Dua anak manusia tengah menikmati gurihnya opor yang mereka santap pagi ini karena jarum jam di pergelangan tangan Dewa masih menunjukkan pukul 9 pagi.
"Apa kau pernah makan makanan ini?" tanya Harmoni pada Dewa.
Pria itu hanya menggelengkan kepalanya pertanda, jika Dewa tak pernah memakan makanan bersantan tersebut.
"Bagaimana rasanya? enak?" tanya Harmoni pada Dewa.
"Lumayan!" sahut pria bermata biru tersebut.
"Bagiku ini sangat enak," celetuk Harmoni melahap opor tersebut dengan ganasnya sampai gadis itu tak menyadari, jika di bagian sudut bibirnya terdapat bekas santan dari opor yang dimakannya.
Dewa tersenyum sembari mengulurkan tangannya untuk membersihkan noda santan yang menempel di sudut bibir Harmoni.
Rasa lembut dan kenyal, itulah hal yang pertama kali muncul dalam benak Dewa saat indera perabanya menyentuh sudut bibir Harmoni.
Harmoni yang mendapat perlakuan manis terkejut bukan main karena Dewa tanpa aba-aba sudah lebih dulu mengusap sudut bibirnya.
"Jangan ceroboh, bibirmu jadi kotor, jika kau makan seperti orang tak pernah makan setahun saja," cicit Dewa masih fokus dengan bibir Harmoni.
Tangan Harmoni perlahan menyentuh punggung tangan Dewa yang masih setia berada di bibirnya.
"Bukankah ada dirimu yang yang akan membersihkan sudut bibir ini?" terka Harmoni membuat Dewa menatap ke arah kedua manik mata gadis tersebut.
"Jangan coba memancing pertahananku sampai roboh, Sayang! apa kau ingin aku menci ...."
"Lakukan!" sambung Harmoni memberikan lampu hijau terang pada Dewa.
Kali ini Harmoni ingin egois, ia ingin melakukan apa yang hatinya inginkan, ini hari di mana ia dan Dewa akan mengukir kenangan indah sebelum pria itu benar-benar pergi meninggalkan dirinya.
"Setidaknya ada kenangan indah yang akan aku ingat untuk mengenang dirimu, Dewa!" pikir Harmoni dalam diamnya.
Dewa masih diam dengan posisi tangan yang masih sama namun, isi kepala pria itu juga tengah sibuk dengan pemikirannya sendiri.
"Waktuku, diriku, dan semua yang ada padaku saat ini adalah milikmu, tapi setelah aku pergi, semua ingatan itu akan aku hapus secara permanen, kau bisa melanjutkan hidupmu bersama pria lain dan tak akan pernah mengingatku, seumur hidupmu," gumam Dewa dalam hatinya.
Dewa masih belum tahu keistimewaan seorang Harmoni, gadis itu memiliki hal yang tak diketahui oleh Dewa, hanya kedua orangtuanya dan Harmoni sendiri yang tahu keistimewaan tersebut.
Dewa mulai melepaskan tangannya dari sudut bibir Harmoni dan beranjak berdiri dari kursi yang ia duduki.
Dewa masih tetap fokus menatap ke arah Harmoni namun, jentikkan jari Dewa mengalihkan tempat di mana ia berada sekarang.
Hembusan angin dengan aroma beberapa bunga begitu menyeruak indera penciuman Harmoni.
Gadis itu tersadar dan melihat ke arah sekelilingnya.
Berbagai jenis bunga dan kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya secara bergantian menghinggapi setiap bunga yang berada di tempat itu.
Mereka seperti tengah menari menyambut kedatangan Harmoni dan Dewa.
Tanpa sadar, Harmoni berdiri melangkahkan kakinya menapaki tiap rerumputan hijau di tempat yang Harmoni yakini adalah sebuah taman bunga dengan puluhan kupu-kupu yang menari berpindah tempat menghinggapi tiap bunga yang ada di sana.
Dewa hanya memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh Harmoni karena pria itu memang sengaja membawa gadisnya ke tempat tersebut.
Harmoni terus mengikuti jalan yang sudah tersedia di taman tersebut dan kini CEO cantik tersebut sudah berada di tengah-tengah ribuan bunga yang mengelilingi dirinya.
Kupu-kupu yang berterbangan menambah keindahan tempat tersebut.
Senyuman pada bibir Harmoni tak dapat gadis itu hindari.
Dari berbagai jenis kupu-kupu yang ada, ada satu jenis kupu-kupu yang berbeda, baik dari segi warna dan ukurannya.
Kupu-kupu itu berwarna biru, persis seperti warna lensa mata Dewa.
Harmoni terus mengamati serangga tersebut dan mengikuti setiap gerakan kepakan sayapnya.
Hewan penghisap nektar bunga itu juga terus saja berputar-putar di dekat Harmoni sampai pada akhirnya gadis cantik dengan rambut yang ia kepang dua mencoba memberanikan dirinya untuk mengangkat tangannya ke atas seakan ia memberikan akses pada serangga cantik tersebut untuk hingga di tangan mulusnya itu.
Dewa yang hanya memperhatikan setiap gerakan Harmoni tersenyum dengan kedua lensa mata yang memancarkan sinar biru sama persis seperti warna kupu-kupu yang kini berada di dekat Harmoni.
Perlahan tapi pasti, kupu-kupu berwarna safir tersebut mulai mendekat ke arah tangan Harmoni.
"Kemarilah! aku tak akan berbuat jahat padamu," ujar Harmoni seakan serangga tersebut bisa mengerti ucapannya.
Dewa yang masih setia berada di jarak yang cukup jauh dengan Harmoni hanya bisa tersenyum tampan karena ia dapat mendengar dengan jelas apa yang Harmoni katakan.
Seakan mengerti ucapan Harmoni, serangga penghisap nektar itu mendekati jari Harmoni dan tanpa rasa sungkan, serangga tersebut hinggap di jemari Harmoni dan parahnya lagi, bukan jari telunjuk atau jari tengah yang dipilih oleh serangga tersebut, melainkan jari manisnya.
Kupu-kupu menghadap ke arah Harmoni terlihat seperti tengah tersenyum pada gadis tersebut dan masih dengan sayap mengepak indah.
Seperti sebuah cincin yang tersemat di jari manisnya, Harmoni melihat secara seksama dan bibirnya tertarik ke atas membayangkan, jika yang tersemat di jarinya bukan seekor serangga, melainkan sebuah cincin dengan permata biru yang sangat indah dan berkilau.
"Cantik!" gumam Harmoni semakin membuat senyum Dewa yang mendengarnya dari jarak yang cukup jauh terukir indah.
"Kau juga cantik," ucap seseorang yang tak nampak wujudnya dan hal tersebut membuat Harmoni menoleh ke arah sekelilingnya karena merasa aneh dengan suara tersebut.
Gadis itu terus mencari sumber suara tersebut dan masih tak menemukan si pemilik suara.
"Tak ada siapapun, apa aku sedang berhalusinasi?" tanya Harmoni pada dirinya sendiri.
"Kau memang sangat cantik," tutur suara itu lagi dan Harmoni semakin dibuat penasaran dengan suara tersebut.
Bukannya merasa takut, gadis itu malah semakin merasa penasaran dan ingin tahu seperti apa wujud orang yang berani mempermainkan dirinya.
Arah tatapan Harmoni tak sengaja melirik ke arah kupu-kupu yang yang masih hingga di jari manisnya.
Tangan sebelah Harmoni mengusap lembut serangga tersebut.
"Apa kau yang berbicara padaku? hah, tapi mana mungkin serangga bisa bicara, aku yang terlalu jauh berpikir," elak Harmoni atas pikirannya sendiri.
"Kau memang sangat cantik, Sayang!"
Ungkapan yang dilontarkan oleh Dewa langsung membuat Harmoni diam karena Dewa bukan hanya berucap seperti itu, melainkan pria bermata biru itu juga melakukan tindakan yang membuat Harmoni tak berkutik.
Dewa memeluk tubuh Harmoni dari belakang dengan kepala yang sudah berada di bahu Harmoni sembari melihat kupu-kupu yang berada di jari manis kekasihnya.
"Sangat cocok berada di jari manismu," puji Dewa dengan tangan yang masih setia melingkar di perut rata Harmoni.
Dewa perlahan mulai mengusap sayang kupu-kupu itu dan si empunya sayap diam tak melakukan perlawanan.
"Kau sangat tahu di mana tempat yang cocok untuk hinggap pada jemari kekasihku, padahal aku tak memberikan perintah apapun," ungkap Dewa membuat Harmoni menoleh ke arah Dewa.
Wajah mereka berdua sudah sama-sama dekat satu sama lain dan Dewa juga menghadap ke arah gadis tersebut.
"Apa ini ada hubungannya dengan dirimu?" tanya Harmoni pada Dewa.
"Tentu saja, mana mungkin ada kupu-kupu yang bisa berbicara sendiri," jujur Dewa pada Harmoni.
"Jadi suara seseorang yang berbicara padaku tadi ...."
"Ya, itu aku, Sayang! ... aku masih ingin menagih janjimu karena kau yang sudah memancing diriku untuk membawamu kemari," sambung Dewa menyatukan ujung hidung mereka berdua.
"Janji ap ...."
"Seorang gadis ada yang meminta aku untuk menciumnya, bukan?" tanya Dewa membuat wajah Harmoni langsung memerah.
Gadis itu sadar, siapa orang yang dimaksud oleh Dewa.
Keduanya sudah saling tatap satu sama lain dan Dewa tanpa rasa sungkan langsung mengecup bibir Harmoni cukup lama tanpa ada gerakan apapun.
Pria itu ingin memberikan kesan manis pada gadisnya karena hal itu yang menjadi poin utama Dewa menyanggupi ajakan kencan dari CEO cantik tersebut.
Sementara bibir Dewa masih sibuk, tangan pria itu juga perlahan mengangkat telapak tangan Harmoni yang masih dihinggapi oleh kupu-kupu berwarna safir miliknya.
Seakan mengerti keduanya sedang melakukan apa, kupu-kupu itu membengkokkan antenanya sampai kedua matanya tertutup dan terkesan seperti tengah malu-malu melihat Dewa sedang bermesraan dengan kekasihnya.
"Lihat jari manismu," pinta Dewa setelah melepaskan kecupannya pada bibir Harmoni.
Tanpa menunggu lama, Harmoni langsung melihat ke arah jari manisnya dan betapa terkejutnya gadis itu saat ia melihat sebuah cincin bertahtakan permata biru sudah tersemat di jari manisnya.
"Ini ...."
Ucapan Harmoni tertahan karena rasa keterkejutan yang teramat sangat langsung menyerang dirinya.
Gadis itu berbalik menghadap ke arah Dewa karena sedari tadi, posisi Dewa masih setia berada di belakang Harmoni.
"Ini kupu-kupu tadi, 'kan?" tanya Harmoni pada Dewa.
"Tentu saja! dan ini hadiah untukmu," jelas Dewa tersenyum manis pada Harmoni dengan tangan yang senantiasa mengusap lembut cincin di jari manis Harmoni.
"Apa kau tahu maksud seorang pria memberikan cincin pada jari seorang gadis yang masih lajang dan terlebih lagi itu pada jari manis seorang gadis," ujar Harmoni yang mengira Dewa tak tahu apa maksud dari pemberian cincin itu pada dirinya.
"Kau milikku satu hari ini, semua yang ada pada dirimu adalah milikku," bisik Dewa tepat di telinga Harmoni.
Deg deg deg
Jantung Harmoni seperti tersambar petir di siang bolong.
Ultimatum kepemilikan Dewa sungguh berhasil membuat gadis itu seakan harus bersama Dewa seumur hidupnya.
Namun kenyataan kembali menampar Harmoni saat ia sadar dari semua khayalan yang terngiang dalam benaknya.
Harmoni menatap Dewa lekat dan penuh akan segudang pertanyaan yang masih ditandon oleh gadis itu.
"Sampai kapan ultimatum itu akan berlaku? kapan kau akan kembali ke tempat asalmu, apa kau akan meninggalkan semua kenangan manis ini begitu saja? apa kau ...."
Dewa langsung merengkuh Harmoni masuk ke dalam pelukannya karena pria itu paham, apa sebentar lagi yang akan terjadi, jika dirinya membiarkan Harmoni terus melontarkan pertanyaan yang nantinya akan membuat gadis itu merasakan sakit pada akhirnya.
"Kau jangan memikirkan hal itu, bukankah kita sudah sepakat untuk berkencan, agar hanya ada kenangan manis yang terukir saat aku benar-benar pergi dari duniamu," ungkap Dewa mengusap rambut Harmoni lembut.
"Kapan kau akan kembali?" tanya Harmoni pada Dewa dengan suara yang cukup parau.
"Besok!"
Bayangan Harmoni tentang semua hal yang berhubungan Dewa mulai berlalu-lalang dalam benaknya.
"Hari ini hari terakhirku bersama dengan pria ini, hari ini hari yang harus aku pergunakan dengan baik dengan pria ini, hari ini pula, hari yang harus dipenuhi dengan taburan kenangan manis dan aku tak akan melewatkannya," ujar Harmoni dalam hati.
Harmoni memeluk Dewa erat, bahkan sangat erat melebihi biasanya gadis itu memeluk Dewa.
"Bagaimana, jika aku tak mengizinkan kau pergi?" tanya Harmoni langsung menengadahkan wajahnya pada Dewa.
Pria itu menundukkan sedikit wajahnya sembari berkata, "Aku tetap harus pergi."
"Meskipun aku berteriak meminta kau jangan pergi?" tanya Harmoni lagi.
"Ya, karena mulai dari besok, semua ikatan antara kita akan terputus," ungkap Dewa yang kembali menggores rasa sakit pada hati Harmoni.
Sebenarnya bukan hanya Harmoni yang merasakan perasaan itu, Dewa yang lebih dulu merasakannya karena pria itu yang lebih tahu, apa yang akan terjadi, jika dirinya kembali ke tempat asalnya dan hubungannya dengan Harmoni pasti juga akan berakhir sampai di situ, terlebih lagi, ia akan mempersunting seorang gadis dari planetnya.
Embun yang sedari tadi Harmoni tahan di pelupuk matanya, kini tak sanggup ia halau lagi.
Setetes benda bening mulai meluncur indah di pipi Harmoni.
Gadis itu sengaja tak mengeluarkan suara apapun, ia hanya mengeluarkan air mata tanpa ada tanda-tanda sesegukan sedikitpun.
"Kali ini aku harus memelukmu dengan puas," gumam Harmoni dalam hatinya.
Dewa sadar, jika gadis yang saat ini membelit tubuhnya sedang mengeluarkan air mata namun, pria itu tak mau terlalu menggubris karena ia takut, jika pertahanan yang dibangunnya runtuh begitu saja dan Dewa tak mau kembali ke planetnya lagi.