Bab 58

1842 Words
"Apakah sudah boleh dilanjutkan ceritanya?" tanya Hicob sekaligus mencoba merayu Mona yang terlihat sudah mulai merajuk padanya. "Sudah tidak berselera," tolak Mona menatap ke arah lain. "Jangan begitu, nanti cepat tua," bujuk Hicob lagi membuat Mona berhasil menatap ke arah pria berkacamata tersebut. "Siapa yang kau sebut tua? aku masih muda, mungkin umurmu yang sudah tua," sindir balik Mona pada pria itu. "Asalkan kau mau melanjutkan ceritamu, aku bersedia mengaku, jika aku ini sudah tua," jujur Hicob mengeluarkan cengiran kudanya. "Tak perlu tersenyum seperti itu, aku juga akan bercerita," kesal Mona masih dengan suara sedikit ketus khas orang sakit. "Baik sekali ternyata jadi, bagaimana kelanjutannya?" tanya Hicob yang merasa penasaran dengan cerita Mona. "Aku bertemu dengan seorang pria yang cukup tampan, tapi enehnya, pria itu memakai jubah hitam seperti Batman," jelas Mona pada Hicob. "Apa dia memakai topeng?" tanya Hicob memastikan lagi. "Tidak, dia terlihat cukup tampan dan warna lensa matanya juga berwarna biru, sama seperti milik Tuan Dewa," jabar Mona membuat Hicob langsung tertuju pada satu sosok yaitu, Damian. "Apa mungkin Damian sengaja melakukan ini, agar ia bisa lebih leluasa meminta antek-anteknya untuk melancarkan aksinya?" pikir Hicob. "Apa kau mengenal pria itu?" tanya Mona yang penasaran dengan ekspresi wajah Hicob seperti orang tengah memikirkan sesuatu. "Aku pikir, aku mengenalnya," sahut pria berkacamata tersebut. "Siapa?" tanya Mona cukup penasaran dengan sosok pria berjubah hitam tersebut. "Damian!" "Nama yang bagus," puji Mona membuat wajah Hicob tak bersahabat. "Namanya saja yang bagus, tapi sifatnya minta di bumi hanguskan, jangan menilai sesuatu dari luar atau namanya saja, nama boleh bagus, tapi kelakuannya sungguh berbanding terbalik dengan nama dan wajahnya," ketus Hicob menjelaskan perihal Damian pada Mona. "Apa dia jahat?" tanya Mona ingin tahu. "Bukan hanya jahat, tapi sangat jahat," jelas Hicob membuat pria itu naik darah. "Apa kau sangat membencinya?" tanya Mona lagi. "Sesungguhnya aku tak terlalu membenci pria itu, tapi semenjak ia sudah di cuci otaknya oleh sang ayah, Damian menjadi pribadi yang sama seperti sang ayah dan anehnya lagi, dia terobsesi menjadi raja selanjutnya dan merebut kristal milik Tuan Dewa." "Jadi apa hubungannya dengan Tuan Dewa?" tanya Mona yang memang hanya bisa bertanya dan bertanya. "Dia sepupu Tuan Dewa, ayah dari Damian adalah paman Tuan Dewa dan Pamannya itu anak tertua dari raja terdahulu yaitu kakek Tuan Dewa, seharusnya tahta kerajaan kami jatuh pada Dalgon yang tak lain adalah paman Tuan Dewa namun, karena insiden itu, akhirnya kakek Tuan Dewa memutuskan memberikan tahta pada Raja Darren yaitu, ayah dari Tuan Dewa," rinci Hicob yang mulai memberitahu sedikit demi sedikit rahasia planetnya. "Apa aku boleh tahu, insiden apa itu?" tanya Mona yang masih penasaran pada cerita Hicob. "Insiden saat Dalgon tertangkap basah sedang mempelajari kitab sihir hitam yang memang sangat dilarang di kerajaan kami dan pada saat itu juga, penobatan yang seharusnya beberapa hari lagi dilakukan sebagai putra mahkota, akhirnya Dalgon diusir dari kerajaan dan dia menetap di gurun Amoor yang memang terkenal sangat gersang, bahkan di tempa itu, banyak sekali hewan berbisa dan tempatnya para iblis bersarang di bawah gurun tersebut," jelas Hicob membuat Mona merasa sedikit seram dengan cerita Hicob. "Apa iblis itu antek-antek dari Dalgon dan Damian?" tanya Mona membuat kepala Hicob mengangguk mengiyakan. "Jadi, semua peristiwa yang menimpa Nona Harmoni adalah ulah mereka?" tebak Mona sedikit marah pada Dalgon dan Damian. "Tidak semuanya ulah mereka, karena hanya beberapa kali saja mereka turun tangan, semua hal yang menimpa Harmoni beberapa kejadian lalu adalah murni ulah para anak buah napi yang mengincarnya karena dendam terselubung," jelas Hicob lagi. "Pantas saja, iblis kalajengking itu menyerupai Nona Harmoni," gumam Mona menarik indera pendengaran Hicob. "Jadi, dia menyerupai Harmoni untuk menggaetmu?" tanya Hicob. "Iya dan aku dengan bodohnya tertipu oleh mereka, tapi aku yakin, di antara mereka, ada yang manusia asli," tutur Mona yang membuat tawa Hicob seketika pecah. "Hahahaha! memang ada manusi tak asli?" Mona dibuat kesal lagi oleh pria bermata empat itu. "Bukan itu maksudku, manusia murni yang tak memiliki kekuatan apapun karena mereka tak melakukan apapun padaku," jelas Mona yang langsung menyadarkan Hicob perihal kejadian apa yang akan terjadi saat acara seminar beberapa hari lagi. "Apa orang itu yang akan melakukan kejahatan pada saat nanti seminar berlangsung," pikir Hicob. "Seminar? jangan bilang, jika seminar yang akan dilakukan di kampus milik Tuan Dewa," tebak Mona dengan lirikan mata yang cukup tajam pada Hicob. "Ya!" Kepala Mona semakin terasa pusing, ia tak habis pikir, ternyata keselamatan Harmoni benar-benar terancam, jika saja tak ada Hicob dan Dewa, entah apa yang akan dilakukan oleh orang-orang itu pada bosnya. "Intinya aku dikurung di dalam ruang bawah tanah dan di sana, terdapat banyak sekali iblis kalajengking, semuanya menatap ke arahku dengan tatapan lapar dan haus, mungkin karena mereka tak pernah sekalipun bertemu dengan manusia dan wangi darahku mungkin sangat enak jadi, reaksi mereka sangat berlebihan," rinci Mona yang hanya manusia biasa tak paham akan rasa darah seperti apa bagi para iblis itu. "Kenapa kau nampak paham sekali perihal masalah bau darahmu?" tanya Hicob menggoda Mona. "Aku suka melihat film vampir," sahut Mona apa adanya. "Tapi mereka bukan vampir dan ...." "Kepalaku sedikit pening," potong Mona atas pembicaraan Hicob. Pria itu paham, jika kondisi Mona saat ini masih belum pulih. "Sebaiknya kau istirahat sampai kesehatanmu kembali pulih," pinta Hicob pada Mona. Gadis itu segera membaringkan tubuhnya, agar kesehatannya segera pulih. Hicob akan pergi dari kamarnya namun, suara Mona mengurungkan niat pria itu, sehingga tatapan mata Hicob tertuju pada Mona. "Tunggu!" "Ada apa?" tanya Hicob yang tahu, jika Mona membutuhkan bantuannya. "Nona sekarang ada rapat penting dengan Tuan Jason, apakah aku boleh meminta bantuanmu untuk menggantikan aku untuk sementara waktu? kau sedang kosong, 'kan?" tanya Mona mencoba menebak saja. "Jadwalku masih nanti siang, ada pertemuan dengan beberapa dosen besar," jelas Hicob pada Mona. "Apakah kau bisa menggantikan aku untuk sementara waktu? kasihan Nona Harmoni harus rapat sendirian tanpa ada yang mendampinginya," jelas Mona lagi. Hicob masih tak menjawab permintaan yang diajukan oleh Mona padanya. "Bagaimana? bisa?" tanya Mona dengan suara cukup lemah karena keadaan tubuh gadis itu yang masih belum stabil. "Akan aku usahakan, jika tak bisa, aku akan meminta bantuan Tuan," jelas Hicob yang langsung berjalan membuka gagang pintu rumah Harmoni. Crururuuuut Suara perut Mona memberikan tanda, jika perut itu dalam keadaan lapar tak memiliki asupan apapun. Sebelum Hicob benar-benar keluar dari dal kamar Mona, pria itu masih sempat berkata, "Aku akan membawakanmu sarapan." Setelah mengucapkan hal tersebut, Hicob langsung keluar dari kamar Mona dan wajah gadis itu sangat malu. "Kenapa perut ini tak berkoalisi denganku, sih! sudah aku tahan, tapi masih saja berbunyi di saat yang tak tepat," omel Mona pada perutnya yang tak tahu apa-apa. Sedangkan di sebuah kamar, Harmoni sudah siap dengan setelan atasan dan bawahan serta sebuah tas keluaran teranyar musik ini berwarna putih tulang. Gadis itu membenarkan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan karena tak berada pada tempatnya, sementara pria dengan baju dan wangi yang sama masih berada di dalam ruangan Harmoni. Pantulan pria itu masih dapat terlihat lewat kaca rias Harmoni. "Kenapa masih di sana? apa kau tak ada niatan pulang untuk sekedar sikat gigi saja?" sindir Harmoni pada Dewa. "Di rumah ini juga bisa," sahut Dewa membuat Harmoni menatapnya tajam dari arah kaca rias miliknya. Dewa hanya menanggapinya dengan raut wajah datar karena menurutnya hal itu tak terlalu dipusingkan oleh Dewa. "Apa kau tak malu menumpang di kamar mandi seorang perempuan? apalagi kita tak ada hubungan apapun dan lagi kau buk ...." Harmoni langsung menundukkan kepalanya karena Dewa tiba-tiba membuka baju atasannya menampilkan tubuh bagian atasnya yang polos tanpa apapun dan pastinya dengan perut yang sudah berkotak-kotak bentuknya. "Kenapa?" tanya Dewa pada Harmoni dengan suara hampir tergelak karena pria itu merasa sangat lucu dengan kelakuan gadis berambut panjang tersebut. "Masuk ke kamar mandi sekarang!" teriak Harmoni masih dengan wajah tertunduk ke bawah tak ingin melihat bentuk tubuh Dewa yang pasti menggoda iman para kaum hawa. "Kenapa? aku masih gerah," goda Dewa yang ingin tahu bagaimana reaksi Harmoni kali ini. "Jangan memancing kesabaranku, Dewa! cepat masuk ke kamar mandi!" "Aku masih gerah! apa kau tak mengerti bahasa manusia?" tanya Dewa yang terus berusaha menguji kesabaran Harmoni. Tanpa pikir panjang, Harmoni menegakkan posisi kepalanya namun, mata gadis itu terpejam. Secara perlahan, Harmoni melangkahkan kakinya menuju ke arah Dewa dengan gerakan kaki yang terbata-bata karena matanya ia pejamkan, agar tak dapat melihat bentuk tubuh Dewa. "Apa yang kau lakukan? kenapa kau berjalan dengan gerakan seperti itu? apa kau sedang melucu di hadapanku?" tanya Dewa tersenyum meledek. "Diam kau, aku tak ingin melihat pria tak memakai baju seperti dirimu," cicit Harmoni yang mendapatkan respon gelak tawa dari mulut Dewa. "Buka saja matamu, bukankah aku masih memakai celana, ini masih dalam batas wajar, Nona!" "Diam!" Harmoni semakin mempercepat langkahnya, sampai ia tak sadar, jika di hadapannya terdapat sofa yang berhadapan langsung dengan sofa yang di tempati oleh Dewa dan pada akhirnya. Duuukkkkk "Awwwww!" Kaki Harmoni tersandung pada sofa tersebut dan Dewa dengan sigap memapah tubuh Harmoni yang hampir saja limbung ke lantai. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Dewa dengan raut wajah cemas. "Sudah tahu pasti sakit, masih saja bertanya seperti itu," kesal Harmoni dengan suara kesalnya namun, lebih terdengar seperti rengekan anak kecil yang minta di gendong oleh sang ayah. Tanpa basa-basi, Dewa langsung mengangkat tubuh Harmoni dan gadis itu memekik kecil kala tubuhnya terasa melayang. Kedua matanya yang awalnya tertutup, kini sudah mulai terbuka kembali menatap ke arah kedua manik mata Dewa. "Kenapa menggendongku?" tanya Harmoni dengan kedua tangan yang sudah melingkar indah di leher Dewa. "Karena aku tahu, kakimu pasti sakit," jelas Dewa menatap wajah Harmoni. Sebagian rambut Dewa ada yang berantakan, dengan gerakan reflek, Harmoni membenarkan tatanan rambut Dewa. Setelah selesai, gadis itu menatap ke arah lengan Dewa yang tanpa ia sadari, tubuhnya sudah bersentuhan langsung dengan kulit bagian atas milik Dewa. "Dingin?" tanya Dewa dan Harmoni hanya menggelengkan kepalanya, mungkin ia sudah terbiasa dengan suhu tubuh Dewa yang di atas rata-rata suhu tubuh orang normal lainnya. Dewa berjalan sedikit ke arah depan dan meletakkan tubuh Harmoni tepat di sofa tempat ia tertidur semalam. Dewa dengan cekatan segera berjongkok di hadapan Harmoni dan membuka sepatu hak tinggi milik gadis bertubuh ramping tersebut untuk melihat apakah ada luka lecet atau tidak. Ternyata ada luka lecet namun, hanya pada bagian jempolnya. Dewa segera membalut luka lecet tersebut dengan plester dan Harmoni sudah tak heran lagi darimana gerangan plester itu datang karena pria itu memiliki kemapuan ajaib. Setelah selesai, Dewa kembali memasang sepatu hak tinggi milik Harmoni dan menatap ke arah gadis itu. "Lain kali tak perlu seperti itu, hanya bagian atas saja dan itu masih dalam batas wajar, asalkan aku tak memperlihatkan semuanya padamu," goda Dewa langsung berdiri sembari mengerlingkan sebelah matanya pada Harmoni dan gadis itu hanya bisa diam melongo melihat tingkat kegenitan pria yang super dinginnya minta ampun. Dewa langsung masuk ke dalam kamar mandi milik Harmoni, sementara si empunya kamar masih diam dengan mulut menganga dan mata berkedip-kedip tak mau berhenti. "Apa dia salah minum obat atau mataku yang sudah bermasalah? mana mungkin pria seperti Dewa bisa bersikap segenit itu?" tanya Harmoni menepuk pipinya berkali-kali sembari mencoba berjalan keluar dari dalam kamarnya karena apa yang ia lihat tadi seperti sebuah mimpi yang sangat nyata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD