Begitu pula dengan keluarga Jenita, yang turut senang atas kebahagiaan Jenita.
Pergi kondangan sekaligus berlibur di kapal pesiar, adalah salah satu impian dari beberapa orang.
Semakin malam, acara semakin meriah dengan menghadirkan penyanyi-penyanyi untuk mengisi Acara.
"Sayang, kita istirahat yuk! Aku capek" Ucap Jenita, menggelayut di lengan Suami-nya.
"Iya, ayo.. Aku juga capek" Sahut-nya, berjalan beriringan dengan Istrinya.
Keduanya berjalan memasuki kamar mereka.
"Kalian mau kemana?" Ujar Vina, Kakak kandung Ardi.
"Kami mau istirahat Kak! Kami masuk ya" Jawab Jenita, meninggalkan senyum tipis pada Vina.
"Semangat ya, pengantin baru!" Teriak Vina, menggoda kedua-nya.
Keduanya kini berhasil tiba di kamar yang sudah di siapkan. Seketika, jantung Jenita berdetak lebih cepat ketika melihat kelopak bunga mawar yang bertaburan di atas ranjang mereka.
"Sayang, aku mau ganti baju dulu ya?" Ujar Jenita, dengan gaun yang masih menempel di tubuhnya.
Sementara itu, Ardi hanya mengangguk pelan karena cukup lelah, setelah sibuk seharian.
Jenita menghaniskan 20 menit untuk membersihkan make up-nya serta mengganti gaun-nya.
Kini Jenita keluar dari kamar mandi, dan telah mengganti gaun tidurnya yang lebih ringan.
Jenita mengenakan gaun putih polos dengam panjang sebawah lutut. Ia tersenyum, berniat menghampiri Ardi yang mungkin sudah cukup lama menunggunya.
"Sayang...." Tak melihat keberadaan Suami-nya, Jenita pun berulang kali memanggil-nya.
Namun ia sama sekali tak mendapatkan jawaban dari Ardi. Hingga Jenita berpikir, mungkin saja Ardi kembali ke pesta.
Jenita yang cukup lelah pun memilih menuju ke ranjangnya, sambil berharap Suaminya segera pulang ke kamar.
***
Hingga tak terasa pagi tiba, Jenita mulai membuka mata-nya. Ia sama sekali tak melihat keberadaan Suaminya.
Segera mungkin Jenita mengganti pakaiannya, dan mencari Ardi di sudut lain.
Begitu ia keluar dari kamar, Kapal pesiar itu sudah menepi ke tepian. Bahkan para tamu undangan pun sudah kembali ke rumah-nya masing-masing.
"Mah, dimana Ardi?" Tanya Jenita, pada Prita, Ibu kandung Ardi.
Namun bukannya menjawab, Prita malah terdiam dan menunjukkan wajah sedih. Hal itu membuat Jenita bingung. Ia berinisiatif bertanya pada anggota keluarga lain.
Namun respon mereka sama saja. Vina bahkan menangis sesegukan, tanpa menjelaskan apapun pada Jenita, dan semakin membuatnya bingung.
"Kak, apa yang terjadi?" Tanya Jenita, berhasil membuat Vina menatap-nya.
"Jen, sebenarnya apa yang kamu lakukan sama Ardi???" Tangis Vina kini memecah, ketika mengingat Adik-nya, yang di nyatakan hilang dalam daftar penumpang kapal.
"A-apa maksud Kakak?"
"Jasadnya sudah di temukan!!!" Teriak seseorang dari kejauhan. Seketika semua orang berlari menuju ke sumber suara itu. Tetapi tidak dengan Jenita.
Seketika perasaannya tak karuan, saat mendengar sebuah kata 'Jasad'! Jenita menyaring situasi yang ia hadapi sejak pagi, serta respon keluarga Ardi yang tampak sedih.
Dadanya bergemuruh, Batinnya mengatakan sesuatu yang buruk menimpanya dan Ardi. Namun ia enggam untuk mengatakannya, meskipun dengan mulut sendiri.
Begitu mendengar tangis histeris Prita dan Vina, Wanita itu segera berlari ke tempat itu.
Deg....
Kedua bola matanya seolah hampir keluar. Namun muncul bulir dari sudut matanya. Seketika, Jenita menjatuhkan tubuhnya di atas pasir, ketika melihat jasad Suaminya yang sudah membiru.
"M.. Mas Ardi..." Gumam-nya, lalu menyela menghampiri Suaminya yang sudah terbujur kaku.
Jenita menunduk memeluk Suaminya, dengan isakkan tangis yang begitu dalam.
Baru saja dirinya menikah, dan menyandang gelar Istri. Namun Ardi meninggalkannya secepat itu.
"Mas, kenapa kamu ninggalin aku sendirian???? Tega kamu, Mas" Isakan Tangis Jenita terdengar lirih, namun sangat memilukan.
"Maaf Nyonya, kami harus membawanya ke rumah sakit untuk di autopsi" Ujar salah satu petugas, tim sar.
Bersamaan dengan itu juga, Para petugas menutup resleting kantung jenazah yang di gunakan untuk menutupi jasad Ardi.
Rasanya sulit di percaya, ketika semalam ia melihat bahwa Suaminya baik-baik saja, dan akan melangsungkan ritual malam pertama-nya.
Mengapa tiba-tiba Ardi meninggal? Hal itu membuat Jenita merasa janggal.
Tak lama setelah itu, terlihat dua orang polisi menghampiri keluarga Ardi untuk membicarakan sesuatu.
Di situasi seperti ini, keluarga Ardi tak bersuara apapun pada Jenita. Namun mereka menunjukkan tatapan sinis pada Jenita, hingga membuatnya merasa bingung.
"Siapa orang yang terakhir kali bersama Almarhum?" Tanya Muklis, seorang polisi.
Semua keluarga menatap Jenita secara bersamaan, dengam tatapan sinis.
"Apa anda Istrinya?" Tanya Polisi tersebut dan mendapatkan jawaban anggukkan kepala dari Jenita.
Ia memendam kesedihannya yang begitu hebat atas kematian suaminya.
"Baik, mohon ikut kami ke kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan!"
Dengan suara isakkan tangis yang masih terdengar, Jenita mengangguk dan mengikuti langkah kedua polisi itu.
Jenita di introgasi di sebuah ruangan khusus, karena menjadi daftar nama sebagai pelaku.
Namun kenyataannya, Jenita memang tidak tau apapun soal itu. Justru karena sangat lelah, ia sampai ketiduran menunggu Suaminya kembali.
Maka polisi pun tidak bisa begitu saja, menetapkan Jenita sebagai tersangka. Malam itu, Jenita di bebaskan untuk sementara karena tidak ada barang bukti, bahwa dirinya pelaku-nya.
Sampai semua bukti terkumpul, Jenita mungkin akan kembali di panggil oleh Polisi.
****
****
Wanita itu kembali ke rumah-nya, dengan perasaan campur aduk. Rasanya seperti mimpi, tapi ini kenyataan!
Jenita dengan pandangan kosong menatap wajah-nya di depan cermin. Penampilannya yang berantakan, tidak ia pedulikan lagi. Jenita hanya ingin Suaminya kembali.
Kenapa ini bisa terjadi sama kamu Mas? Batin Jenita, dengan mata yang kembali berkaca-kaca.
"Ponsel. Dimana ponselku!" Gumam-nya sambil mencari-cari ponselnya di setiap sudut kamarnya.
Begitu ia menggenggam ponselnya, Jenita segera mencari tahu tentang Suaminya, barang kali Ardi memiliki masalah lain.
Jenita tentu sangat tidak percaya atas kematian suaminya. Karena Ardi adalah Pria yang mapan dan memiliki segalanya. Bagaimana bisa tiba-tiba dia meninggalkan Istrinya?
"Apa kamu punya musuh dalam selimut, Mas?" Jenita terus bergumam, sambil mencari tahu kembali, artikel-artikel di internet mengenai Ardi Fahlevi.
Wanita itu tidak terima atas kejadian yang menimpa Suaminya. Ia merasa begitu janggal, namun entah itu apa!
Saat sedang sibuk searching di internet, tiba-tiba ponselnya berdering. Jenita mendapat panggilan dari temannya yang bernama Dara.
Sontak Jenita pun segera menjawab panggilan tersebut. Jenita menuturkan segala kesedihannya pada Dara, sekaligus menuturkan kejanggalan yang ia rasakan melalui telfon.
Lalu Dara hanya bisa menjadi pendengar yang baik untuk Jenita, serta memberi semangat agar Jenita lebih sabar dan kuat lagi.
Baru saja sehari menjalani pernikahan, Jenita harus menjadi Janda kembang. Hal itu membuat Dara sedih melihatnya.
"Jen, kalau kamu merasa aneh dengan kematian Suamimu, gimana kalau kamu cari tau kasus ini. Aku akan merekomendasikan Detective dan Pengacara yang handal, untuk menangani kasus ini" Ucap Dara dari balik telfon.
Di sudut lain, Jenita masih terisak dengan tangis-nya. Apakah Ardi benar-benar melakukan bunuh diri, atau seseorang memang sengaja membunuhnya?
Tetapi siapa yang tega membunuh Ardi? Dan alasan apa, yang membuat orang itu membunuh Ardi???
"Baiklah, Dar. Beritahu aku Detective dan Pengacara yang kamu bilang itu. Aku harus cari tahu sendiri, tentang kasus kematian Suamiku" Tutur Jenita, masih dalam perasaan duka.
"Aku sudah mengirimkan kontak seorang pengacara padamu. Hubungilah Pengacara berkompeten itu, semoga ini menjadi jalan kamu mengungkap kasus itu"
"Terimakasih, Dar. Kamu memang yang terbaik!"
Jenita akhirnya memutuskan panggilan tersebut. Lalu tangannya bergantian menyimpan sebuah nomor ponsel Pengacara, yang baru saja di berikan oleh Dara.
Jenita menghela napas lebih dulu, sebelum akhirnya menekan tombil hijau pada kontak Pengacara tersebut.
Tut....
Tut...
Tut....
"Hallo....."
****
****
Next---