Di kediaman Dewa, pria itu saat ini tengah menunggu Hicob datang karena ada hal penting yang akan ia bicarakan dengan asisten pribadinya itu.
Dewa yang tak tahu harus melakukan apa, ia lebih memilih mengutak-atik ponselnya untuk berselancar ke berbagai aplikasi yang ada pada benda pipih miliknya.
Saat Dewa membuka aplikasi w******p, chat teratas pada aplikasi itu adalah chat dari sang kekasih yaitu Harmoni.
Dewa tersenyum sembari menekan gambar pada nomor Harmoni dan terpampanglah gambar Harmoni saat di pantai bersama dengan Mona dan beberapa teman lainnya.
Senyum gadis itu sungguh merekah kala ia bersama dengan temannya.
"Cantik!" gumam Dewa yang tak sadar sudah memuji kecantikan kekasih palsunya.
"Siapa yang cantik?" tanya seseorang dari balik pintu ruangan Dewa yang tak lain adalah Hicob.
Dewa yang merasa sudah tertangkap basah, segera menyembunyikan ponselnya dan berlagak tak melakukan apapun di hadapan Hicob.
"Siapa yang mengatakan hal itu?" tanya balik Dewa membuat Hicob sedikit bingung namun, pria itu tahu, jika Bosnya memang mengatakan hal tersebut.
"Bukankah Anda, Tuan?" tebak Hicob.
"Mana ada! kau salah dengar mungkin, jangan mengada-ada," kilah Dewa langsung meletakkan kedua tangannya di atas meja kerjanya.
"Ada apa Anda memanggil saya kemari?" tanya Hicob pada Dewa dengan suara cukup serius.
"Semua informasi yang mau berikan waktu itu salah total dan Damian tahu, jika kita sudah mengetahui rencananya dan dia mengubah rencana dengan cara menyerangku dan Harmoni di padang ilalang," jelas Dewa pada asistennya.
"Anda tidak apa-apa?" tanya Hicob sedikit cemas dengan keadaan Dewa karena ia tak bersama dengan Dewa saat kejadian itu terjadi.
"Aku tak kenapa-napa," sahut Dewa.
"Nona Harmoni bagaimana?" tanya Hicob.
"Dia baik-baik saja karena rencana kita untuk membuat gadis itu menguasai ilmu bela diri tak sia-sia, Harmoni yang memang sudah memiliki pengetahuan mengenai bela diri, gadis itu cepat belajar dan kau tahu? dia yang membantu aku saat ada anak buah Damian ingin menghajarku dari belakang," tutur Dewa pada Hicob.
"Syukurlah, jika Nona Harmoni masih bisa diandalkan karena saya saat itu tak ada bersama Anda," sesal Hicob yang tak dapat membantu Dewa melawan anak buah Damian.
"Jangan merasa bersalah seperti itu, bukan salahmu, jika saja kau tak ada urusan di istana, kau juga tak akan meninggalkan aku, 'kan?" tanya Dewa pada Hicob dan pria berkacamata tersebut mengangukkan kepalanya mengiyakan pertanyaan Bosnya.
"Ada urusan apa sampai Raja dan Ratu memintamu datang ke istana?" tanya Dewa mengambil minuman yang tersedia di meja kerjanya.
Hicob melihat ke arah Dewa dengan tatapan mata yang tak dapat dijelaskan lagi karena memang apa yang akan ia sampaikan benar-benar penting dan menyangkut masa depan Dewa sebagai penerus kerajaan planet Amoora.
"Apa Anda yakin ingin tahu sekarang? tidak mau menunggu setelah Anda siap?" tanya Hicob yang mulai memancing rasa penasaran Dewa semakin menggebu.
"Katakan sekarang saja, aku tak suka menunggu terlalu lama," pinta Dewa pada Hicob.
Pria berkacamata tersebut mulai membenarkan sedikit posisi duduknya karena rasa tegang bukan hanya menghampiri Dewa, tapi rasa tegang itu juga menghampiri Hicob selaku pembawa pesan dari kerajaan Amoora.
Karena tak kunjung membuka suara, akhirnya Dewa lebih dulu memulainya.
"Apa ada hubungannya dengan pemilihan putri mahkota?" tanya Dewa yang sudah memiliki perasaan tak enak sejak sang Ayah memanggil Hicob ke istana.
"Benar, Yang Mulia!"
"Katakan semuanya dari awal sampai akhir," pinta Dewa pada Hicob.
"Semua undangan sudah di kirim kepada para putri petinggi kerajaan dan beberapa putri berpengaruh lainnya jadi, yang Mulia Raja memanggil saya ke istana untuk memberitahu Anda perihal pemilihan putri mahkota dan beliau meminta saya, agar Anda segera kembali sebelum hari pemilihan berlangsung," jelas Hicob pada Dewa.
"Bagaimana, jika aku tak bisa mendapatkan kristal itu tepat waktu?" tanya Dewa pada Hicob.
"Anda tetap harus kembali karena kristal itu tak lagi menjadi prioritas utama menurut Raja," tutur Hicob pada Dewa.
"Apa maksudmu? bukankah kau sendiri yang melihat dan membaca di dalam kitab kerajaan sudah tertulis dengan jelas, jika kekuatan orang yang memiliki kristal itu saat proses peresmian menjadi raja baru akan bertambah berkali-kali lipat dari yang tidak memilikinya, Hicob!" oceh Dewa yang merasa sangat berat dengan keputusan Raja Darren karena ia tak ingin secepat ini meninggalkan Harmoni.
"Kekuatan Anda juga akan bertambah, Tuan! tapi tak sedahsyat saat kristal biru itu berada di tangan Anda," jelas Hicob pada Dewa.
"Bagaimana, jika aku tak mampu mengalahkan pemberontak yang dilakukan oleh paman Dalgon? apa aku harus berdiam diri melihat kehancuran kerajaan dan jatuh ke tangan yang salah?" tanya Dewa yang sudah mulai frustrasi dengan semua hal yang mengharuskan dirinya kembali lebih cepat ke planetnya.
"Anda tidak sendirian, Tuan! masih ada saya, Raja dan Ratu, serta anak buah lainnya yang pasti akan setia pada Anda," jelas Hicob pada Dewa.
"Apa tak bisa di undur acaranya?" tanya Dewa lagi yang ingin melakukan tawar menawar dengan Hicob.
"Semuanya sudah siap dan sudah ditentukan jadwalnya, Tuan! jadi Anda harus tetap kembali ke istana satu hari sebelum acara pemilihan dimulai," tutur Hicob.
Dewa langsung menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi kebesarannya.
Pria bermata biru tersebut seperti nampak benar-benar tak bisa menerima semua ini karena masih ada orang yang ingin ia temani dan ingin menghabiskan waktu bersama orang itu lebih lama lagi.
Dewa terdengar menghela napasnya cukup dalam dan Hicob sangat mengerti helaan napas yang terdengar begitu keras dari tuannya menandakan, jika Dewa saat ini dalam perasaan yang sangat kalut.
"Apa Anda memikirkan sesuatu?" tanya Hicob pura-pura tak tahu, padahal pria yang menjabat sebagai asisten pribadi Dewa itu sangat mengerti, apa yang membuat pangerannya bermuram durja seperti itu.
Dewa menatap ke arah Hicob dengan tatapan mata yang terlihat sendu dan hal itu membuat Hicob terkejut, pasalnya, baru pertama kali ini seorang Dewa Abraham mengumbar ekspresi wajah seperti itu pada Hicob.
"Aku tak ingin meninggalkan seseorang," jujur Dewa pada asistennya karena ia tahu, jika Hicob juga paham akan perasaannya pada Harmoni.
"Apa maksud Anda, Nona Harmoni?" tanya Hicob memastikan pada Dewa.
"Ya, kau benar! aku tak ingin meninggalkan dia di saat-saat seperti ini karena aku tahu, masalahnya juga masih belum selesai, semua orang jahat di bumi atau dari planet kita, masih mengincarnya dan aku tak bisa hidup tenang meninggalkan gadis itu sendirian tanpa pengawasan dari siapapun," curhat Dewa pada Hicob.
Dewa mengusap wajahnya, pria itu merasa dirinya tak berguna saat ini karena tak bisa melindungi Harmoni, gadis yang dia cinta.
"Apa Anda sungguh menaruh rasa pada gadis itu?" tanya Hicob ingin memastikan perasaan Dewa yang sesungguhnya.
Dewa mantap kedua mata Hicob tajam. "Tentu saja aku sangat mencintainya," jawab Dewa dengan suara tegas tanpa ada rasa ragu sedikitpun.
Dewa tersenyum kala ia mengingat bagaimana dirinya mulai mencintai Harmoni si gadis cerewet.
"Aku awalnya tak yakin, jika perasaan yang aku rasakan adalah cinta namun, seiiring berjalannya waktu, sekeras apapun aku melawan, menyangkal perasaan ini, aku semakin dibuat sadar, jika aku sudah benar-benar jatuh cinta padanya dan semakin hari perasaan yang mulai merayap, semakin besar sampai aku tak tahu harus bagaimana mengatakan padanya saat aku harus ... pergi meninggalkan dia, pergi untuk menikah dengan gadis lain," tutur Dewa mencurahkan segala kegundahan hatinya pada Hicob.
"Jika Anda memang berjodoh dengan Nona Harmoni, saya yakin! Anda pasti akan bersama dengannya dan pasti akan ada jalan untuk menyatukan cinta kalian," ucap Hicob menyemangati Dewa.
"Aku harap juga begitu, tapi aku tak tahu, perasaanku ini bertepuk sebelah tangan atau tidak padanya," jelas Dewa yang masih tak tahu akan perasaan Harmoni padanya.
"Apa Anda tak bisa melihat, bagaimana tatapan mata dan perlakuan Nona Harmoni pada Anda?" tanya Hicob yang masih tak habis pikir dengan Dewa.
Harmoni sudah sangat jelas suka pada pria itu dan Dewa masih tak sadar akan hal tersebut.
"Aku bisa melihat semuanya, tapi aku takut semua itu hanya bayangan semu yang sekiranya akan membuat diriku patah suatu saat nanti, jika aku tahu kebenarannya," ungkap Dewa dengan kepala yang ia tundukkan ke bawah.
"Jangan terlalu pesimis, Tuan! jika Anda yakin dengan perasaan Anda dan Nona Harmoni! Anda juga harus yakin, suatu saat nanti, takdir akan menjawab semuanya dan takdir dari sang maha pencipta itu tak mungkin menjerumuskan kita," tutur Hicob kembali menenangkan Dewa.
Dewa hanya bisa menganggukkan kepalanya, sementara Hicob yang tak ingin mengganggu Dewa, langsung beranjak dari tempat itu tanpa pamit karena pria berkacamata tersebut paham akan apa yang dirasakan oleh bosnya.