Suasana masih terasa sangat menegangkan di dalam ruangan itu karena Julian, adik dari Jordan masih tak mau memberikan tatapan selayaknya paman pada keponakannya.
"Kau jangan banyak berceramah anak ingusan! apa kau sadar? kau sekarang ini tengah berbicara dengan siapa?" tanya Julian pada Dewa.
Dewa yang sudah muak dengan situasi ini, akhirnya pria itu mengeluarkan senyum menakutkannya seakan memberikan peringatan pada Julian, agar Paman dari Harmoni itu mau menutup mulutnya rapat-rapat lagi.
"Jika Anda masih terus bersikap seperti ini, saya yakin, giliran generasi Anda kelak yang akan menerima sebuah kado yang sama seperti yang di terima oleh keluarga Harmoni," sindir Dewa masih dengan senyum simpulnya namun, tangan pria itu masih setia mengusap punggung Harmoni yang masih berada dalam rengkuhannya.
Gadis itu mendengarkan semua percakapan yang di lakukan oleh Dewa dan Julian namun, Harmoni lebih memilih diam karena ia tak mau sang paman yang memang dari dulu tak sepaham dengannya semakin menyudutkan dirinya.
Istri dari Julian kali ini harus ikut andil menenangkan suaminya karena ia baru menyadari maksud dari ucapan Dewa yang mana kelak akan ada Harmoni lainnya.
"Sayang! hentikan semua kekacauan ini? ini hari bahagia Kak Jordan dan Kak Rose, jangan buat hari pernikahan mereka menjadi suram," tutur istri dari Julian dengan tangan yang mengusap punggung suaminya lembut, berharap memberikan efek positif pada sang suami.
"Kau jangan ikut campur urusan kami! kau tinggal diam dan dengarkan saja, apa yang akan pria ingusan ini katakan lagi karena aku yakin, dia tak mungkin benar-benar mau serius dengan gadis yang sudah tak dihargai di keluarganya karena aku tahu alasan para pria tak mau meminang keponakanku tersayang itu karena dia sudah tak dianggap oleh keluarga besar kita," lontar Julian semakin menambah sakit pada bagian ulu hati Harmoni karena ucapan pamannya yang memang ada benarnya juga.
Rata-rata para pria yang mendekatinya memang hanya setengah-setengah saja dan Harmoni juga tak terlalu merespon karena ia tahu, jika semua pria itu tak benar-benar sungguh ingin serius padanya, mengingat ia sudah tak tinggal atau berada dalam naungan keluarga besarnya sendiri.
Dewa semakin mengeratkan giginya karena ucapan Julian yang memang sungguh sudah tak dapat ia toleransi lagi.
Saat mulut Dewa hendak membuka suaranya, suara istri dari Julian lebih dulu terdengar di telinga semua orang.
"Apa kau lupa dengan anak bungsu kita? apa kau lupa akan hal itu? apa kau hanya pura-pura lupa?" tanya istri Julian pada suaminya.
Seketika wajah tegang menghampiri Julian kala sang istri mengingatkan anak bungsunya yang juga seorang perempuan dan masih duduk di bangku kuliah.
"Jangan lanjutkan lagi," pinta Julian pada istrinya.
"Tidak bisa, Julian! kau harus mendengarkan ini semua, anak kita juga akan mengalami apa yang Harmoni alami, jika kita terus mengekang keinginannya, apa kau tahu apa akibatnya, jika waktu itu kita tak mengetahuinya?" tanya istri Julian pada suaminya dan Julian lagi-lagi terdiam mencerna setiap ucapan yang dilontarkan oleh sang istri.
"Aku mohon padamu, jangan buat dirimu malu di sini, ini bukan acara kita, ini acara bahagia Kakak, jangan buat semua hancur karena ulahmu sendiri, tunjukkan sikapmu yang memang seorang pengacara hebat, jangan tunjukkan bagaimana prahara keluarga kita ini," jelas istri dari Julian dan spontan pria yang awalnya sangat arogan tersebut menundukkan kepalanya.
Julian membayangkan, bagaimana, jika putrinya sendiri yang mengalami hal yang sama dengan Harmoni, tak di anggap oleh keluarga besarnya dan harus hidup sendirian tanpa ada keluarga yang menemaninya.
Julian berbalik ke arah Jordan, di mana sang kakak saat ini sudah berdiri berdampingan dengan istrinya.
Julian berjalan ke arah Jordan dan Rose. Ia ingin mempertanggungjawabkan semua ucapan dan kesombongannya selama ini karena ia masih belum sadar, jika Dewa tak mengingatkan dirinya, anak perempuannya juga pasti akan mengalami hal yang sama dengan Harmoni karena putri satu-satunya itu juga tak mau menjadi seorang pengacara, gadis kecilnya ingin menjadi seorang dokter.
Julian sudah berada di hadapan sang Kakak. Tatapan mata pria itu sungguh tak dapat di jabarkan lagi.
"Maafkan aku, Kak!" tutur Julian pada Jordan.
"Untuk apa?" tanya Jordan yang masih ingin tahu alasan lebih jelas sang adik meminta maaf padanya.
"Selama ini aku terlalu kolot dalam berpikir, sampai aku tak sadar, jika Tuhan sudah menegur diriku secara tak langsung lewat putriku dan aku masih tak sadar akan hal itu," jelas Julian menatap ke arah Jordan.
"Apa kau akan melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan pada Harmoni, jika memang hal itu benar-benar terjadi pada putrimu?" tanya Jordan pada adiknya.
Pria itu menggelengkan kepalanya dengan sangat cepat dan Julian pasti tak akan sanggup melakukan hal itu.
"Kenapa kau tak mau melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan pada Harmoni? bukankah kita memiliki pemikiran yang sama?" tanya Jordan yang masih ingin memancing jawaban dari mulut sang adik.
Wajah Julian yang awalnya begitu sombong saat berbicara dengan Dewa perihal kesalahan yang Harmoni lakukan, kini wajah itu tertunduk tak berdaya kala menyangkut masalah yang berhubungan dengan putrinya.
"Aku tak sanggup melihat putriku harus hidup seperti Harmoni, aku tak bisa membiarkan dia hidup tanpa perlindungan dari keluarga kita, aku juga tak sanggup membiarkan nyawanya ...."
Perkataan Julian rasanya tercekat di kerongkongannya karena membayangkan saja putrinya diambang kematian setiap harinya sudah bisa membuat dirinya menjadi orang tua yang tak berguna dan ia baru sadar, jika Jordan yang tak laik adalah sang kakak juga mengalami hal itu.
"Maafkan aku karena aku tak berkaca pada kehidupanku sendiri selama ini, jika saja tak ada yang mengingatkan perihal putriku, aku pasti akan tetap memusuhi keponakanku," jelas Julian dengan kepala yang semakin tertunduk malu.
Rose dan istri Julian hanya bisa menahan air mata yang akan runtuh begitu saja karena rasa terharu mereka melihat keluarga yang dulunya tak seperti saat ini.
Jordan menghampiri sang adik dan memeluk Julian.
"Aku paham apa yang kau rasakan karena aku sudah lebih dulu merasakan hal itu, rasa di mana kau tak bisa memeluk putrimu, bercanda tawa dengannya dan memeluknya saat kau merindukan dia, semua rasa itu sudah aku alami," jelas Jordan dengan suara sedikit bergetar.
Julian menahan air matanya agar tak runtuh namun, semuanya sia-sia saat punggung sang kakak bergerak naik turun meskipun tak terlihat secara jelas.
"Maafkan aku, Kak!" sesal Julian pada Jordan.
Keduanya berpelukan layaknya saudara yang tak pernah bertemu sama sekali dan kedua istri mereka menghampiri keduanya.
Mereka berdua memberikan semangat pada para suami, agar tak melakukan kesalahan yang sama lagi karena sudah ada contoh dari kesalahan yang mereka buat, yaitu Harmoni.
Dewa dan Harmoni masih senantiasa dalam dekapan satu sama lain.
Semua orang ikut terharu melihat kakak beradik itu saling terbuka dan memaafkan satu sama lain dan para tamu yang hadir juga sudah memastikan, jika keluarga Sudarmanto, pasti akan lebih berjaya dari sebelumnya karena semua anggota mereka sebentar lagi akan berkumpul menjadi satu, termasuk Harmoni.
Gadis yang selama ini dikucilkan keluarga namun, berkat usaha dan mimpinya, ia bisa membangun perusahaan yang mampu menampung para pekerja untuk mencari sesuap nasi di sana.
Jordan yang sudah puas saling maaf dengan sang adik, perlahan melepaskan pelukannya dan menatap ke arah Harmoni dan Dewa yang masih dalam posisi yang sama.
Pria yang sudah tak muda lagi itu, berjalan ke arah Harmoni dan Dewa, diikuti oleh Rose di belakangnya.
Dewa semakin mengusap pundak kekasihnya lebih lembut lagi.
"Calon mertuaku kemari, kau sebaiknya melihat ke arah mereka, sebelum aku tak direstui menjalin hubungan denganmu, Sayang!" bisik Dewa ingin menggoda Harmoni.
Harmoni yang paham akan maksud Dewa langsung sedikit melonggarkan pelukannya dan sedikit memiringkan tubuhnya menatap ke arah kedua orangtuanya yang berjalan ke arahnya.
Seakan takut terjadi apa-apa pada Harmoni, Dewa tak melepaskan dekapannya pada tubuh gadis itu, meskipun di hadapan kedua orangtua Harmoni.
Jordan dan Rose saat ini sudah berada di hadapan Dewa dan Harmoni.
"Apa kau tak ingin memeluk, Papa?" tanya Jordan pada putrinya karena gadis itu saat ini masih berada di dalam dekapan Dewa, seakan tak ingin lepas dari pelukan pria bermata biru tersebut.
Dewa melihat ke arah Harmoni dan gadis itu juga menatap ke arah Dewa.
"Lakukan apa yang ingin kau lakukan saat ini," pinta Dewa pada kekasihnya.
Harmoni tersenyum pada Dewa dan langsung berlari secepat mungkin ke arah sang ayah.
Harmoni memeluk tubuh Jordan erat, ia sangat rindu masa-masa di mana dirinya selalu dimanja oleh Jordan dan pria itu selalu menuruti semua keinginannya.
Rose tak mau kalah, ia ikut bergabung dengan kedua keluarganya yang sedang melepas rindu dan suara riuh tepuk tangan menggema menjadi satu di dalam ruangan tersebut.
Semua mata para tamu berkaca-kaca saat melihat keluarga itu kembali bersatu.
Jason yang berada di sana hanya bisa menyaksikan semua kebahagiaan yang Harmoni terima saat ini.
"Aku turut bahagia melihat kau bahagia, Momo!" gumam Jason.
Jordan yang sudah merasa cukup dengan pelukannya pada sang putri, pria paruh baya itu menatap ke arah Dewa.
"Jangan hanya menjadi penonton! apa balasan ucapanmu dengan ucapan adikku tadi?" tanya Jordan pada calon menantunya.
Dewa yang sudah tanggap maksud dari arah pembicaraan Jordan langsung memajukan dua langkah kakinya ke depan, memperpendek jarak diantara dirinya dan keluarga Harmoni.
Harmoni dan Rose melihat ke arah Dewa secara bersamaan, ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh pria itu atas ucapan Jordan.
"Mungkin setiap pria yang sebelumnya mendekati putri Anda hanya sebatas coba-coba atau apalah itu, saya tak paham, tapi yang jelas, perasaan yang saya miliki pada putri Anda itu lebih besar dari yang Anda miliki pada Harmoni. Saya tak bisa menunjukkan hanya sebuah kata-kata saja, Anda pasti perlu bukti, bukan?" tanya Dewa pada Jordan.
Ayah dari Harmoni itu hanya diam menatap ke arah Dewa, ia ingin menunggu bukti apa yang akan Dewa berikan padanya sebagai bahan pertimbangan, jika pria bermata biru itu memang layak untuk mendapatkan putrinya karena ia tahu, selama beberapa tahun ini ia sudah dapat dikatakan gagal menjadi seorang ayah yang tanggap dan melindungi putrinya dan saat ini ia akan membuktikan pada semua orang, jika dia dan keluarganya sudah berdamai.
Dewa tersenyum pada Harmoni sembari mengerlingkan matanya pada Harmoni.
"Aku akan membuktikannya padamu, Sayang!" tutur Dewa menatap Harmoni penuh cinta.
Deg deg deg
Jantung gadis itu berdetak kencang karena ia sangat penasaran, kejutan apa yang akan Dewa tunjukkan pada keluarga dan tamu yang datang malam ini.