Bab 85

1437 Words
Bibir Dewa yang awalnya menyatu dengan bibir Harmoni, kini perlahan mulai terlepas namun, hidung keduanya masih saling sentuh satu sama lain. Jordan dan Rose yang melihat adegan tersebut hanya bisa diam karena ia tak ingin mengusik apapun pilihan putrinya selama pria yang bersama dengan Harmoni pria baik. Semua tamu yang hadir tak terkecuali paman dan bibi Harmoni juga ikut tersenyum melihat keponakan mereka yang sepertinya sebentar lagi akan menggelar sebuah pernikahan megah. "Kenapa kau menciumku?" tanya Harmoni di tengah-tengah deru napas keduanya yang masih tak stabil. "Bukankah kau bilang aku bisa melakukan apapun saat ini," jelas Dewa pada Harmoni. Perlahan kedua kelopak mata Harmoni terbuka dan melihat dengan sangat jelas lensa mata Dewa yang kini berubah menjadi berwarna jingga. "Apa aku masih bisa mendapatkan reward sebelum kau benar-benar pergi?" tanya Harmon pada Dewa. "Apa yang kau inginkan?" tanya Dewa mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping sang gadis. "Bisakah besok kita berkencan layaknya sepasang kekasih pada umumnya?" tanya Harmoni pada Dewa. Senyum pada bibir Dewa terukir indah dengan mata yang masih fokus menatap kedua mata Harmoni dalam. "Besok kita akan berkencan dari pagi sampai malam, satu hari penuh waktuku akan aku berikan padamu," tutur Dewa membuat senyum Harmoni juga ikut terpampang nyata. Gadis itu kembali memeluk tubuh Dewa sangat erat, tentu saja dengan perasaan yang campur aduk. "Setidaknya aku memiliki kenangan indah bersamamu, meskipun setelah ini ... hubungan kita tak akan pernah berlanjut, hanya menjadi sebuah kenangan yang pastinya akan selalu aku ingat," ujar Harmoni dalam hatinya. Dewa yang merasakan pelukan dari Harmoni semakin erat, pria itu juga tak mau kalah, Dewa melakukan hal yang sama seperti yang Harmoni lakukan padanya. "Kau perempuan pertama yang mampu menarik perhatianku sampai hati ini juga ikut serta masuk dalam pesonamu," pikir Dewa dalam hati dengan mata terpejam menikmati detik-detik terakhir dirinya dan Harmoni. Pelukan keduanya akhirnya terlepas, tanpa mereka sadari, ternyata semua tamu sudah berdansa mengelilingi pasangan muda itu. Kini posisi Dewa dan Harmoni berada di tengah-tengah lautan pasang tamu yang berdansa mengikuti alunan musik romantis. Jason yang berada di ruangan tersebut hanya bisa tersenyum pasrah menerima kenyataan, jika gadis yang akan ia jadikan teman hidupnya, sudah ditaklukkan oleh pria lain dan beruntungnya, pria itu tampan, bahkan lebih tampan dari dirinya dan pastinya Dewa sangat mencintai Harmoni. Jason dapat melihat dengan jelas cahaya cinta di antara keduanya karena cahaya itu pasti akan muncul dengan sendirinya dari mata mereka, jika kedua orang sedang dalam keadaan kasmaran. "Aku akan mengalah untuk kali ini karena cinta yang sesungguhnya bukan hanya dengan cara memiliki satu sama lain, tapi wujud dari cinta itu adalah, di mana kita merelakan seseorang yang kita cintai bersama dengan orang yang dicintainya," pikir Jason sembari tersenyum ke arah Harmoni dan Dewa yang mana kedua sejoli itu masih dalam jarak yang cukup dekat. Setelah acara selesai, Jordan dan Rose kini sudah berada di sebuah ruangan di dalam restoran bintang lima yang sengaja di booking oleh pengacara kondang tersebut. Di sana tentu saja bukan hanya aja mereka berdua, Harmoni dan Dewa juga ikut serta di dalamnya. "Kapan rencananya kalian akan menikah?" tanya Jordan dengan tangan yang diletakkan di dagunya sembari menatap ke arah Harmoni dan Dewa secara bergantian. Kedua pasangan muda itu hanya saling tatap satu sama lain karena mereka bingung, jawaban apa yang harus mereka berikan pada Jordan. Rose yang paham akan raut wajah keduanya hanya bisa bantu menjawab pertanyaan dari sang suami. "Jangan langsung menodong anak-anak dengan pertanyaan seperti itu, Pa! biarkan mereka menikmati masa muda mereka dulu, saling mengenal lebih dalam akan lebih baik untuk ke depannya, jika mereka memang nantinya akan memutuskan untuk ke jenjang yang lebih tinggi lagi." Harmoni merasa lega dan sangat terbantu dengan ucapan ibunya. "Iya, Pa! aku masih ingin mengenal Dewa lebih dalam lagi," sambung gadis itu membenarkan ucapan sang ibu. "Bahkan dari saking dalamnya, mungkin kami hanya akan mengingat kenangan ini sebagai sebuah kenangan indah dalam hidup kami," gumam Harmoni dalam hati. Di "Apa kau tak serius pada putriku?" tanya Jordan pada Dewa yang tengah meminum air putih dari dalam gelas. Seketika ucapan Jordan membuat Dewa tersedak. Uhuk uhuk uhuk uhuk uhuk "Kau tak apa-apa?" tanya Harmoni yang merasa panik dengan keadaan pria itu. Harmoni segera mengambil dua lembar tisu dan memberikannya pada Dewa. "Aku baik-baik saja!" elak Dewa yang sebenarnya merasa terkejut dengan tuduhan ayah dari gadis yang ia cintai. "Papa ini! jangan mengintimidasi anak orang seperti itu, bagaimana, jika Harmoni yang berada di posisi Dewa? apa Papa tega membiarkan anak kita merasa tertekan seperti itu? tidak, bukan? jangan terlalu cepat mempertanyakan hal yang masih dalam proses, biarkan berjalan sesuai air mengalir, itu lebih baik, daripada harus terburu-buru, tapi ujung-ujungnya tidak jadi," omel Rose pada suaminya. Apa yang dikatakan Rose ada benarnya juga, seharusnya dirinya tak memaksakan kehendak seperti tadi. "Huh, baiklah! Papa dan Mama akan menunggu kalian siap untuk segera melangsungkan pernikahan karena Papa dan Mama semakin hari bukan semakin bertambah muda, tapi akan menjadi tua, jangan terlalu lama menunda hal baik, jika kalian sudah siap, kami butuh seorang cucu untuk kami timang," jelas Jordan blak-blakan pada Dewa dan Harmoni. Wajah Dewa dan Harmoni sama-sama memerah karena rasa malu yang menghampiri keduanya. "Kenapa aku bisa ada dalam situasi seperti ini? anak? bukankah kita harus melakukan ...." Dewa tak dapat melanjutkan kemana arah jalan pikirannya akan membawanya saat ini karena hal yang berhubungan dengan sebuah pernikahan atau hubungan rumah tangga, pasti merujuk ke arah malam panjang, apalagi, sudah langsung ditodong dengan hadirnya seorang cucu. Membayangkan saja, wajah Dewa sudah semakin memerah, apalagi, jika hal itu benar-benar terjadi. Harmoni hanya diam menetralisir perasaannya yang sudah seperti nasi campur. Malu dan bingung karena sebentar lagi, pria yang berada di sampingnya ini akan benar-benar pergi meninggalkannya. "Papa tenang saja, jika waktunya sudah tiba dan sang maha pencipta mengizinkan aku dan Dewa untuk bersatu, maka dengan mulusnya, jalan yang akan kami tempuh untuk hal kebaikan itu pasti akan segera terwujud, benar, 'kan?" tanya Harmoni pada Dewa. Pria itu menatap gadis yang kini berada disampingnya dengan tatapan iba. "Aku tahu! kau tersenyum hanya untuk menutup rasa kesedihan yang kau rasakan saat ini, jangan buat aku merasa semakin berat meninggalkanmu," pikir Dewa dalam diamnya. "Benar! jika kita memang ditakdirkan berjodoh, sejauh apapun dan sesulit apapun cobaan yang harus aku lewati, Dewa dan Harmoni pasti akan bersatu karena garis yang Tuhan tulis, sudah pasti akan segera terwujud," tutur Dewa menyentuh punggung tangan Harmoni lembut, menghantarkan rasa hangat dan tenang pada gadis itu. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, Dewa dan Harmoni saat ini sudah berada di dalam mobil yang sama, yaitu mobil Dewa. Entah apa yang merasuki Harmoni. Gadis itu tadi saat ditawarkan pulang dengan sang ayah, langsung menolak, ia ingin pulang dengan Dewa. "Kenapa kau menolak saat diajak pulang?" tanya Dewa dengan tangan yang masih fokus menyetir mobilnya. "Aku ingin pulang denganmu," tutur Harmoni dengan sangat jujur. "Kenapa begitu?" tanya Dewa yang masih penasaran dengan alasan Harmoni kali ini. "Aku ingin lebih lama menghabiskan waktu denganmu," sahut Harmoni lagi yang membuat Dewa semakin heran. "Apa kau sudah mulai suka padaku?" tanya Dewa dengan nada yang terkesan mengejek namun, pria itu memang sengaja menanyakan hal tersebut. Dewa ingin tahu, bagaimana reaksi Harmoni kali ini. "Aku hanya ingin banyak mengukir kenangan bersamamu, sebelum kau benar-benar menjadi pria milik gadis lain dan pastinya aku setelah ini, sudah tak bisa dekat denganmu lagi," jelas Harmoni pura-pura tegar di hadapan Dewa, padahal hatinya saat ini sudah merasa tak karuan membayangkan Dewa bersanding dengan gadis lain. "Sabar, Harmoni! ini memang sudah takdir dan kau harus kuat, kau gadis yang bisa melewati semua ini," gumam Harmoni menyemangati dirinya sendiri. Setelah cukup lama kendaraan roda empat milik Dewa menerjang aspal di jalanan, akhirnya mobil hitam milik Dewa sudah berada di depan gerbang pintu masuk rumah Harmoni. Dewa dan Harmoni sama-sama membuka sabuk pengaman masing-masing. "Aku masuk dulu, kau hati-hati di jalan," pamit Harmoni tersenyum ke arah Dewa dan tangan gadis itu hendak membuka pintu mobil Dewa namun, tangannya dicekal oleh Dewa. Dengan cepat, Dewa langsung menarik wajah Harmoni ke arahnya dan mendaratkan bibirnya pada kening gadis tersebut. Cup "Selamat malam dan mimpi indah," tutur Dewa pada Harmoni dengan nada penuh kasih sayang. Mata Harmoni membidik lensa mata milik Dewa. Gadis itu tersenyum sembari berkata, "Semoga kau juga mimpi indah!" Cup Tanpa aba-aba, kecupan manis mendarat pada pipi kiri Dewa dan Harmoni langsung keluar dari mobil hitam itu. Gadis dengan gaun yang sangat indah tersebut berjalan masuk ke dalam gerbang rumahnya dengan tangan yang masih melambai pada Dewa. Dewa yang merasa sangat senang, membuka sedikit kaca mobilku dan tersenyum tampan pada Harmoni sembari membalas lambaian tangan gadis cantik tersebut. "Bagaimana aku tidak jatuh cinta padamu, jika kau bersikap seperti ini padaku," gumam Dewa langsung tancap gas menuju arah pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD